Namun, mereka telah menggadaikannya demi bidadari surga kemudian menyuarakan ham dan meminta pulang. Ini adalah logica fallacy. Mental teroris dan liberalis seperti inilah akar dari masalah dilingkungan masyarakat.
Mereka yang berangkat dan berproses menjadi terorisme disana telah berkhianat kepada negara. Sejak saat itulah, mereka tidak dapat lagi menjadi bagian dan tanggungan negara. Memang benar ada lembaga negara  penjamin dan pembina korban dari cuci otak terorisme.Â
Tetapi negara juga harus adil dan jernih melihat  bahwa mereka telah berkhianat kepada negara. Dampak ke depannya akan seperti apa tak ada yang tahu. Upaya-upaya deradikalisasi oleh pemerintah saat ini saja masih bisa kita pertanyakan kualitasnya.
Perspektif lain yang bisa dijadikan dalil dan dalih adalah perbedaan terorisme yang tetap bertempat tinggal di Indonesia sedang dalam kurungan penjara apakah bisa disembuhkan dan mereka yang terorisme mantan ISIS?
Lalu mau dikemanakan mereka? Semoga saja istana cepat dan tepat dalam bersuara. Secara pibadi saya juga menolak. Walaupun secara emosional kita iba karena mereka adalah saudara sebangsa dan setanah air tetapi kita tidak boleh larut akan hal itu. Kita harus menjadi rasional saat bernegara. Potensi dan ancaman terorisme akan semakin terbuka, masyarakat menjadi takut dan akhirnya pemerintah akan kecolongan lagi dengan bom-bom yang akan meledak entah kapan dan di mana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H