Mohon tunggu...
Erikson Wijaya
Erikson Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Ditjen Pajak- Kementerian Keuangan. Awardee LPDP PK-160. A Graduate Student of Business Taxation at The University of Minnesota, USA (Fall 2020).

Be strong for life is short. Be patient for life is good. Be bold for life is challenging.

Selanjutnya

Tutup

Money

Quo Vadis Wacana Otonomi Ditjen Pajak

1 Agustus 2016   20:52 Diperbarui: 2 Agustus 2016   07:20 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guetamala

Model SARA yang diadopsi Guetamala, Superintendencia de Administración Tributaria (SAT), pada tahun 1998 merupakan modifikasi dari yang dimiliki Peru, yaitu SUNAT dengan model operasional seperti yang dijalankan Tanzania (Dewan Direksi yang meliputi pengawas eksternal). Pendanaan SAT tidak hanya berasal dari proporsi 2% hasil pemungutan pajak yang dikumpulkan tetapi juga dari pinjaman luar negeri dan bagian dari anggaran pemerintah yang dialokasikan. SAT merupakan gabungan otoritas pajak dan bea cukai termasuk personelnya. Dalam hal sumber daya manusia, SAT juga memberikan remunerasi pada sistem kompensasi kepada pegawainya dan menerapkan manajemen sumber daya manusia yang kompetitif. Sejumlah dampak positif yang dinikmati Guetamala dengan implementasi SAT meliputi sejumlah hal misalnya penerapan mekanisme penagihan pajak secara elektronik mencapai 85% dari tindakan penagihan, terlaksananya upaya pembersihan basis data untuk mengoptimalkan pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan terhadap Wajib Pajak besar terlaksana dengan baik sehingga mendorong peningkatan penerimaan pajak, serta tercapainya Rasio Pajak sebanyak dua digit pada tahun 2004 (meski sejumlah pihak meragukan hal ini terlaksana karena implementasi SAT).

Implementasi SAT di Guetamala pada lima tahun pertama telah mencatat peningkatan Rasio Pajak, dimana rata-rata pada rentang periode 1999-2003 Rasio Pajak hampir menyentuh dua digit yaitu 9.90% dua tingkat diatas rata-rata Rasio Pajak sebelum masa implementasi 7.90%. Meski harus diakui bahwa pencapaian itu dibawah target sebesar 12.0% pada tahun 2002. Kegagalan pencapaian ini disebabkan karena memang Guetamala masih memiliki masalah rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak. SAT mencatat bahwa jumlah potensi pajak yang dapat digali dari terbongkarnya praktik penghindaran pajak mencapai 2/3 (dua pertiga) penerimaan pajak yang telah dikumpulkan. Permasalahan internal lainnya adalah buruknya tata kelola sumber daya manusia yang ditunjukkan penambahan pegawai tanpa mekanisme yang ketat dan tdak memperhitungkan efisiensi organisasi, penurunan penghasilan riil seiring waktu yang berdampak pada terdegradasinya integritas pegawai. Selain itu terdapat faktor eksternal yang turut mempengaruhi kinerja SAT yaitu masih maraknya praktik korupsi dan ketidakstabilan politik. Bercermin dari pengalaman yang dialami Guetamala, dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi SAT memang menyediakan landasan untuk membangun suatu kinerja yang lebih baik namun konsistensi dan strategi lebih dibutuhkan untuk menjadikan landasan tersebut dapat memberikan dampak yang lebih panjang.

Ecuador

Otoritas perpajakan di Ecuador telah mengadopsi model SARA dengan nama Servicio de Rentas Internas (SRI) dan efektif beroperasi sejak tahun 1999. Sama hanya seperti SUNAT/ ADUANAS di Peru, SRI merupakan fusi otoritas perpajakan dan bea cukai Ecuador (Corporación Aduanera Ecuatoriana). Latar belakang terbentuknya SRI di Ecuador sama seperti kondisi perpajakan Indonesia kini yaitu administrasi perpajakan yang tidak efektif, selain itu Ecuador juga sedang berada dalam ketidakpastian daya dukung kondisi perekonomian terhadap kelangsungan negara dimana hutang negara terus bertambah, pertumbuhan ekonomi rendah, dan nilai tukar mata uang terus tertekan. SRI kemudian dibentuk dengan struktur pucuk pimpinan tertinggi adalah seorang Direktur Jenderal yang ditunjuk langsung oleh Presiden dengan masa jabatan yang dapat lebih lama dari masa jabatan Presiden itu sendiri. Sejarah implementasi SARA di Guetamala mencatat bahwa SARA dapat dipimpin oleh seorang tanpa terbatas jangka waktu jika terbukti memiliki kemampuan teknis yang kuat dalam mencapai tujuan organisasi.

Permasalahan operasional dalam SRI terletak pada mekanisme pendanaan yang meskipun bersumber dari 1.5% total penerimaan pajak tetap harus melalui mekanisme penganggaran yang cukup panjang dan kerap kali bermasalah sebelum tiba ke dalam anggaran SRI untuk kebutuhan operasional. Mekanisme penganggaran tersebut melibatkan Bank Sentral dan Kementerian Keuangan. Proses teknis dan birokrasi yang terjadi di ketiga instansi ini kerap kali menghambat arus kas SRI dan aktivitas eksekusi rencana kerja. Ini menunjukkan bahwa SRI tidak mengadopsi penuh mekanisme penganggaran yang mandiri sebagai SARA Ecuador. Otonomi penuh yang dimiliki SRI ada pada pengelolaan sumber daya manusia. SRI menerapkan standar tes rekrutmen yang ketat untuk menghasilkan pegawai yang kompeten dengan mekanisme promosi dan demosi didasarkan pada sistem meritokrasi yang diputuskan oleh manajemen puncak sehingga menciptakan iklim kompetisi yang tidak rigid sebagaimana terjadi pada birokrasi umumnya.

SRI di Ecuador telah berhasil meningkatkan peran penerimaan pajak selain pajak atas minyak bumi yang merupakan penerimaan utama Ecuador. Porsi penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan SRI terus meningkat beberapa tahun setelah implementasinya hingga mencapai hampir separuh (45.3%) total penerimaan negara pada tahun 2001. Rasio Pajak pada tahun tersebut mencapai angka tertinggi dalam kurun waktu 1994-2003 di titik 11.16%. Kinerja yang baik ini terwujud karena kepemimpinan Direktur Jenderal SRI serta tim nya yang komitmen dan kompeten, dengan kata lain SARA di Ecuador mampu menyediakan kesempatan bagi pemimpin dengan leadershipdan kompetensi yang memadai untuk mengambil peran memberikan kontribusi terbaiknya. Selain itu, dalam proses implementasi SRI sendiri didukung dengan adanya kebijakan yang stabil dan beriringan dengan semangat untuk memerangi korupsi melalui pembentukan unit pengawas internal serta upaya optimal untuk memerangi praktik penghindaran pajak. Semua hal tersebut diwujudkan melalui upaya yang konsisten dan kontinu.

Ecuador merupakan sebuah contoh tentang kerja keras sebuah negara berkembang untuk menciptakan otoritas perpajakan yang kuat demi menopang terwujudnya cita-cita negara. Hal ini merupakan contoh nyata yang dapat ditiru oleh Indonesia. Meskipun Ecuador belum mengadopsi status otonomi penuh, namun adanya semangat untuk menciptakan perbaikan dan komitmen bersama telah menuntun negara ini kepada perbaikan demi perbaikan yang menuju arah positif. Semangat perbaikan itu meliputi upaya memerangi praktik korupsi, menyiapkan kebijakan berupa peta jalan yang stabil dan berkelanjutan untuk memerangi maraknya praktik penghindaran pajak yang dapat membuat tingkat kepatuhan Wajib Pajak tergerus.

Malaysia

Inland Revenue Board Malaysia (IRBM) merupakan badan semi otonom yang menangani administrasi perpajakan di negeri jiran, Malaysia. Pada tahun 1995, IRBM dibentuk dan diberikan otonomi dalam hal manajemen keuangan dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan efektivitas administrasi perpajakan di Malaysia yang semula sangat birokratis dan kaku. IRBM merupakan lembaga otonom yang dibangun diatas pilar yang berkomitmen kuat untuk menyediakan pelayanan terbaik kepada Wajib Pajak dengan semangat integritas. IRBM adalah contoh sukses model otonom lembaga perpajakan yang terdekat dengan Indonesia. Kinerja penerimaan pajak Malaysia mengalami tren peningkatan secara positif dan beberapa kali melampaui target. Pada tahun 2011, realisasi penerimaan pajak Malaysia melampaui target sebesar RM109.67 Miliar dari target RM91 Miliar dengan peningkatan sebesar 26.7% dibandingkan kinerja tahun 2010. Sementara tahun 2012 realisasi penerimaan pajak Malaysia mencapai RM123.5 Miliar dari target RM110 Miliar. IRBM mengakui pencapaian ini dapat terwujud setelah mereka menerapkan perubahan secara radikal terhadap budaya kerja dan gaya pada manajemen.

Model semi otonom IRBM di Malaysia tidak otomatis merubah secara signifikan kondisi administrasi perpajakan Malaysia dalam waktu singkat. Proses tersebut berlangsung selama bertahun-tahun. IRBM memandang model semi otonom yang tersedia didalam IRBM telah memungkinkan mereka menerapkan inisiatif inovasi yang menunjuang kinerja kini. Inovasi tersebut antara lain pembangunan infrastruktur teknologi yang kuat untuk meningkatkan pelayanan dengan meluncurkan secara bertahap layanan layanan berbasis jaringan. Penguatan basis teknologi tersebut juga dimaksudkan untuk membangun kualitas pelayanan bagi kepentingan internal organisasi. Bersamaan dengan hal itu, IRBM menerapkan model manajemen ilmu pengerahuan (knowledge management) dengan melibat sumber daya manusia dengan kualifikasi tertenty untuk bertemu dan merumuskan sejumlah input demi perbaikan organisasi. Manajemen tersebut juga diwujudkan dalam bentuk penyediaan fasilitas pembelajaran (e-learning) yang dapat diakses seluruh pegawai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun