Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pedoman Memahami RUU Ketahanan Keluarga

22 Februari 2020   00:17 Diperbarui: 22 Februari 2020   23:33 2559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi keluarga. (sumber: Thinkstockphotos via kompas.com)

Hasrat untuk memiliki keturunan ini kemudian dilarang. Tentunya ini bertolak belakang dengan semangat dari RUU ini. 

Seharusnya negara membentuk sebuah otoritas khusus dalam rangka mengurus dan memfasilitasi keluarga yang tak bisa memiliki anak karena alasan kesehatan sebagai bentuk support dan perlindungan kepada pasangan yang kesulitan mendapatkan anak atau keturunan.

Dan yang terakhir akan saya ulas adalah Pasal 33 ayat 2 diatur mengenai pemisahan kamar yang berbeda antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pengajuan pasal ini tentunya sangat buta akan keadaan ekonomi saat sekarang.

Tidak semua keluarga mampu menyediakan kamar bagi anak-anaknya, walaupun mungkin tujuannya baik, namun standar keuangan setiap rumah tangga berbeda beda. Logika penyusun dan pengusulnya perlu dipertanyakan lagi.

Seharusnya jika RUU ini menghendaki hal demikian, bisa dengan menekan pemerintah agar menyiapkan rumah layak huni bagi pasangan keluarga yang tidak mampu membeli rumah. 

Menerapkan standar rumah layak huni bagi keluarga adalah peran pemerintah yang divokalkan dan dilaksanakan bukan malah menekan kalangan dibawah. Keseimbangan ini akan tercapai bila pemerintah bersedia untuk memfasiltasi bukan hanya sekedar memberi instruksi. 

Rumah adalah istana yang akan merawat keluarga. Jika rumah saja, banyak keluarga yang masih tinggal dikontrakan minim, kos-kossan sederhana, apakah mereka nanti bisa bertahan dengan harapan dari RUU ini. Tentu sebuah kemustahilan.

Secara komprehnsif, RUU ini belum menyasar hal hal dasar tentang keluarga. Isu-isu seperti kemiskinan, pengasuhan anak, pendidikan, kekerasan dalam keluarga, penculikan, bahaya teknologi, pemberdayaan keluarga, kesehatan seperti kesehatan reproduksi, disabilitas dan gangguan tubuh yang lainnya kurang mendapat perhatian seperti yang diharapkan oleh masyarkat.

Alih-alih ingin membangun ketahanan keluarga, draft RUU ini hanya membatasi ruang privat manusia. Dinamisasi dalam sebuah keluarga tak bisa dispekulasikan.

Hal yang terjadi antara keluarga satu dan keluarga lainnya berbeda sehingga hal-hal yang mendasar seperti ini seyogyanya tidak menjadi urusan negara. Itu adalah satu point pertama yang paling hakiki untuk dijadikan landasan berpikir kedepannya.

Agenda tentang RUU ini juga sangat kental dengan bungkusan praktik-praktik agama yang terselubung. Seperti yang sudah kita tahu, dua di antara lima pengusul RUU Ketahanan Keluarga adalah legislator dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), partai yang vokal akan legalisasi dan formalisasi syariah di tanah air. Aroma ini tentunya sebagai asumsi yang perlu ditelusur lebih dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun