Laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada periode akuntansi yang dapat digunakan untuk melihat kinerja perusahaan.
Selama proses persiapan laporan keuangan, dapat terjadi banyak tindakan kecurangan atau fraud. Fraud sendiri adalah suatu perbuatan atau tindakan yang disengaja oleh satu atau lebih individu yang melibatkan manajemen, TCWG (those charged with governance), karyawan atau pihak ketiga, yang mengandung unsur penipuan/penggelapan.
Menurut ACFE, kecurangan laporan keuangan adalah kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang dapat merugikan investor dan kreditor.
Dalam upaya untuk mempelajari tindakan fraud dalam laporan keuangan, telah dilakukan penelitian terkait faktor-faktor penyebab terjadinya fraud, Salah satunya merupakan teori fraud pentagon. Marks (2012) menemukan teori tersebut yang memiliki unsur-unsur berupa arrogance, competence/capability, pressure, opportunity, dan rationalization. Teori fraud pentagon lebih melihat skema kecurangan yang lebih luas serta berhubungan dengan manipulasi yang dilakukan oleh CEO dan CFO.
Teori fraud pentagon sendiri merupakan hasil dari evolusi atau pengembangan teori-teori fraud yang sudah ada sebelumnya. Dimulai dari teori fraud triangle yang diperkenalkan oleh Donald Cressey pada tahun 1950 dengan unsur pressure, rationalization, dan opportunity. Kemudian terus berkembang menjadi fraud pentagon.
Perkembangan teori yang berujung pada Pentagon Fraud Theory
Teori fraud pentagon merupakan perkembangan dari teori-teori sebelumnya, bermula dari teori fraud triangle hingga akhirnya menghasilkan teori fraud pentagon.
Fraud triangle adalah teori yang diteliti oleh Skousen (2009) dan Manurung (2013). Hasil penelitian Skousen adalah external pressure (leverage) pembiayaan eksternal berhubungan dengan terjadinya fraud. Lalu, hasil penelitian Manurung adalah pressure dalam external pressure (leverage) memiliki hubungan negatif terhadap financial statement fraud.
Kemudian teori fraud triangle berganti nama menjadi teori fraud diamond. Teori ini diteliti oleh Sihombing (2014) dan Yesiariani dan Rahayu (2016). Hasil penelitian Sihombing adalah pressure (rasio perubahan aset) berpengaruh signifikan terhadap financial statement fraud, sedangkan hasil penelitian Yesiariani dan Rahayu mengatakan pressure (rasio perubahan aset) tidak berpengaruh signifikan terhadap financial statement fraud.
Pada akhirnya teori fraud diamond berganti nama menjadi theory fraud pentagon yang diteliti oleh Tessa dan Harto (2016). Hasil penelitiannya adalah pressure yang dikategorikan sebagai financial stability (rasio perubahan aset), external pressure (leverage), dan arrogance yang dikategorikan sebagai frequent number of CEO’s picture (CEOPIC) memiliki pengaruh signifikan dalam mendeteksi terjadinya fraudulent financial reporting.
Faktor-faktor Fraud Pentagon
1. Arrogance
Arrogance (arogansi) adalah sifat superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa pengendalian internal dan kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya (Crowe, 2011). Unsur-unsur arogansi di dalamnya dapat berupa ego besar, sikap bullying, dan mengutamakan status.
2. Opportunity
Opportunity (peluang) adalah kondisi yang memungkinkan untuk dilakukannya suatu kejahatan (Purba, 2015). Calon pelaku melakukan fraud bukan hanya ketika ia melihat adanya tekanan, tetapi juga melihat adanya peluang untuk melakukan kecurangan. Opportunity dapat terjadi karena kurangnya pengawasan internal perusahaan.
3. Rationalization
Rationalization (rasionalisasi) adalah suatu sikap pembenaran terhadap tindakan fraud yang telah dilakukan. Fraud dilakukan berdasarkan rasionalisasi seseorang artinya bahwa perbuatan tersebut bukan suatu pelanggaran bagi orang tersebut.
4. Competence
Competence (kompetensi) merupakan kemampuan pelaku untuk menembus pengendalian internal yang ada di perusahaannya. Pelaku mampu mengembangkan strategi penggelapan yang canggih, serta mengendalikan situasi sosial yang dapat memberikan advantage atau keuntungan bagi dirinya dengan mempengaruhi orang lain yang bekerja sama dengan pelaku tersebut.
5. Pressure
Pressure (Tekanan) adalah situasi ketika manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. Terdapat tiga kategori pressure, yaitu tekanan finansial (financial pressure), tekanan kebiasaan buruk (vices pressure), dan tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan (work related pressure).
Tekanan finansial
Tekanan finansial yang sering diselesaikan dengan mencuri (fraud) dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
Keserakahan
Standar hidup yang tinggi
Tagihan dan utang yang besar
Kredit yang hampir jatuh tempo
Kebutuhan hidup yang tak terduga
Tekanan kebiasaan buruk
Tekanan ini disebabkan oleh dorongan untuk memenuhi kebiasaan yang buruk, seperti hal-hal yang berhubungan dengan perjudian, konsumsi obat-obatan terlarang, alkohol, dan barang-barang mahal yang bersifat atau berdampak negatif.
Tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan
Tekanan ini terjadi karena pelaku tidak memperoleh kepuasan kerja yang dapat terjadi karena kurangnya perhatian dari manajemen, seperti adanya ketidakadilan. Hal ini mendorong pelaku melakukan fraud, demi memperoleh apa yang menurutnya merupakan imbalan yang pantas atas kerja kerasnya.
Fraud Pentagon bukanlah bentuk akhir dari teori mengenai fraud tersebut. Teori ini akan terus berkembang seiring berjalannya waktu, dan model terbaru dari teori ini adalah Fraud Hexagon.
Teori Fraud Hexagon dikembangkan oleh Georgios L. Vousinas (2019) dengan menggabungkan seluruh faktor yang sudah dikemukakan sebelumnya, dan menambahkan faktor collusion (kolusi).
Menurut Vousinas, kolusi merupakan perjanjian menipu atau kompak antara dua orang atau lebih, demi satu pihak demi mengambil tindakan lain untuk beberapa tujuan yang kurang baik, seperti untuk menipu pihak ketiga dari hak-haknya.
Penggunaan teori fraud pentagon di Indonesia masih dilakukan sampai sekarang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 2014-2019 untuk melihat efek dari fraud pentagon terhadap laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di IDX dengan bukti empiris, penggunaan teori fraud pentagon menunjukan hasil yang positif terhadap indikasi akan fraud.
Hasil penelitian menunjukan efek positif, yang berarti semakin tinggi level fraud yang dimiliki, maka semakin tinggi indikasi fraud di laporan keuangan.
Setiap elemen dari fraud pentagon dapat menjadi indikator fraud yang efektif. Penelitian ini menunjukan bahwa teori fraud pentagon sangat berguna untuk membantu penyelidikan kecurangan dalam laporan keuangan.
Penulis: Wilbert Samiri dan Nadya Paulita
Referensi:
Association of Certified Fraud Examiners. 2016. “Survei Fraud Indonesia”, https://acfe-indonesia.or.id/survei-fraud-indonesia/, diakses pada 26 September 2021,
Siddiq, Faiz Rahman, dkk. 2017. “Fraud Pentagon dalam Mendeteksi Financial Statement”, https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/9333, diakses 29 September 2021.
Faradiza, Sekar Akrom. 2019. “Fraud Pentagon dan Kecurangan Laporan Keuangan”, https://media.neliti.com/media/publications/288182-fraud-pentagon-dan-kecurangan-laporan-ke-4d3b07f7.pdf, diakses pada 27 September 2021.
Korea Distribution Science Association. 2021. “The Effect of Fraud Pentagon Theory on Financial Statements: Empirical Evidence from Indonesia”, https://www.koreascience.kr/article/JAKO202106438543732.view, diakses pada 30 September 2021.
Sari, Shinta Permata dan Nanda Kurniawan Nugroho. 2021. “Financial Statements Fraud dengan Pendekatan Vousinas Fraud Hexagon Model: Tinjauan pada Perusahaan Terbuka di Indonesia”, http://seminar.uad.ac.id/index.php/ihtifaz/article/viewFile/3641/1023, diakses pada 8 November 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H