Mohon tunggu...
Ari Sony
Ari Sony Mohon Tunggu... Administrasi - Bung Arson, Pengamat dan Pemerhati Olahraga Khususnya Sepakbola

Olahraga adalah nadi yang harus selalu digerakkan, dan ketika menulis topik lainnya harus sesuai dengan sudut pandang sendiri dan pemikiran yang matang

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Timnas Indonesia Puasa Gelar Selama 30 Tahun karena Karma Sepak Bola Gajah

11 Desember 2021   05:30 Diperbarui: 11 Desember 2021   19:55 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini Timnas Indonesia di bawah asuhan Coach Shin Tae-yong (STY) sedang berjuang untuk merebut trofi pertama Piala AFF 2020. Turnamen Piala AFF 2020, untuk pertama kalinya sejak tahun 2004 hanya digelar di satu negara, yaitu Singapura akibat adanya pandemi covid-19.

Timnas Indonesia sendiri tergabung di Grup B bersama, Vietnam, Malaysia, Laos dan Kamboja. Di laga pertama, Timnas Indonesia mampu mengalahkan Kamboja dengan skor 4-2.

Gol-gol Timnas Indonesia dicetak oleh Rachmat Irianto pada menit ke-4 dan menit ke-33, Evan Dimas di menit ke-17 dan gol penutup Indonesia dicetak Ramai Rumakiek di menit ke-54. Sementara, dua gol balasan dari Kamboja dicetak oleh Yue Sufy pada menit ke-37 dan Prak Mony Udom di menit ke-60.

Meski selama ini Kamboja sering dipandang sebelah mata, namun dalam beberapa tahun terakhir, sepakbola Kamboja mulai bangkit setelah menunjuk Keisuke Honda sebagai pelatih kepala mereka sejak tahun 2018.

Dalam pertandingan kali ini, Timnas Indonesia memang unggul dengan skor 4-2. Namun, secara permainan Kamboja sempat menyulitkan lini pertahanan Indonesia dan memberikan perlawanan yang berarti.

Dengan kombinasi umpan pendek merapat, pressing tinggi ke pemain Indonesia dan akselerasi kecepatan kedua pemain sayap, membuat Timnas Indonesia sempat keteteran di 30 menit akhir pertandingan.

Hal ini membuat coach STY merasa kecewa, karena para pemain gagal menerapkan strategi yang ia jalankan. Sesuai laga, Coach STY membuat pernyataan bahwa pemain hanya menerapkan 50 persen dari instruksinya dan pemain Timnas Indonesia dianggapnya terlalu meremehkan Kamboja sejak unggul mudah 3-0.

Selanjutnya coach STY, akan melakukan evaluasi kepada seluruh pemain atas hasil yang diperoleh saat lawan Kamboja, sehingga dalam beberapa laga ke depan saat bertemu dengan Laos, Vietnam dan Malaysia, Timnas Indonesia dapat menyapu bersih kemenangan.

PSSI dan Coach STY tak memasang target juara di Piala AFF 2020, namun bagi pecinta sepakbola tanah air target juara adalah harga mati yang harus dipenuhi demi menjaga harga diri dan gengsi. Apalagi Timnas Indonesia belum pernah merasakan meraih gelar juara Piala AFF.

Bahkan Timnas Indonesia mendapatkan julukan sebagai spesialis runner up di kejuaraan Piala AFF. Bukan tanpa sebab, Indonesia mendapatkan julukan ini, karena dalam 5 kali kesempatan menapaki laga final Piala AFF, Timnas Indonesia selalu gagal meraih gelar juara. Indonesia harus puas sebagai runner up, yaitu di Piala AFF tahun 2000, 2002, 2004, 2010 dan terakhir 2016.

Timnas Indonesia telah merasakan puasa gelar selama 25 tahun, sejak Piala AFF pertama kali digelar pada tahun 1996, yang dulunya bernama Piala Tiger. Bahkan jika ditarik mundur ke ajang SEA Games, Timnas Indonesia merasakan puasa gelar juara selama 30 tahun.

Karena sebelum ada Piala Tiger 1996 ajang sepakbola SEA Games merupakan ajang paling bergengsi bagi persepakbolaan di wilayah ASEAN. Di SEA Games 1991 Manila, Filipina, terakhir kali Timnas Indonesia meraih medali emas.

Apa yang menyebabkan Timnas Indonesia gagal berprestasi selama 30 tahun ini? Apakah ada kaitannya dengan karma tragedi sepakbola gajah di Piala Tiger 1998. Entahlah, namun yang jelas sejak tragedi itu terjadi, Timnas Senior Indonesia hingga saat ini gagal berprestasi sebagai juara di semua ajang kejuaraan.

Tidak hanya selalu gagal di Piala AFF, Timnas Indonesia juga selalu gagal meraih medali emas setelah insiden memalukan sepakbola gajah yang terjadi di Piala Tiger 1998. Prestasi terbaik Indonesia setelah tahun 1998, hanya mampu meraih 3 medali perak pada pelaksanaan SEA Games 2011, 2013 dan 2019.

Bagaimana sebenarnya kronologi yang terjadi di Piala Tiger 1998, sehingga menyebabkan Timnas Indonesia melakukan tindakan konyol, dengan melakukan sepakbola gajah saat bertemu Thailand di laga terakhir penyisihan grup.

Saat tampil di Piala Tiger 1998 Vietnam, skuad yang dibawa oleh pelatih saat itu, yaitu Alm. Rusdy Bahalwan sangat mumpuni dan mempunyai kans untuk menjuarai ajang paling prestisius di Kawasan ASEAN.

Di skuad Piala Tiger 1998 ada nama-nama pemain berkualitas seperti, Kurnia Sandy, Hendro Kartiko, Anang Ma'ruf, Aji Santoso, Mursyid Effendi, Sugiantoro, Nur'alim, Imam Riyadi, Bima Sakti, Kuncoro, Uston Nawawi, Widodo Cahyono Putro, Yusuf Ekodono, Miro Baldo Bento, dan Kurniawan Dwi Yulianto.

Dalam dua laga awal pertandingan penyisihan grup A, Timnas Indonesia mampu mengalahkan Filipina dengan skor 3-0, kemudian di pertadingan kedua mengalahkan Myanmar dengan skor 6-2.

Setelah melewati dua laga, Timnas Indonesia memuncaki klasemen sementara dengan 6 poin, sementara Thailand ada di posisi kedua dengan 4 poin. Di laga terakhir Timnas Indonesia harus bersua dengan Thailand untuk berebut tiket sebagai juara grup, hanya butuh hasil imbang bagi Indonesia untuk menyegel posisi sebagai juara grup A.

Sementara di grup B, Singapura berhasil lolos ke babak semifinal dengan status juara grup, sedangkan tuan rumah Vietnam harus puas hanya menempati posisi runner up grup, karena kalah selisih gol dari Singapura.

Ternyata hasil akhir posisi klasemen di Grup B, mempengaruhi jalannya laga pertandingan terakhir antara Indonesia melawan Thailand. Melihat jalannya pertandingan babak pertama yang berakhir dengan skor 0-0. Mengindikasikan bahwa Thailand tidak berniat untuk mencetak gol ke gawang Indonesia, sementara Timnas Indonesia juga tidak berniat mencetak gol ke gawang Thailand.

Sehingga pertandingan berjalan sangat membosankan. Melihat pertandingan pada babak pertama antara Indonesia melawan Thailand, ada indikasi jika kedua tim sengaja menghindar, untuk tidak bertemu lawan Tangguh Vietnam di babak semifinal.

Ada beberapa hal, yang menyebabkan saat itu, Indonesia dan Thailand sangat takut bertemu dengan Vietnam:

1. Vietnam sebagai tuan rumah

2. Fanatisme dukungan suporter Vietnam sangat militan, meraih hasil kemenangan di babak penyisihan grup, perayaannya seperti memenangi gelar Piala Dunia

3. Saat itu, skuad Vietnam dalam performa puncak dan sangat disegani lawan

4. Faktor wasit yang saat itu berpihak kepada tuan rumah

Jalannya laga di babak kedua masih sama saja, Indonesia dan Thailand tidak berniat mencari kemenangan. Saat Timnas Indonesia berhasil mencetak gol melalui Miro Baldo Bento pada menit ke-52, gantian Thailand menyamakan skor menjadi 1-1, melalui gol yang dicetak Kritsada Piandit pada menit ke-62.

Indonesia kembali mencetak gol melalui Aji Santoso di menit ke-84, Thailand gantian membalasnya dan menyamakan skor menjadi 2-2 melalui gol yang dicetak Therdsak Chaiman, di menit ke-86.

Akhirnya keanehan yang terjadi selama 90 menit pertandingan terjawab oleh gol bunuh diri paling memalukan dari Mursyid Effendi. Dengan sengaja Mursyid Effendi mencetak gol ke gawang sendiri yang dijaga oleh Hendro Kartiko. Dan lucunya, saat itu Yusuf Ekodono malah melakukan tepuk tangan.

Dengan hasil akhir ini, di babak semifinal Indonesia bertemu dengan Singapura dan Thailand bertemu dengan Vietnam. Akibat melakukan sepakbola gajah, Thailand dan Indonesia langsung terkena karmanya, kedua tim tersisih di babak semifinal.

Indonesia kalah dari Singapura dengan skor 1-2 dan Thailand kalah dari tuan rumah Vietnam dengan skor 0-3.

Singapura akhirnya keluar sebagai juara Piala Tiger 1998, setelah berhasil mengalahkan tuan rumah Vietnam dengan skor 1-0. Sementara, Timnas Indonesia hanya puas sebagai peraih tempat ketiga, setelah berhasil kalahkan Thailand dalam babak adu penalti.

Hingga saat ini dalang dan pembuat skenario terjadinya sepakbola gajah di Piala Tiger 1998 tidak pernah terungkap. Mursyid Effendi harus menanggung akibat ini semua, dengan mendapatkan hukuman larangan tidak boleh tampil seumur hidup di semua level Oleh AFC. Kemudian berjalannya waktu, ia mendapat keringanan, hanya tidak boleh bermain di ajang internasional.

Apakah karena hingga saat ini, semuanya tidak terungkap dan tidak ada yang mengakui atas kesalahan tragedi ini, menyebabkan Timnas Indonesia mendapatkan karma terberatnya. Semesta tidak mengizinkan Timnas Indonesia mengangkat trofi di level senior maupun meraih medali emas di ajang SEA Games.

Semoga hal ini, hanyalah sebuah dongeng yang karmanya dapat dilunturkan oleh coach STY dan skuad pemain Timnas Indonesia saat ini, yang sedang berjuang di Piala AFF 2020. Doa terbaik untuk skuad garuda, semoga berhasil keluar sebagai juara Piala AFF 2020.

Bravo Garuda, Salam Juara Piala AFF 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun