Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Paman Sam yang Menganggap Ibu Pertiwi Sudah Maju

23 Februari 2020   21:27 Diperbarui: 27 Februari 2020   08:51 5294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden AS, Donald Trump dan Presiden Indonesia, Joko Widodo bertemu dalam KTT G20 pada Juli 2017. (Foto: AFP Photo/John Macdougall)

Sewaktu saya duduk di bangku Sekolah Dasar, seketika dalam ruang kelas yang sempit dan aromanya yang kurang sedap karena kami habis bermain bola di tengah hari tua, tiba-tiba guru kami masuk dan membawa sebuah buku teks pelajaran.

Karena kursiku tepat berada di depan meja guru, kuangkat kepalaku dan kulihat buku apa yang sekiranya ia bawa.

Tak terkejut kumelihatnya, karena buku ini adalah bagian dari mata pelajaran yang begitu kusukai. Yah, mata pelajaran sejarah, bagiku seperti melihat kosmos dan galaksi di angkasa. Ia begitu indah dan tak bosan kumemandanginya.

Guruku memulai dengan membahas latar belakang dan sejarah tentang kemerdekaan Indonesia. Ia berujar bahwa,"Momentum Indonesia bisa merebut kemerdekaan dari Jepang karena Amerika."

"Siapa itu Amerika, Bu?" Temanku bertanya.

Guruku lantas hanya menyederhanakannya, ia melanjutkan, "Amerika adalah negara yang maju dan berkuasa. Mereka berhasil meledakkan bom-bom atom di Jepang. Bom-bom atom seperti yang kalian nonton di tv selama ini."

Sontak kami semua serius mendengarkannya. Lanjutnya, "Saat Amerika berhasil mengalahkan Jepang, di saat itulah, para pahlawan kita berhasil memanfaatkan momentum ini dan akhirnya kita bisa seperti sekarang."

Sepintas tersemat di kepalaku bahwa Amerika itu seperti senjata dari seorang pahlawan yang super. 

Ilustrasi foto (geotimes.co.id)
Ilustrasi foto (geotimes.co.id)
Namun, di sela-sela siang yang panas dalam ruang kelas yang sempit, guru kami kemudian menjelaskan perkembangan negara Indonesia hingga saat ini. Ia berkata:

"Negara kita saat ini adalah negara yang masih tertinggal. Masih banyak masyarakat kita yang belum sekolah dan belum hidup layak. Lihat saja di sekitar kalian, anak-anak masih banyak yang tidak ke sekolah. Karena alasan ekonomi.

Oleh karena itu kemerdekaan kita harus diisi dengan hal-hal yang positif untuk memajukan negara ini. Negara kita sebagai negara berkembang harus bisa dan cepat mengejar ketertinggalan ini."

Aku pun langsung paham. Hingga hari ini pesan itu terus diulang oleh guru-guruku seterusnya. Bahwa negara kita masih tertinggal dan kita harus berlari mengejar negara lain. Pesan ini juga sama yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.

Seiring berkembangnya waktu, kemarin saya membaca berita yang sedikit menggelitik. Dalam berita itu, secara sepihak Amerika, sang negeri adidaya dan berpengaruh di dunia mendaulat Republik Indonesia telah menjadi negara yang maju.

Gubraak!!! Saya kemudian buru-buru menghabiskan secangkir kopi yang sudah dingin itu.

Apa sekiranya alasan mereka menilai bahwa kita sudah menjadi negara maju?

Mengutip laman detik.com, "Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang dan dinyatakan sebagai negara maju dalam perdagangan internasional. Selain Indonesia, ada China, Brasil, India, dan Afrika Selatan yang 'naik level' jadi negara maju".

Apakah ini berita yang baik atau buruk?

Melihat isu ini, seketika saya memahami bahwa ini adalah ekonomi politik yang licik. Secara serta-merta negeri Pam Sam ini langsung mencoret kita dari negara berkembang menjadi negara maju. Lebih lanjut lagi dalam laman yang sama, Amerika sesungguhnya sedang ingin mereview fasilitas GSP untuk Indonesia.

Apa itu GSP?

Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke Amerika Serikat (AS) adalah sebuah sistem tarif preferensial yang membolehkan satu negara secara resmi memberikan pengecualian terhadap aturan umum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Secara garis besar, GSP akan memberikan sebuah keistimewaan khusus bagi negara-negara yang berkembang dan yang belum berkembang (LDCs).

Hal-hal ini tentunya sangat berimbas pada perekonomian, khususnya pada perdagangan kita. Kita ketahui bersama bahwa perdagangan Indonesia surplus terhadap Amerika. Mengutip laman kompas.com, saat ini perdagangan Indonesia surplus di kisaran 30 miliar dollar AS terhadap Amerika Serikat. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus perdagangan Indonesia dengan AS pada Januari 2020 sebesar 1,01 miliar dollar AS, angka ini tumbuh bila dibanding surplus periode sama tahun lalu yakni 804 juta dollar AS.

Produk ekspor yang menjadi andalan Indonesia ke Amerika yaitu produk pakaian, hasil karet, alas kaki, produk elektronik, dan furnitur, ujar Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional Kementerian Perdagangan, Arlinda (21/11/2019).

Namun bukan itulah yang menjadi masalah utama. Kriteria negara maju maupun negara berkembang atau negara belum berkembamg harus dinilai secara komprehensif. 

Artinya, kita secara personal maupun mereka sebagai negara liberal, harus tahu seluk-beluk yang sebenarnya apakah Ibu Pertiwi sudah maju secara keseluruhan wilayah atau hanya sepotongnya saja. Hal ini senapas dengan aturan WTO bahwa penentuan sebagai negara maju atau berkembang ditentukan sendiri oleh negara bersangkutan.

Secara independen, negara kita saat ini belum melakukan penelitian atau publikasi ilmiah apakah kita masuk kedalam jajaran negara maju atau berkembang. Jadi secara sah, kita belum berani secara berdaulat untuk mengatakan bahwa Ibu Pertiwi sudah maju atau masih berlari mengejar kemajuan itu.

Anggapan buru-buru ini perlu kita bantah dengan data. Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang paham betul seluk beluk APBN berkata bahwa Indonesia, baru akan menjadi negara maju pada tahun 2045. 

Hal itu bisa diprediksi dengan bonus demografi kita yang mana jumlah penduduk Indonesia mencapai 319 juta jiwa dengan 47 persennya berada di usia produktif. Pada 2045, mayoritas penduduk pun tinggal di perkotaan. Kegiatan ekonomi bergeser ke sektor jasa.

Ilustrasi foto (katadata.com)
Ilustrasi foto (katadata.com)
Mengapa baru 2045 negara kita baru didaulat akan maju? Bukan tidak mungkin jika kita akan menjadi negara maju sebelum 2045. Namun jika itu adalah klaim dari negara adidaya sebagai bentuk upaya pemberangusan ekonomi dan perdagangan, itu adalah hal yang besar.

Indonesia harus berani dan cerdas juga merespons hal ini. Misalnya dengan memainkan peran ekspor yang lebih banyak lagi.

Kita tentunya harus berkaca pada sekitar. Misalnya saja baru baru ini gelombang PHK pada beberapa perusahan besar sedang terjadi. Ribuan karyawan terancam tak punya kerja lagi imbas PHK ini. 

Atau misalnya bagaimana kasus stunting yang masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia khususnya di desa-desa terpencil dan terisolasi seperti di Asmat, Papua. Ini adalah masalah nyata yang membuat kita semua akan terenyuh dan bertanya kepada Amerika, apakah ini sebuah lelucon kepada kami?

Sementara kesenjangan adalah hal yang masih kental terasa, bagaimana yang kaya akan tetap kaya dan yang miskin akan tetap miskin membuktikan ekonomi kita sedang tidak bagus. 

Atau contoh lainnya saja, bagaimana seorang manusia pribumi memiliki tanah hingga berhektar-hektar luasnya sedangkan warga lainnya untuk mendapatkan tanah saja harus bersusah payah bahkan tak punya tanah sama sekali.

Ada begitu banyak problematik di negeri ini yang harus terus kita benahi. Status negara maju yang disematkan Paman Sam kepada Ibu Pertiwi bukan hal mustahil yang kita buktikan. 

Namun, kita juga harus mawas diri. Jangan sampai puja-puji mereka meninabobokan kita. Ingat, ini adalah hanya permainan isu ekonomi dan persaingan. Tentunya segala daya upaya dilakukan oleh orang kuat ketika melihat lawannya sedang berlari menuju ke mereka.

Pekerjaan-pekerjaan rumah yang sedang kita kebut dan akan terus kita kebut adalah infrastruktur, sumber daya ekonomi dan keuangan, birokrasi pemerintah, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), tata ruang wilayah, dan teknologi.

Jika pedalaman Papua sudah merasakan listrik dan air bersih, ketika orang-orang pulau Sulawesi sudah melaut dengan hasil yang cukup dan melimpah, ketika Nusa Tenggara tidak kekeringan air bersih dan stunting lagi, ketika tidak hanya masyarakat Pulau Jawa dan Sumatera yang maju, tapi semua masyarakat Indonesia secara keseluruhan merasakan itu, di saat itulah kita akan mendeklarasikan diri sebagai negara maju dan negara-negara lain akan bertempik sorak mengakui itu.

Optimisme ini bukan tanpa alasan tapi sebuah semangat untuk terus bekerja dan berbenah. Kemajuan di depan mata. Mari kita menyongsongnya. Guruku pun yakin kita akan maju, saya yakin, dan kita semua yakin bangsa ini akan maju dan menjadi negara yang disegani dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun