Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Museum di Pacitan atau Makam di Tebu Ireng?

20 Februari 2021   15:24 Diperbarui: 20 Februari 2021   15:27 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase foto sumber: merdeka.com

Partai Demokrat nampaknya tak pernah habis dengan kritik yang penuh intrik. Jika kemarin peluru nyasar mereka singgah dipelataran istana, kali ini serangan malah mengarah jauh ke Jawa Timur. Entah ada angin apa, perpindahan arah serang ini bergulir begitu cepat.

Bermula dari cuitan salah seorang kader partai demokrat bernama Rachland Nashidik (RD) yang mejelaskan perihal Museum di Pacitan dan Makam Gusdur di Tebu Ireng. Silang sengketa pun terjadi.  Melalui akun twiternya, ia mencuit demikian :

"Pertama, bukan museum keluarga. Kedua, inisiatif pendanaan datang dari Pemprov---itu juga Cuma sebagian. Terbesar berasal dari sumbangan dan partisipasi warga. Ketiga, sebagai pembanding, Anda tahu makam Presiden Gus Dur dibangun negara?"

Cuitan diatas merupakan komentar atas pemberitaan kompas.com dengan judul berita "Makam Gusdur Dibuat Senyaman Mungkin".

Pada konteks ini, RN sepertinya ingin menjelaskan duduk perkara tentang pembangunan museum di Pacitan serta darimana sumber anggarannya diperoleh. Di sisi lain ia ingin membandingkan (compare) pembangunan Museum dengan Makam Gus Dur yang saat ini sedang dalam pembahasan.

Menindaklanjuti  cuitan RD, Ibunda Allisa Wahid pun ikut nimbrung dengan komentarnya yang lumayan sedap.

"Bang @RachlandNashidik, makam Gusdur sampai saat ini dibiayai oleh keluarga Ciganjur, termasuk prasasti. PP Tebuireng pun hormati ini. Dana negara tidak untuk makam tetapi untuk jalan raya, lahan berjualan warga. Maklum, ada 1,5-2 juta peziarah setiap tahun. Negara urus ini"

Museum dan Makam merupakan dua bangunan yang memiliki nilai historitas. Ia menyimpan banyak kenangan serta nilai-nilai kehidupan dari masa lalu. Oleh karena itu, baik museum ataupun makam seharusnya bisa menjadi aset yang dikembangkan oleh negara.

Pendirian Museum SBY dan Galeri SBY-Ani datang dari inisiasi SBY itu sendiri. Tujuan berdirinya museum tentu untuk mengenang SBY sebagai tokoh kebanggan kabupaten  Pacitan yang sempat menjadi presiden selama dua periode. Selain itu, museum ini juga disebut akan jadi narasi utama sejarah dan budaya Pacitan.

Diyakini, bila museum berdiri maka akan memantik geliat ekonomi warga. Museum akan menjadi destinasi wisata yang ada di Jawa Timur sehingga akan mengundang wisatawan lokal untuk datang sekaligus akan membuka lapangan kerja.

Lalu bagaimana dengan Makam Gusdur?

Ketika Gusdur wafat, makamnya dibangun disekitar PP Tebuireng. Selain karena Gusdur merupakan seorang ulama yang dibesarkan dipesantren, kita juga sudah tentu sama-sama tahu bagaimana latar belakang Gusdur melalui garis keturunannya.

Lagipula menurut Aliisa Wahid dalam laman twiternya mengatakan bahwa makam Tebuireng menerima biaya pemeliharaan yang sangat sedikit dari pemerintah. Biaya tersebut tidak termasuk untuk perawatan makam Gusdur.  

Membandingkan Museum dan Makam tentu bisa jadi benar namun kita akan menemukan kerancuan. Memang betul, museum ataupun makam dibangun untuk mengenang sesuatu, sejarah atau tokoh. Namun lazimnya, museum untuk mengenang tokoh biasanya dibangun setelah sang tokoh sudah berpulang alias wafat.

Nah pembangunan museum pacitan untuk mengenang SBY ini kan kelihatan wagu. Apa guna ke museum bila sang tokoh masih hidup muka bumi. Adalah lebih baik mengundang SBY ke Seminar sejarah sebagai pemicara daripada harus sibuk berkunjung kemuseumnya. Toh orangnya masih sehat waalfiat dan hari ini masih aktif memberikan petuah dan komentar. Gitu aja kok repot.

Selain itu, Bang RD nya kayaknya terjerat dalam balutan kata-katanya sendiri. Pertama, dari nama museumnya saja bernama Museum SBY dan Galeri SBY-Ani, bukankah ini bermakna bahwa museum nantinya  akan didominasi oleh historitas sby dan ibu ani. Lantas, apakah ini namanya bukan museum keluarga?

Kedua, pembangunan museum juga mendapat bantuan dari pemerintah. Apa bedanya dengan pembangunan renovasi wilayah sekitar makam Tebuireng? Bukankah telah sama-sama mendapatkan perhatian dari pemerintah? Tidakkah demikian bahwa pemerintah sudah sama-sama mengakodomasi kepentingan Cikeas dan Ciganjur?

Melibati persoalan di atas, cuitan yang ditimbulkan oleh RD tentu bisa menyebabkan konflik horizontal. Apalagi yang beliau catut ini adalah makam seseorang yang namanya mashyur dikalangan umat islam, khususnya kalangan Nadhyilin.

Adalah kekeliruan besar yang didengungkan oleh RD bila menyebut bahwa makam gusdur dibangun negara. Allisa Wahid selaku putri Alm. Gusdur sudah memberikan klarifikasi bahwa pembangunan makam gusdur berasal dari keluarga.

Sampai disini pahamlah kita bagaimana kekeliruan bisa menimbulkan pertengkaran. Kekeliriuan tak bisa dijadikan kendaraan untuk mengkritik Bung RD. Apalagi sambil membandingkan Museum SBY dan Makam gusdur, Beda kelas!

Yang seharusnya diingat oleh RD ialah makam gusdur memiliki nilai historitas yang tinggi. Buktinya terlihat pada data kunjungan masyarakat kemakam gusdur yang setiap tahun selalu naik. Wajar bila pemerintah merenovasi fasilitas disekitar bangunan makam gusdur.

Jika Bang RD dilanda api cemburu mengapa pemerintah pusat turun tangan pada pembangunan makam ketimbang bangun museum, yah jawabannya sudah jelas. Bukan hanya ada makam Gusdur yang dikunjungi oleh para peziarah selama disana, tetapi juga ada makam-makam lain yang juga sama pentingnya, misalnya makam pahlawan nasional Hadratussyaikh KH Hasim Asy'ari dan KH Wahid Hasyim.

Renovasi pembangunan wilayah sekitar makam gusdur menurut saya lebih realistis daripada pembangunan museum SBY. Dengan jumlah kunjungan yang terus naik, menunjukan bahwa makam Tebuireng berpotensi menjadi wisata religi yang digemari rakyat.

Ayolah Bang RD, jangan baper dengan kebijakan pemerintah yang akan membuat nyaman pelataran sekitar makam gusdur. Toh itu tidak merugikan atau mengungtungkan pihak anda dan cikeas. Cukuplah sang ketum yang membuat blunder, anda jangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun