Mohon tunggu...
laga yant
laga yant Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Paradoks Pemerintah dalam Penerapan Rupiah di Indonesia

19 Januari 2017   13:11 Diperbarui: 19 Januari 2017   13:19 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebelumnya perkenalkan terlebih dahulu saya laga yant alfaribi, Mahasiswa akuntansi tahun 2014 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam artikel ini saya akan membahas sedikit tentang peraturan pemerintah mengenai penerapan rupiah di indonesia dan melihat efektifitas penerapan rupiah di indoenesia. Berdasarkan PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) NOMOR 17/3/PBI/2015, dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 tentang kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peraturan ini bertolak belakang dengan salah satu prinsip PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) no 10 tentang pengaruh perubahan kurs valuta asing.

            Penjelasan dari PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) NOMOR 17/3/PBI/2015 dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 bahwa prinsip dasar penggunaan mata uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas teritorial. Setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan mata uang rupiah Rupiah. Peraturan ini di terbitkan dalam surat edaran dan dalam bentuk undang – undang. Dalam pelaksananya wajib dipatuhi siapapun yang berada dalam wilayah indonesia. untuk transaksi dan pembayaran tidak bisa dipisahkan karena satu kesatuan. transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maka penerimaan pembayarannya wajib dalam Rupiah. Misalkan Perusahaan A sebagai pelayaran asing menggunakan jasa kepelabuhanan di Indonesia yang dikelola oleh PT B. Perusahaan A dapat melakukan pembayaran secara tunai melalui agen dengan menggunakan mata uang Rupiah atau melalui transfer dengan menggunakan mata uang negaranya. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui transfer maka PT B wajib menerima pembayaran dari Perusahaan A dalam mata uang Rupiah.

            Bertolak blakangnya peraturan PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan)  no 10 tentang pengaruh perubahan kurs valuta asing. Salah satu prinsip dalam PSAK no 10 menjelaskan bahwa perusahaan asing yang didirikan di negara kesatuan republik indonesia. ketika banyak melakukan aktifitasnya di luar negeri maka dibolehkan menggunakan mata uang asing. Hal ini jelas bertolak blakang dengan PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) NOMOR 17/3/PBI/2015 dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011. Hal ini yang perlu pemerintah pertegas terhadap regulasi yang telah dibuat, karena peraturan mengenai penggunaan rupiah dalam kebijakanya yang diambil saling berbeda dengan peraturan pusat. PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan)  no 10 ini dikeluarkan oleh IAI (ikatan akuntan indonesia). Hal ini yang menjadi blunder dalam kebijakan pemerintah harusnya tidak perlu ada kebijakan yang bertolak blakang.

            Adapun transaksi yang dibolehkan menggunakan valuta asing sesuai dengan surat edaran Bank Indonesia sebagai berikut :

a. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara;

b. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri;

c. transaksi perdagangan internasional;

d. simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing; atau

e. transaksi pembiayaan internasional,

dan transaksi dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang meliputi:

a. Kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh Bank berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah;

 b. Transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam valuta asing di pasar  perdana dan pasar sekunder berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah negara; dan

c. transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang.

Berdasarkan ketentuan di atas lebih dijelaskan penggunaan valuta asing saat atau bukan di teretorial Indonesia dan untuk kepentingan keluar negeri. Maka pemerintah meninjau kembali prinsip PSAK no 10 yang kurang tepat dengan regulasi pemerintah maupun Bank Indonesia.

            Bentuk pengawasan pemerintah yang serahkan tehadap Bank Indonesia untuk melakukan pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah, yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan melalui pemeriksaan yang dapat dilakukan sewaktuwaktu oleh Bank Indonesia. Pengawasan secara tidak langsung dilakukan melalui kegiatan analisa dan evaluasi atas laporan yang disampaikan oleh setiap pihak. Dalam melaksanakan pemeriksaan langsung, Bank Indonesia dapat melakukan meminta kepada pihak yang diperiksa untuk memberikan kepada pemeriksa antara lain:

a.  laporan keuangan, data transaksi, dan data pendukung;

 b. akses untuk melakukan observasi terhadap aktivitas operasional dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan/atau

c. keterangan mengenai transaksi dan kegiatan yang berkaitan dengan kewajiban penggunaan Rupiah dari pihak yang kompeten dan berwenang pada saat pemeriksaan sedang berlangsung. 

            Hukuman bagi yang melanggar peraturan tersebut Setiap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dikenakan sanksi, dengan ketentuan:

a. Terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi tunai dan/atau larangan menolak Rupiah untuk transaksi tunai berlaku ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

 b. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai dikenakan sanksi administratif berupa:

1)  teguran tertulis;

 2) kewajiban membayar, ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan/atau

3)  larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.

c. Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah dan kewajiban penyampaian laporan, keterangan, dan/atau data dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.

            Berdasarkan realita yang terjadi di masyarkat kurang tegasnya pemerintah dalam menjalankan peraturan tersebut, dan kurang tegasnya dalam memberikan sanksi terhadap pelanggaran – pelanggaran yang tejadi. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah sendiri masih tumpang tindih atau bertolak blakang peraturan – peraturan yang di laksanakan. Dan masih minimnya pengawasan dari pemerintah sendiri yang dalam pelaksanaanya di tugaskan kepada Bank Inodonesia. Sehingga masih banyaka pelanggaran yang tejadi. Contoh dalam pembayaran umroh ke tanah suci lewat agen travel atau biro perjalanan, masih banyak yang menggunakan sistem bayarnya menggunakan mata uang dolar. Dan di area – area pariwisata yang banyak di kunjungi oleh turis mancanegara, seperti di yogyakarta ada cafe – cafe yang pembayaranya menggunakan mata uang dolar. Hal ini tentu tidak sesuai dengan regulasi dari pemerintah yang mewajibkan transakasi dan pembayaran selama di area negara kesatuan republik indonesia menggunakan mata uang rupiah.

            Sebaiknya pemerintah mulai berbenah diri kembali dalam menjalakan regulasi ini, agar kedaulatan menggunakan mata uang rupiah di negara senidiri benar – benar diterapkan. Dalam hal ini saya memiliki saran untuk pemerintah dan Bank Indonesia agar kedepanya lebih baik, sebagai berikut :

  • Pemerintah harus mengkaji kembali salah satu point yang ada dalam PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) NO 10 yang tidak sesuai dengan PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) NOMOR 17/3/PBI/2015 dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011. Agar saling melengkapi dan terintegrasi.
  • Pemerintah lebih baik dan tegas kembali terhadap pengawasan dan pemberian sanksi bagi pelanggar penggunaan mata uang asing. Dan lewat Bank Indonesia pemerintah bisa memaksimalakan dengan dibentuknya satgas yang terkhusus mengawasi penerapan penggunaan mata uang rupiah dalam satu tahun.
  • Pemerintah lebih masif lagi untuk menginformasikan peraturan ini terhadap masyarakat agar infomasi tersebar merata keseluruh pelosok negeri.

Sumber :

www.iaiglobal.or.id

www.bi.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun