Mohon tunggu...
Sony Hartono
Sony Hartono Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pria Yang Hobi Menulis

Kutulis apa yang membuncah di pikiranku

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Jangan Sampai Indonesia Ketinggalan Gerbong Era Pajak Tarif Rendah

21 Oktober 2018   00:11 Diperbarui: 21 Oktober 2018   11:45 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata setelah diteliti lebih lanjut, penurunan penerimaan pajak yang cukup signifikan terjadi pada kalangan menengah ke bawah, uniknya kontribusi penerimaan pajak dari golongan kaya naik berkali-kali lipat meskipun tarifnya turun. 

Fenomena yang terjadi di Amerika pada dekade 80-an itu bisa kita ambil sebagai pelajaran, manakala tarif pajak terlalu tinggi maka penghindaran pajak yang dilakukan oleh orang-orang kaya akan cukup besar, tetapi jika tarif pajak diturunkan golongan orang-orang kaya itu malah membayar pajak lebih besar karena mengurangi aktivitas tax planning dalam rangka penghindaran pajaknya.

Kurva Laffer saat itu mungkin tidak cocok diterapkan di Amerika, yang pada saat itu kontribusi PPh orang pribadinya didominasi kalangan menengah ke bawah. Jadi kalau tarifnya turun, kalangan menengah bawah yang selama ini biasanya lebih patuh pajak daripada golongan orang kaya akan menyumbang penurunan pajak dalam jumlah yang lebih besar. 

Lain halnya dengan golongan kaya yang mungkin sangat diuntungkan dengan penurunan tarif pajak itu, sehingga jika selama ini mereka melakukan penghindaran pajak dengan biaya yang cukup besar, ketika ada penurunan tarif pajak mereka berusaha mematuhinya. 

Dengan begitu mereka tidak berupaya melakukan penghindaran pajak, karena tentunya mereka akan berhitung bagaimana cost and benefit-nya jika mematuhi tarif pajak yang baru atau melakukan penghindaran pajak. 

Kalau yang terjadi di Amerika Serikat wajib pajak orang kaya  memberikan kontribusi berkali lipat dibandingkan sebelum terjadi penurunan pajak, berarti upaya penghindaran pajak yang mereka jalankan selama ini membutuhkan biaya yang lebih besar daripada jika mematuhi aturan pajak baru dengan tarif rendah. Nah, jika kebijakan Ronald Reagan itu diterapkan di Indonesia saat ini, saya yakin hasilnya bisa cukup mencengangkan. 

Mengutip detik.com, menurut Arif Budimanta, Direktur Eksekutif Megawati Institute menyatakan bahwa 1% orang kaya di negeri ini menguasai 45% kekayaan nasional Indonesia. Luar Biasa......! Jika tarif PPh rendah diberlakukan maka kontribusi penerimaan pajak dari orang-orang kaya di negeri ini akan signifikan mengalami peningkatan. 

Melihat kekayaan nasional yang dikuasai segelintir orang kaya itu, iming-iming  tarif rendah tentu akan memikat mereka untuk patuh pajak dan tidak melakukan penghindaran pajak, dan kontribusinya tentu akan jauh lebih besar dibandingkan golongan menengah ke bawah di Indonesia. Pada akhirnya kontribusi PPh orang pribadi di Indonesia diharapkan bisa mengimbangi bahkan melebihi kontribusi PPh Badan.

Beberapa tahun terakhir ini berbagai negara di belahan dunia berlomba-lomba untuk menurunkan pajak penghasilan baik PPh orang pribadi ataupun badan. Hal tersebut dilakukan demi menarik investasi asing, memberikan insentif terhadap kegiatan perekonomian, ataupun memperkuat daya  beli masyarakat. Puncaknya adalah ketika Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump menurunkan secara signifikan.

Pajak Korporasi (badan) dari semula 35% menjadi 21%. Begitu pula dengan PPh orang pribadi diturunkan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Apa yang kita lihat dari dampak kebijakan itu adalah Amerika Serikat saat ini dalam kondisi ekonomi yang sangat kuat dengan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa untuk negara sebesar Amerika yaitu 4,2% pada kuartal II 2018 ini.

Kebijakan Donald Trump tadi ternyata cukup efektif untuk membuat dunia berguncang, termasuk Indonesia. Banyak dana asing yang keluar dari Indonesia menuju Amerika Serikat karena iklim investasi dan insentif pajak yang sangat menarik di sana. Rupiah kita pun ikut terkena getahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun