Mohon tunggu...
Rami Musrady Zaini
Rami Musrady Zaini Mohon Tunggu... PNS -

Terkadang meluapkan gagasan ke dalam bait-bait kata terasa sulit, untuk tak dibilang sebagai penulis. Biarlah ku dinilai sedang iseng dalam menyusun sebuah gagasan. Dan inilah saya, yang tak pernah bijak dengan hari sebelumnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rekonstektualisasi Pemikiran dan Pergerakan HMI

18 Maret 2016   10:25 Diperbarui: 18 Maret 2016   10:34 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Rami Musrady Zaini Saat Pelantikan Ketua HMI Cabang Kendari Periode 2009-2010. Foto Dokumentasi Pribadi"][/caption]

BAB I

MUQADIMAH

Latar Belakang 

Membincang himpunan mahasiswa Islam (HMI) tak pernah lepas dengan wacana keIndonesian. Kelahiran HMI yang hampir sama dengan kelahiran Negara ini secara dejure seolah-olah membuat HMI dan Indonesia adalah saudara kembar ataupun tidak salah jika dikatakan HMI dan Indonesia ibarat sekeping uang logam yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Kelahiran HMI di tanggal 4 februari 1947 dan kelahiran Indonesia di tahun 17 agustus 1945 membawa dinamika tersendiri sejak lalu hingga dalam konteks kekinian.

Ibarat saudara kembar, melemahnya kondisi Negara dalam wilayah-wilayah sosio ekonomi dan politik dalam berbangsa dan bernegara ikut pula mempengaruhi melemahnya HMI, begitupun sebaliknya. Carut marut dalam bernegara diikuti pula dengan carut marut dalam perkaderan dan perjuangan HMI itu sendiri. HMI yang dahulu menjadi harapan masyarakat indonesia[1] kini mengalami degradasi tidak hanya pada perkaderannya melainkan pula pada perjuangannya. pergeseran arah perjuangan hal ini disebabkan tentunya oleh bagaimana HMI telah lupa raison de etrenya (bagaimana proses menjadinya).

Sedang dalam konteks ideologinya sendiri yakni nalar keislamannya sudah mulai memudar bagi kader kadernya sehingga tidak jarang jika HMI yang dahulu disebut himpunan mahasiswa islam kini masyarakat mengenalnya dengan Himpunan Mahasiswa Indonesia[2]. Model gerak dan perjuangan HMI pun dewasa ini semakin pragramatis praktik dan tenggelam dalam tarian-tarian politik baik itu dari kalangan politikus KAHMI maupun gerbong kepentingan politik lain. Seperti yang diungkap Azumardi Azra bahwa HMI terlaru larut dalam wacana-wacana politik praktis. Dalam arti kata lain Fahri Ahli mengungkapkan bahwa sebagai sebuah organisasi, HMI telah menjadi tangga bagi proses mobilitas vertikal sebagian besar pendukungnya.[3]Bobot kualitatif yang terkandung di dalam HMI inilah yang menyebabkan organisasi ini gagal mengelak kecenderungan-kecenderungan dan pergeseran-pergeseran kekuasaan dan politik yang berlangsung pada tingkat nasional.

Dalam konteks kekinian HMI telah kehilangan elan vitalnya yakni komitmen keislaman, etos intelektual, independensi, dan keberpihakan kepada rakyat akibat tidak ada lagi ruang yang kondusif bagi upaya membangun wacana yang relevan dengan agenda reformasi bangsa saat ini.[4] Sehingga dibutuhkan sebuah upaya untuk mereposisi kembali pemikiran-pemikran HMI dalam lanskap-lanskap intelektualitas dan keislaman.

Agus Salim Sitompul seakan menguatkan kelemahan-kelemahan HMI tersebut. Seperti yang diungkap Sitompul terdapat 44 indikator kemunduran HMI diantaranya adalah (1) menurunnya jumlah mahasiswa baru masuk HMI, (2) HMI semakin jauh dari mahasiswa, karena tidak dapat mengembangkan student need dan student interest secara professional, (3) pola perkaderan HMI yang dirancang pertengahan abad XX sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi dengan tuntutan kontemporer, (4) HMI dan kader-kader penerus kurang mampu mengikuti jejak-jejak pendahulunya; (5) kurang berfungsinya aparat HMI seperti Badko, cabang, dan komisariat, (6) lemahnya manajemen organisasi karena sudah ketinggalan zaman, (7) kurangnya pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan pengamanal ajaran islam di kalangan anggota dan pengurus. Hampir-hampir tidak ada perbedaan pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran islam dari seorang anggota HMI sebelum dan sesudah masuk HMI, (8) belum optimalnya pengetahuan, pemahaman, penghayatan anggota dan pengurus HMI dihampir semua tingkatan kepengurusan tentang ke-HMIan dan keorganisasian, (9) follow up perkaderan tidak berjalan sebagaimana mestinya, (10) HMI jarang melakukan evaluasi terhdap perjalanan organisasi dengan segala aktivitas sehingga tidak diketahui secara pasti sampai sejauh mana keberhasilan HMI dalam melaksanakan perjuangannya dan tidak diketahui secara pasti faktor-faktor penghambatnya.[5]

HMI yang mengklaim diri sebagai Anak Umat dan Anak Bangsa memberi konsekuensi bahwa HMI bertanggung jawab atas kelangsungan kehidupan umat islam dan bangsa Indonesia. Sedangkan untuk ikut berperan dalam seluruh proses kelangsungan kehidupan umat dan bangsa diperlukan ketajaman untuk menangkap problematika yang sedang akan dihadapi di masa depan.

 Fokus Masalah 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun