Mohon tunggu...
Kemas Achmad Mujoko
Kemas Achmad Mujoko Mohon Tunggu... Sociology of Development Student, Universitas Negeri Jakarta -

Equivalent Exchange

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

One Belt One Road vs Nelayan Miskin

11 Januari 2016   11:23 Diperbarui: 11 Januari 2016   13:48 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orientasi Kemunduran Pemberdayaan Nelayan Miskin

Inovasi yang ditawarkan oleh One Belt One Road adalah pemberdayaan jalur maritim dari Tiongkok ke Indonesia, Eropa dan ke negara-negara maritim lainnya. Dalam pemberdayaan ini Tiongkok menjadi poros maritim dunia degan juga menganut prinsip 5 in one; Membangun budaya maritim, menjaga dan mengelola sumber daya laut, membangun infrastruktur laut, diplomasi kelautan yang dinamis, meningkatkan ketahanan laut.

Inovasi One Belt One Road terutama dalam ranah kemaritiman menjanjikan keuntungan besar bagi negara yang turut mengimplementasikan program skala dunia ini. Program yang berorientasi pada pengembangan jalur laut dalam perencananya memberikan dampak yang pelik bagi negara-negara implementornya. Dampak jangka pendek yang ditimbulkan dari keberadaan program ini adalah semakin tingginya gap antara nelayan miskin dengan pemilik modal. Kita bisa lihat contohnya dari penguasaan kapal-kapal oleh pemilik modal. Nelayan hanya akan memiliki fungsi sebagai “tukang” di mana ia bekerja untuk pemilik modal, bukan lagi untuk menjadi atau memperkuat perekonomian dan kesejahteraannya. Atau dalam pemikiran Marx, nelayan menjadi teralienasi atas kerjanya.

Bahkan dalam pemikiran Bourdieu sendiri akan menjelaskan bahwa dengan keberadaan One Belt One Road ini akan menjadi sebuah kekerasan simbolik oleh penguasa modal, atau bahkan negeri Tirai Bambu itu sendiri. Negeri Tiongkok melakukan sebuah simbolisasi dari penguasaan ekonomi melalui modal inovasi yang menguntungkan, padahal jika kita melihat dari pendekatan Bottom-up, apakah negara Indonesia akan benar-benar diuntungkan? Orientasi inovasi untuk mengembangkan kemaritiman ini justru hanya menjadi wilayah penguasaan pemilik modal, dan menjadi kecenderungan orientasi mundur untuk pemberdayaan nelayan miskin.

Program-program kemaritiman yang kita tahu misalnya program penenggelaman kapal yang dicanangkan oleh Ibu Susi bertujuan salah satunya untuk mendorong nelayan miskin dapat berkembang dan juga untuk mencegah pencurian yang lebih besar. Dengan adanya program One Belt One Road ini mungkin bisa mendukung dari sisi keuntungan—yang lagi-lagi disebut sebagai keuntungan kaum pemilik modal. Sehingga aliran program hanya berorientasi dan hanya dinikmati oleh pemilik modal. Dampak-dampak kepada nelayan miskin misalnya; apakah negara memberikan akses peningkatan efektivitas kapal nelayan untuk nelayan miskin, apakah negara dan sistem ini turut mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tepat dan strategis untuk nelayan miskin, apakah inovasi ini mendukung kapasitas nelayan untuk menangkap ikan lebih efektif, apakah inovasi ini memberikan peluang pemasaran bagi nelayan kecil. Jika semua jawabannya adalah tidak, maka program ini tidak mengakomodir kebutuhan nelayan kecil dan justru menambah jenjang gap yang ada.

 

Kebutuhan Pendekatan Dua Arah      

Abad Pertengahan Prancis yang dijelaskan oleh Marx dalam bukunya Das Kapital menjelaskan mengenai kondisi Eropa pada saat itu yang memang sangat senjang antara kaum Borjuis dan Kapitalis. Meskipun analisis Marx sangat terpaut dengan determinisme ekonomi, namun hal ini dapat menjelaskan mengenai keadaan Eropa pada saat itu. Dalam inovasi one belt one road, hal yang perlu dipertanyakan adalah apakah Indonesia akan seperti Eropa pada masa pertengahan dimana hanya mengutamakan ekonomi sehingga kesejahteraan dan tingginya penindasan kaum proletar menjadi sangat tinggi. Dalam one belt one road terlihat melupakan aspek sosial dari pengarusutamaan kekuatan ekonomi dunia. Misalnya apakah dalam one belt one road juga turut memberdayakan dan mengedukasi masyarakat untuk peduli terhadap kesehatan nelayan miskin misalnya? One belt one road menjadi terlihat lebih mendominasi sektor ekonomi dalam entrepreneurship dan menjadi lupa bahwa terdapat 3 sektor pembangunan yang berkontribusi besar; pemerintah, sektor sipil, dan sektor swasta.

 

Sebelum Indonesia menjawab “Ya” akan inovasi One Belt One Road ini perlu bagi negara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari analisis inovasi ini;

  1. Apakah negara akan menjamin penyediaan BBM, kapasitas, dan peluang nelayan kecil?
  2. Apakah negara akan menjamin bahwa budaya yang dibentuk tidak akan menimbulkan konflik antar kelas?
  3. Apakah pembangunan dan pemberdayaan yang dilakukan akan meningkatkan lingkungan alam yang baik untuk kelautan Indonesia?
  4. Bagaimana cara melibatkan nelayan miskin dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut?
  5. Apakah pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan nelayan, atau kebutuhan elitis dan ekonomi makro?
  6. Akankah keamanan dan ketahanan laut Indonesia benar-benar dijaga? Bagaimana langkah konkretnya?

Dalam ekonomi kita tidak bisa melulu melihat penghasilan per kapita sebagai sebuah tolok ukur kesejahteraan sebuah negara, dengan adanya inovasi One Belt One Road ini menjadikan Indonesia semakin berorientasi pada penghasilan per kapita tanpa melihat kualitas dari pembangunan itu sendiri. Perencanaan global sangat mengusung prinsip No. One Left Behind, termasuk dalam kemaritiman dan ke nelayanan. Kemudian apakah Indonesia siap untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat atau dalam ecological framework pemerintah menjadi harus menyentuh unsur individual untuk menciptakan masyarakat yang memiliki jiwa entrepreneurship misalnya. Yang padahal pemerintah dalam intervensinya di bidang sistem pun yang dapat dilihat dari pencapaian MDG’s sangat minim capaian, bagaimana mengubah ideologi dan pemikiran masyarakat yang sedemikian rumitnya? Sehingga perlu dicanangkan sebuah respons yang menjawab kebutuhan nelayan miskin dan juga menjawab tantangan global terkait kemajuan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun