Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tutorial Memahami Pernyataan Jaksa Agung tentang Korupsi di Bawah 50 Juta Tak Perlu Diproses Hukum

28 Januari 2022   16:56 Diperbarui: 28 Januari 2022   17:49 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua mungkin sepakat bahwa korupsi bukan hanya dinilai dari nominalnya tetapi adanya niatan buruk dalam mengelola dana yang dipungut dari pajak masyarakat.

Barangkali sudah sering kita mendegar kasus korupsi terjadi dinegara kita ini. Rasa-rasanya korupsi seakan tak pernah padam dan berakhir. Selalu ada saja ulah pejabat, pengusaha dan banyak oknum lainnya yang terjerat dalam praktik gelap dunia birokrasi.

Terlepas dari itu semua, pemberitaan mengenai korupsi tidak hanya datang dari fakta-fakta yang disodorkan oleh KPK, tetapi juga dari kompatriotnya di bidang penegakkan hukum, Kejaksaan Agung. Saat ini kejaksaan Agung dijabat dan dipim[in oleh ST Burhanuddin.

Yang menarik dari ST Burhanuddin ialah mengenai pernayataannya yang mengatakan bahwa Korupsi diBawah 50 Juta Tak Perlu di Proses Hukum. Saya sempat bolak balik membaca redaksional berita ini. Boleh jadi, editor Kompas salah dalam memberi judul atau menerjemahkan maksud dari yang mulia Jaksa Agung.

Dan ternyata judulnya memang sangat menarik tetapi isinya bikin saya jadi tambah   bingung.  Permasalahannya terletak dari perkara apakah cukup hanya mengembalikkan uang lantas kasus korupsinya hilang seperti uap nasi dari dandang belanga yang baru saja dibuka?

Atau apakah ada syarat dan ketentuan yang berlaku dan mesti dipenuhi agar kasus tidak diproses hukum? Bagaimana cara memahaminya? Berikut tutotial singkat bagaimana memahami pernyataan Kejagung Mengenai Korupsi di Bawah 50 Juta Tak Perlu Diproses Hukum.

Pertama, Implementasi dari pernyataan Mengenai Korupsi diBawah 50 Juta Tak Perlu di Proses Hukum harus dilakukan dengan berbagai pertimbangan.

Pertimbangan yang dimaksud pasti menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Menurut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indoensia, Febrie Adriansyah :

"Implementasinya itu, itu dilihat dari pertama, ini korupsi di bidang apa. Akibat di korupsi ini walau pun di (bawah) Rp 50 juta, ini apa kira-kira, apakah mungkin maksudnya (Rp) 50 juta ini kita identifikasi yang pertama terjadinya di mana, akibat korupsi ini sebesar apa ya. Jadi itu diperhitungkan juga."

Pernyataan di atas mengindikasikan bahwa kasus korupsi yang nominalnya dibawah 50 juta tidak akan mendapatkan penanganan hukum jika memenuhi syarat dan ketentuan yang sudah diatur. Artinya, Kejaksaan akan melakukan tinjauan secara serius mengenai kasus-kasus mana saja yang layak dan tidak layak untuk diproses hukum.

Kedua, kasus korupsi yang melibatkan kerugian negara harus ditangani dengan baik mulai dari level paling bawah yaitu Inspektorat. Saat ini, sebelum adanya bukti temuan dan dugaan yang diajukan ke Kejaksaan atau ke KPK biasanya melewati pemeriksaan dari Inspektorat.

Sialnya, walau telah dianalisis oleh Inspektorat, kadang kala kasus korupsi masih saja sulit untuk ditelusuri. Sejauh penyelenggaraan negara dijalankan, inspektorat dengan segala daya dan tenaganya berusaha untuk meminimalisir apakah sebuah kasus murni didasari korupsi atau hanya terjadi kesalahan administrasi dalam pengelolaan uang negara sehingga menyebabkan kerugian.

Kejaksaan Agung sebagai lembaga yang memiliki kuasa atas penanganan kasus korupsi tentu perlu melihat lebih dalam mengenani pelanggaran kasus korupsi di Indonesia. Kita semua mungkin sepakat bahwa korupsi bukan hanya dinilai dari nominalnya tetapi adanya niatan buruk dalam mengelola dana yang dipungut dari pajak masyarakat.

Pertimbangan-pertimbangan yang seyogyanya dilakukan oleh Kejagung patut kita beri sorotan. Sering terjadi, ketika sebuah kasus sedang ditelusuri, bukan tidak mungkin para penegak hukum yang seharusnya memeriksa malah berkoaliasi dengan para koruptor. Masa depan akan kasus tersebut kemudian tak jelas kemana arahnya. 

Selama ini kasus korupsi terjadi karena dilatarbelakangi oleh birahi keinginan akan uang yang tak pernah cukup. Mereka sepertinya selalu merasa kurang dan disaat yang bersamaan memanfaatkan uang dinegara ini untuk dikelolal layaknya uang pribadi. Jika boleh meminjam istilah dari ekonom senior Kwik Kian Gie, para koruptor adalah mereka yang pikirannya sudah terkorupsi.

Masyarakat pasti akan berontak dan merasa marah kepada para penyelenggara negara yang masih saja betah mencuri uang negara. Angka 50 juta mungkin terbilang kecil untuk negara yang APBNnya sudah mencapai angka triliunan rupiah. Namun bayangkan dengan uang 50 juta itu, bisa berguna banyak bagi masyarakat diluar sana.

Walau pernyataan ini ia sampaikan ke para jajarannya, dampak dari kebijakan tersebut bila tidak dicermati dengan baik akan membuat banyak multipretasi dimasyarakat. Apalagi bila kita amati, kasus korupsi terus-terusan ada walau KPK, Kejaksaan dan Kepolisian sudah diamanatkan untuk meringkus para tikus dipemerintahan.

Ketakutan lain muncul dengan adanya anggapan bahwa nominal bukanlah tolak ukur sejati untuk memproses hukum suatu kasus. Kebijakan ini bila dijalankan akan menimbulkan sebuah insinuasi bahwa para penegak hukum tebang pilih dalam menjalankan tugasnya baik itu penindakan maupun pencegahan.

Para koruptor diluar sana yang korupsinya kecil-kecilan, yah sebut saja yang 49 juta, 30 juta dll bisa bernafas lega jika mampu mengembalikan karena mungkin kecil peluangnya untuk diproses hukum. Taruhlah seorang pimpinan A diinstansi B melakukan mark up anggaran sebesar 49 juta lima ratus ribu rupiah. Yang bersangkutan kemudian mengembalikkan setelah satu tahun dilakukan audit dan ditemukan pelanggaran. 

Yang tersisa kemudian apakah hanya cukup mengembalikkan, lantas kasus korupsi selesai begitu saja? Menurut kejaksaan tentu masih akan didalami dan dipertimbangkan. Oleh karena kita  juga patut menaruh perhatian serius kepada instansi ini agar benar-benar adil dan tegak lurus dalam menyelesaikan persoalan korupsi. 

Penyerdehanaan proses hukum bagi para koruptor yang nominalnya dibawah 50 juta nampaknya harus ditinjau dengan lebih matang lagi. Kita tidak sedang belajar untuk terus meghukum para koruptor, tetapi kita berusaha agar bagaimana budaya korupsi sirna dari negara ini. Pertimbangan bagi kasus korupsi yang nyata dan telak terjadi adalah pengkhianatan terhadap seluruh rakyat Indonesia.

Tutorial memahami pernyataan Kejagung Mengenai Korupsi di Bawah 50 Juta Tak Perlu Diproses Hukum akan dimaknai tendesius bila kejaksaan gagal menjalankan fungsinya. Sampai dimana pernyataan ini akan menunjukan konsistensinya, mari kita kawal terus. Korupsi akan padam, bila sumber-sumber api kebakaran bisa segara dimatikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun