Mohon tunggu...
Sony Hartono
Sony Hartono Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pria Yang Hobi Menulis

Kutulis apa yang membuncah di pikiranku

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Investasi Hijau, Solusi Masa Depan Indonesia

31 Juli 2022   17:38 Diperbarui: 31 Juli 2022   17:53 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zamrud Khatulistiwa, demikian julukan negeri kita tercinta Indonesia yang sudah kita kenal sejak bangku sekolah dasar. Julukan yang membawa aura kebanggaan terhadap tanah air Indonesia tercinta. "Ijo royo-royo, gemah ripah loh jinawi", sebuah slogan yang menandakan betapa subur makmur negeri ini. 

Apakah julukan dan slogan tadi memang benar adanya, sudah terwujud, atau hanya sekedar kata-kata mutiara yang digaungkan oleh pendahulu kita sebagai pelipur lara dan kebanggaan semu semata?

Masih ingat pulakah kita dengan salah satu lagu Koes Plus berjudul "Kolam Susu" yang menggambarkan kenyamanan dan kemudahan hidup di tanah air Indonesia dengan kekayaan alam yang berlimpah serta kesuburan tanahnya yang luar biasa sehingga kita tidak perlu bersusah payah untuk hidup di Indonesia. 

Namun, masih relevankah lagu tahun 70-an itu dengan kondisi di Indonesia saat ini jika aktivitas ekonomi yang tidak mempedulikan kelestarian alam terus kita praktikkan hingga hari ini?

Gaung perubahan iklim semakin menggema dari tahun ke tahun. Dampak nyata perubahan iklim akibat produksi gas rumah kaca (GRK) yang berlebihan sudah terbukti memicu berbagai bencana global. 

Peningkatan muka air laut yang nyata akibat dari pelelehan gletser di Antartika maupun  Artik berpotensi menenggelamkan negara-negara pulau di Pasifik ataupun kota-kota besar dunia yang terletak di tepi pantai termasuk Jakarta.

 Ironisnya,  Jakarta malah diperparah dengan penyedotan air tanah tak terkendali yang mengakibatkan penurunan tanah signifikan sehingga mempercepat proses tenggelamnya Jakarta.

Kekeringan ataupun gelombang panas di berbagai belahan dunia semakin sering terjadi sehingga terjadi kegagalan panen yang masif dan mengganggu rantai pasok pangan global. 

Bencana banjir besar pun juga semakin jamak terjadi. Semua hal tersebut menuntut perubahan mendasar dari masyarakat dunia dalam memperlakukan lingkungan yang selama ini tereksploitasi dengan kejam untuk alasan ekonomi semata tanpa proses rehabilitasi yang berimbang sehingga berimbas daya dukung lingkungan sebagai tempat hidup yang layak bagi manusia pun semakin menurun. Melihat semua itu, tegakah kita nanti mewariskan lingkungan yang rusak kepada anak cucu kita?

Pada tahun 2016, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement sehingga berkewajiban untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai langkah konkrit dalam upaya pencegahan perubahan iklim. Target penurunan emisi sampai tahun 2030 adalah sebesar 29% dan bisa dioptimalkan sampai dengan 41% jika ada dukungan internasional. 

Upaya penurunan GRK tersebut dengan lebih dari 97% ditargetkan terhadap sektor Kehutanan dan Energi, serta selebihnya dibebankan pada sektor pertanian, industri, dan limbah.

Julukan Negeri Zamrud Khatulistiwa yang kita bangga-banggakan tentunya hanya akan menjadi sebuah julukan tanpa fakta jika tidak ada upaya sungguh-sungguh dari kita dalam upaya pelestarian lingkungan. 

Hutan Indonesia sebagai representasi Zamrud Khatulistiwa, selama puluhan tahun diekspoitasi dalam intensitas yang masif. Deforestasi yang terjadi melalui proses legal ataupun ilegal telah mengekpos GRK ke atmosfer dalam jumlah yang luar biasa besar.

Contoh nyata eksploitasi yang berpotensi menyebabkan kerusakan hutan dalam skala luar biasa besar adalah pertambangan batubara. Hutan-hutan di Kalimantan menyimpan deposit batubara yang melimpah.

Perlu kita ketahui, pertambangan batubara di Kalimantan tidak seperti kebanyakan pertambangan batubara di Cina yang harus membuat terowongan berkilo-kilometer untuk menambangnya, melainkan pertambangan terbuka dengan letak deposit batubara yang dekat atau bahkan mencuat di permukaan tanah. 

Penambangan batubara terbuka dilakukan dengan menebang pohon di atas lahan yang mengandung batubara, mengeruk lapisan tanah atasnya (top soil), dan barulah dikeruk deposit batubaranya dengan alat berat. Relatif mudah, cepat, dan minim risiko bagi penambangnya.

Tidak hanya membuka lahan hutan untuk menambang batubara, ribuan hektar lahan hutan juga dibuka untuk pembuatan jalan khusus angkutan truk batubara sejauh puluhan kilometer, menghubungkan lokasi tambang dengan pelabuhan terdekat. 

Luar biasa potensi emisi GRK dari kegiatan ini, selain emisi yang muncul dari hilangnya ribuan bahkan jutaan pohon, emisi juga terjadi ketika batubara dibakar sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

 Ironisnya, sekalinya hutan hujan tropis di Kalimantan ditebang, sulit untuk menumbuhkannya kembali dalam waktu relatif cepat mengingat jenis tanahnya yang termasuk tanah tua dengan kandungan unsur hara yang rendah, mengakibatkan pohon baru sulit tumbuh dan perlu puluhan tahun untuk mengembalikan vegetasi di atasnya. Kalaupun dilakukan reboisasi akan membutuhkan dana yang besar untuk perawatan intensif.

Mengingat berbagai macam akibat dari kegiatan ekonomi yang ternyata berdampak buruk terhadap perubahan iklim, beberapa tahun terakhir ini semakin menggema model-model kegiatan ekonomi yang mengedepankan investasi hijau, dimana investasi-investasi tersebut menyasar proyek-proyek yang ramah lingkungan ataupun yang bisa mengefisienkan penggunaan energi. 

Upaya mendorong Investasi Hijau juga sejalan dengan salah satu dari tiga isu prioritas Forum G20 Tahun 2022 yaitu isu Sustainable Energy Transition.  

Isu transisi energi berkelanjutan alias energi ramah lingkungan sangat relevan dengan semangat Paris Agreement  untuk mencegah kenaikan suhu global dengan pengurangan penggunaan energi fosil seperti Minyak Bumi dan Batubara. 

Dalam hal ini, Indonesia mempunyai modal kuat untuk mengakselerasi transisi energi berkelanjutan dan memajukan perekonomiannya melalui investasi hijau. Indonesia mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga surya. Indonesia juga terletak dalam Ring of Fire yang mengandung potensi panas bumi yang sangat besar. 

Demikian juga dengan melimpahnya sumber daya air dan angin juga bisa menjadi pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Berbagai investasi Pembangkit EBT perlu mendapatkan dukungan berupa insentif ekonomi dari pemerintah agar semakin banyak investor yang berminat menanamkan modalnya di sektor ini.

Tak kalah pentingnya adalah sektor Kehutanan. Bagaimana revolusi pengelolaan hutan harus segera dijalankan. Hutan yang selama puluhan tahun pengelolaannya terfokus pada eksploitasi hasil hutan berupa kayu yang sangat merusak ekosistem hutan, saat ini harus segera berfokus pada hasil hutan non kayu termasuk manfaat lingkungan yang ada di dalamnya. Salah satu manfaat lingkungan yang nyata dari keberadaan hutan adalah penyimpan karbon. 

Dengan semakin menyusutnya luas kawasan hutan, perlu pengelolaan yang inovatif, bagaimana hutan tersebut tetap lestari, tetapi juga tetap memberikan kontribusi ekonomi yang besar kepada masyarakat. 

Konsep pengelolaan hutan lestari salah satunya dengan konsep perdagangan karbon perlu segera diwujudkan karena selama ini perdagangan karbon hanya sekedar konsep atau wacana dan hanya dalam jumlah relatif kecil yang benar-benar terimplementasi di lapangan.

Inilah tantangan yang perlu dipikirkan bersama bagaimana merancang model yang mudah diimplementasikan dari investasi hijau khususnya proyek perdagangan karbon sehingga bisa berkontribusi terhadap perekonomian dan kelestarian lingkungan secara simultan. 

Dengan semakin banyaknya investasi hijau tentu akan mendorong percepatan Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi GRK seperti yang diamanatkan Paris Agreement.

Menyambut gaung investasi hijau, Kementerian Keuangan sudah membuat rumusan terkait kebijakan pajak karbon yang segera akan diimplementasikan dan hasil dari pajak karbon ini akan digunakan untuk berbagai proyek ramah lingkungan. 

Tidak ketinggalan dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia selaku Ketua Asian Consultative Council (ACC)-BIS dalam siaran persnya tanggal 25 Februari 2022 menyatakan mendukung penerbitan Asian Green Bond Fund oleh Bank for International Settlements (BIS). 

Asian Green Bond Fund ini adalah salah satu bentuk nyata investasi hijau yang bertujuan untuk memberikan saluran bagi penempatan cadangan devisa berbagai Bank Sentral untuk diinvestasikan pada proyek-proyek ramah lingkungan terutama untuk proyek-proyek energi terbarukan ataupun efisiensi energi di kawasan Asia Pasifik. 

Menurut Bappenas, proses pengembangan proyek-proyek hijau saat ini dalam fase mendapatkan dukungan untuk mencapai tahap kelayakan pendanaan oleh perbankan (bankable).

Tahun 2022 ini, peran sentral Indonesia sebagai ketua G20 memberikan momentum bagi Indonesia untuk mendorong negara-negara G20 yang menguasai lebih dari 80% PDB dunia untuk menggalakan dan bekerja sama dalam investasi hijau di berbagai sektor terutama sektor Energi dan Kehutanan, agar dunia bisa mengakselerasi target penurunan emisi GRK dalam upaya pencegahan perubahan iklim global yang bahayanya sudah berada di depan mata.

Tantangan global di bidang perubahan iklim tahun ini mendapatkan ujian yang cukup berat. Di tengah-tengah krisis pasokan gas Rusia, negara-negara Eropa mempertimbangkan untuk menggunakan batubara untuk menghidupkan kembali pembangkit listrik  tenaga uap. 

Hal ini jelas merupakan hal yang kontraproduktif dengan semangat Paris Agreement yangmana selama ini negara-negara Eropa lah yang menjadi pemimpin dalam penggunaan energi terbarukan. 

Penggunaan kembali energi fosil yang sangat polutif yaitu batubara, berpotensi menihilkan upaya-upaya pengurangan emisi GRK yang sudah berjalan positif satu dasawarsa terakhir ini. Hal ini tentu juga tidak sejalan dengan salah satu isu utama G20 tahun ini, yaitu Transisi Energi Berkelanjutan

Forum G20 tahun ini dengan Konferensi Puncaknya di Bali November mendatang, semoga bisa membawa hasil positif dalam upaya perdamaian Rusia-Ukraina. 

Dengan demikian, negara-negara G20 diharapkan bisa kembali kompak membuat kesepakatan bersama terkait upaya akselerasi kesejahteraan masyarakat global dengan tetap mengedepankan pembangunan ekonomi berbasis lingkungan sehingga transisi energi berkelanjutan tidak berjalan mundur ke belakang dan pada akhirnya mampu mengatasi bahaya perubahan iklim global yang ada di depan mata.

Kita semua berharap, momentum Presidensi G20 Indonesia ini merupakan momen terbaik untuk menggaungkan program investasi hijau guna menarik para investor untuk semakin yakin menanamkan modalnya di berbagai proyek hijau. 

Dengan modal melimpahnya energi baru terbarukan, hutan tropis, dan berbagai sumber daya lainnya menjadi suatu keniscayaan Indonesia bisa menjadi Role Model dalam program investasi hijau jika Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat mampu bersinergi secara apik untuk menyukseskan program ekonomi hijau.

Investasi hijau akan menjaga roda perekonomian terus berputar tanpa harus mengorbankan kelestarian lingkungan. Pada akhirnya nanti, kita bisa mewariskan Zamrud Khatulistiwa ini dengan seutuhnya kepada anak cucu kita, bukan sekedar slogan semata. Lirik lagu "Kolam Susu" karya Koes Plus pun akan tetap menggema dan relevan dengan kondisi Indonesia masa depan.

Investasi Hijau, Masa Depan Indonesia

Referensi:

https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_246622.aspx tgl akses 13 Juli 2022

https://www.bis.org/press/p220225.htm tgl akses 13 Juli 2022

http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/tentang/amanat-perubahan-iklim/komitmen-indonesia akses 13 Juli 2022

https://g20.org/ akses 13 Juli 2022

http://greengrowth.bappenas.go.id/investasi-hijau/ akses 23 Juli 2022

https://www.kompas.id/baca/opini/2021/10/27/urgensi-komitmen-ambisius-penurunan-gas-rumah-kaca akses 13 Juli 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun