[caption caption="Menikmati keindahan Danau Toba dari Taman Simalem"][/caption]Akhir tahun 2015 yang lalu, seperti biasa saya melakukan perjalanan bersama keluarga. Dan destinasi yang kami pilih adalah sekitaran Danau Toba dan Pulau Samosir lagi. Mungkin memang tempat ini adalah lokasi liburan favorit keluarga saya karena leluhur kami berasal dari sana. Walaupun kami menuju tempat yang sama, namun kali ini kami menggunakan jalur yang berbeda dengan jalur yang pernah kami lalui ketika liburan keluarga di tahun sebelumnya. Menurut mama, sebenarnya kami juga sudah pernah melalui jalur itu ketika kami masih sangat kecil, jadi pasti kami sudah lupa. Lagi pula di jalur yang kami lalui ini ada beberapa destinasi wisata baru yang bagus untuk didatangi.
Berastagi dan Kabanjahe
Kami berangkat sekitar pukul 8 pagi dari kota Medan. Destinasi pertama kami adalah Berastagi. Awalnya kami berencana mendatangi Mikie Holiday di sana, tetapi menurut info yang kami peroleh, pada tanggal kedatangan kami, tempat ini ramai sekali, jadi kami hanya melewatinya. Lewat kota Kabanjahe, kami sempat singgah di sebuah kawasan kebun jeruk (bukan Kebon Jeruk yang di Jakarta Barat itu ya.. hahaha). Kalau di kawasan Puncak Cipanas Bogor atau Lembang Bandung, Jawa Barat, pengunjung bisa mendatangi kebun strawberry dan memetik buahnya sendiri, maka di daerah ini pengunjung bisa memetik buah jeruk langsung dari pohonnya.
Jeruk dari Kabupaten Karo ini adalah favorit saya, rasanya manis dan buahnya segar. Dan memang hasil buah dan sayur dari perkebunan di Kabupaten Karo ini terkenal bagus dan harganya murah sekali, jadi kami tidak pernah lupa untuk membeli buah setiap melewati kawasan tersebut. Sebagian buah yang kami beli itu kami makan di dalam mobil sepanjang perjalanan sebagai camilan, dan sebagian di bawa untuk dijadikan pencuci mulut setelah makan.
Taman Simalem
Sekitar pukul 11.30 kami tiba di Merek. Di sini ada tempat rekreasi yang sangat terkenal bernama Taman Simalem. Tempat ini adalah kawasan wisata yang dikelola swasta dengan luas sekitar 200-an hektar di ketinggian 1.200 mdpl. Saya melihat tempat ini sebagai one stop tourism object and activity. Di dalamnya tersedia penginapan, restoran, pertunjukan music, waterfall, camping point, tracking area, taman bunga, jalur bersepeda, kebun buah, souvenir shop khas Sumatera Utara, dan tentunya dengan pemandangan Danau Toba yang cantik. Saya sudah berkali-kali mendengar cerita tentang indahnya pemandangan Danau Toba di tempat ini, dan akhirnya hari itu saya tiba di sana dan bisa menikmati Danau Toba yang tenang dan indah dari sisi yang baru.
Kami makan siang di sana, dengan menu rumah, yang (seperti biasa) selalu disiapkan mama untuk dibawa selama perjalanan panjang. Ini yang selalu saya senangi ketika liburan bersama keluarga di kampung halaman, makan lesehan dengan menu rumahan yang disiapkan sendiri oleh mama di tempat yang indah, tenang dan sejuk, lalu makan penutupnya selalu adalah buah jeruk yang segar dan manis. Rasanya makanan jadi lebih enak, pemandangan jadi lebih indah, udara lebih cerah dan segar.
Selesai makan siang kami kembali ke Berastagi. Sekitar pukul 5 sore kami tiba di Berastagi. Kami menginap semalam di sana di sebuah vila sewaan di depan Mikie Holiday. Sore itu kami habiskan dengan bercengkerama di ruang tv, bermain bola di taman dan minum teh hangat sambil menonton tv.
Hari kedua liburan kami menuju Pulau Samosir melalui jalur Merek dan Tele. Kami berangkat sekitar pukul 9 dari Berastagi. Sekitar pukul 11 kami melintasi Sumbul di Kabupaten Dairi. Jalanan di sini berkabut tebal sekali dan sisi jalan yang kami lewati adalah hutan dan jurang. Saya mengira jarak pandang maksimal hanya 10 meter, sehingga kendaraan yang kami tumpangi harus berjalan melambat. Setelah melewati jalanan berkabut itu, kami memasuki kawasan pedesaan yang diisi barisan rumah sederhana, kebun warga, persawahan yang sedang dibajak dengan kerbau. Hari itu adalah hari Minggu, jadi saya juga melihat barisan orang-orang yang berjalan ke gereja dengan pakaian yang rapi dan membawa Alkitab dan buku nyanyian di tangan. Sungguh suatu pemandangan yang sudah lama sekali tidak saya lihat.
Tele
Dan sekitar pukul 12 kami tiba di Tele, dan kami berhenti sebentar di sana. Saya baru tahu di sana ada sebuah menara pandang, karena selama ini yang saya tahu bahwa Tele adalah jalur darat menuju Pulau Samosir yang jalannya berkelok-kelok sekali dengan jurang di salah satu sisinya. Ternyata pemandangan di sini indah sekali. Walaupun mama saya bilang, kami pernah lewat jalan itu ketika masih kecil, tapi saya tidak ingat sama sekali. Jadi saya menganggap itu adalah kali pertama saya melihat pemandangan indah Danau Toba dari Tele.
Pulau Samosir
Keluarga saya adalah keluarga Batak Toba yang leluhurnya berasal dari Pulau Samosir ini. Banyak nama daerah di Pulau Samosir dan beberapa daerah lain di Kabupaten Toba dan Tapanuli Utara sama dengan beberapa marga-marga dalam Batak Toba, karena memang dari sanalah kami berasal.
Setelah melewati Tele tibalah kami di Pulau Samosir. Kami melewati kota Pangururan, yang merupakan ibukota Kabupaten Samosir. Dari sana kami menuju Tamba terlebih dahulu. Dulu waktu saya masih SD, saya ingat sekali pernah ke Tamba, kami naik kapal kecil bermesin ke sana. Tapi sekarang sudah ada kapal feri yang bisa menyeberangkan mobil dan motor. Tamba adalah sebuah desa biasa di Kabupaten Samosir, yang kebanyakan penduduknya hidup dari bertani, jadi banyak sekali sawah dan kebun di sana. Tamba ini tidak berada di Pulau Samosir, tetapi jalan darat menuju tempat itu jelek sekali dan sangat berliku, sehingga waktu tempuhnya lebih lama dibanding menyeberang dari Pulau Samosir lewat Danau Toba. Kami tidak lama di Tamba, hanya melihat tanah warisan nenek untuk abang saya, dan bertemu dengan orang yang bekerja di tanah tersebut.
Dari Tamba kami bergerak ke Urat. Kami melewati Mogang dan Palipi. Yang saya ingat ketika melintasi tempat itu adalah mendiang ayah saya. Ya, Samosir adalah kampung halaman ayah saya, beliau lahir dan besar di sana. Tamba adalah kampung halaman mendiang opung boru (sebutan untuk nenek dalam keluarga Batak Toba), Urat adalah kampung halaman mendiang opung doli (sebutan untuk kakek dalam keluarga Batak Toba). Ayah saya dulu sering bercerita kalau beliau bersekolah di Mogang ketika SD dan di Palipi ketika SMP.
Saya senang sekali dengan pemandangan yang kami lewati sepanjang jalan ini, sawah yang luas di sisi kiri dan kanan, namun di sisi kiri dilatarbelakangi dengan perbukitan, dan di sisi kanan dilatarbelakangi dengan Danau Toba yang indah. Dan di beberapa titik bahkan jalanan bersisian langsung dengan Danau Toba. Pemandangan yang sungguh menyejukkan mata.
Dan sekitar pukul 5 sore kami tiba di Urat. Tepat di hari kami tiba di sana, ada sebuah acara perayaan 75 tahun perkumpulan marga saya, jadi Urat ramai sekali hari itu hingga 2 hari kemudian, karena acara digelar selama 3 hari. Tapi tujuan kami ke Urat bukan untuk menghadiri acara itu, tetapi hanya melihat rumah warisan opung saya. Dulu waktu masih kecil, kami terbiasa berjalan kaki ke rumah opung dari jalan utama, kami harus berjalan kaki selama sekitar 2 jam, karena harus mendaki bukit, melewati lembah, menyebrang sungai, melintasi persawahan dan menuruni bukit lagi hingga tiba di halaman rumah opung yang sangat luas itu. Tapi sekarang jalan ke sana sudah cukup bagus, sehingga mobil bisa masuk. Kami cukup menuruni bukit terakhir dengan berjalan kaki sekitar 15 menit untuk sampai di halaman rumah opung.
Waktu saya masih kecil, saya tidak pernah memikirkan betapa melelahkannya perjalanan itu, mungkin karena saya adalah anak kota yang senang melihat sawah, kebun dan padang rumput yang luas tempat kerbau makan, atau mungkin karena waktu itu saya sedang dalam masa liburan sekolah, jadi yang terbawa hanya perasaan senang. Sekarang baru saya berpikir, itu jauh sekali.
Rumah opung saya adalah tipikal rumah pedesaan yang berbentuk rumah panggung dengan pemandangan sawah dan kebun yang luas di segala sisinya. Jadi sore itu kami sempat berjalan keliling sebentar di persawahan di sekitar rumah opung sambil mengenang masa kecil kami ketika menghabiskan waktu liburan sekolah di sana. Sayangnya kami tidak bisa masuk ke dalam rumah, karena memang rumah itu sudah kosong dan pengjaganya sedang tidak ada di rumahnya, sehingga kami tidak bisa mendapatkan kunci rumah.
Pukul 6 sore kami kembali ke jalan utama dan singgah sebentar ke acara perayaan 75 tahun kumpulan marga (Jubileum 75 tahun PPTSB) di monumen peringatannya (Toga Sinaga). Monumen Toga Sinaga ini berada di atas bukit, sehingga kami perlu menaiki ratusan anak tangga untuk tiba di sana. Tempat ini ramai sekali, sampai saya berpikir, betapa banyaknya ‘saudara’ semarga saya, padahal saya yakin, ini belum semuanya datang.
[caption caption="Pemandangan ke Danau Toba dari Toga Sinaga di Urat"]
Malam itu kami menginap di rumah salah satu kerabat di Palipi. Seperti keluarga Batak Toba kebanyakan, saat tiba di rumah kerabat saya itu, kami bersalaman dan berkumpul sebentar lalu makan malam bersama dan tidur beramai-ramai di ruang tamu beralaskan tikar. Sederhana, tapi menyenangkan karena sudah lama sekali tidak melakukan hal yang seperti itu.
Hari ketiga liburan, kami berangkat pukul 7 pagi dari rumah kerabat kami tersebut. Tapi sebelum berangkat, kami disediakan lapet dan pohul-pohul (kue basah khas batak yang terbuat dari beras ketan atau singkong halus yang dicampur gula merah) beserta teh manis hangat, makanan favorit saya untuk sarapan di tanah Batak.
Pangururan
Pagi itu kami berangkat menuju Pangururan. Ibukota Kabupaten Samosir ini terkenal dengan tempat pemandian air panasnya. Jadi kami memang sengaja belum mandi ketika berangkat dan mandi di tempat tersebut. Kami memilih salah satu tempat pemandian air panas alami di kolam yang tertutup untuk keluarga. Puas berendam di kolam pemandian selama satu jam, kami pun berkemas dan duduk-duduk santai sejenak di warung makan di sekitar pemandian air panas tersebut sambil menyantap mie khas orang Batak yang disebut mie gomak.
Sekitar pukul 10 kami melanjutkan perjalanan di Pulau Samosir. Kami menuju Tuktuk, lokasi wisata yang paling terkenal di Samosir, banyak turis asing yang datang ke tempat Tuktuk. Dan lagi-lagi sepanjang perjalanan menuju Tuktuk mata saya dimanjakan dengan indahnya pemandangan Danau Toba di sisi kiri jalan dengan sawah-sawah yang luas di sekitarnya.
Tuktuk
Pukul 2 siang kami pun tiba di penginapan kami di Tuktuk. Setelah check in dan memasukkan barang-barang bawaan kami ke dalam kamar, saya pergi sebentar ke Tomok untuk membeli makanan. Hari itu Tomok ramai sekali, terutama di pelabuhan penyebrangan kapal feri, banyak mobil antri sehingga membuat jalanan macet panjang.
Sebenarnya ada beberapa objek wisata yang menarik di Tuktuk, seperti pemakaman Raja Batak dengan perkampungan tradisional Batak yang menyediakan pertunjukan tarian khas Batak Toba, yaitu Tortor. Tapi saya sudah pernah mengunjunginya setiap saya berlibur ke sini, dan saya ini adalah kunjungan saya yang kesekian kali di Tuktuk, jadi saya pikir semua sudah pernah saya lihat. Lagi pula di waktu libur akhir tahun seperti itu semua tempat wisata ramai sekali, jadi saya memilih untuk tidur siang, karena jarang sekali saya bisa tidur siang apalagi di kamar yang langsung menghadap Danau Toba.
[caption caption="Foto keluarga di tepian Danau Toba di depan cottage"]
Sore hari saya terbangun dan memutuskan untuk berenang di Danau Toba. Seperti biasanya, air Danau Toba di kawasan wisata Tuktuk itu sejuk dan bersih, jadi saya selalu senang berenang di sana. Malam harinya kami hanya berkumpul dan berbincang bersama-sama di teras kamar lalu tidur.
Sidamanik dan Siantar
Hari terakhir liburan di Danau Toba, kami meninggalkan Tuktuk dengan kapal penumpang yang datang menjemput ke jetty di dekat kamar kami. Sekitar jam 11 siang kami sudah tiba di Parapat dan segera menuju Siantar. Kami memilih jalur Sidamanik untuk melihat pemandangan yang berbeda. Dan lagi-lagi kami tetap bisa menikmati pemandangan Danau Toba hingga berbelok ke Sidamanik. Dan saya baru tahu kalau ada perkebunan teh seperti di daerah Sidamanik ini.
Sekitar pukul 2 siang kami sudah tiba di Siantar, dan kami langsung menuju Jl. Bandung untuk makan siang. Di sana ada penjual bakmi yang rasanya terkenal sangat enak. Setiap saya ke siantar saya tak pernah lupa untuk singgah di sana, dan antriannya selalu saja ramai. Kenyang makan bakmi, kami singgah ke Toko Ganda, toko roti paling terkenal di seluruh Siantar dan tak pernah sepi pengunjung sejak saya masih kecil, karena rotinya memang enak dan yang khas adalah selai serikayanya.
Dan saatnya kami kembali ke kota Medan. Tapi di sekitar Tebing Tinggi kami sempat singgah sebentar di sekitar daerah perkebunan untuk membeli lemang. Di sepanjang jalan lintas Medan-Siantar itu sejak dulu memang banyak penjual lemang dan es kelapa muda. Sebenarnya saya inigin singgah juga di daerah oleh-oleh jajanan Serdang Bedagai, sayangnya kami memilih jalan yang berbeda karena jalan biasa lebih macet karena arus mudik.
Saya benar-benar merasa dimanja dengan liburan ini. Mata segar dengan semua pemandangan indah Danau Toba dari sisi lain yang belum pernah saya lihat, perut saya kenyang dengan berbagai makanan khas Sumatera Utara, udara yang saya hirup pun segar dan bersih sekali dan segala memori tentang keluarga besar yang ada di pikiran saya. Mungkin memang Danau Toba adalah destinasi wisata favorit saya di seluruh dunia, karena berapa kali pun melihatnya dari berbagai sisi, saya selalu merasa senang dan selalu indah. Selalu ada perasaan seperti “I’m belong to this place” setiap saya melihat Danau Toba, mungkin karena leluhur saya berasal dari daerah sekitar Danau Toba.
Puas rasanya melihat Danau Toba dari Kabupaten Karo, Kabupaten Samosir dan Kabupaten Simalungun. Saya berharap ada kesempatan lain mengunjungi Danau Toba, saya ingin menikmatinya dari Kabupaten Tobasa. Dan saya berharap agar keindahannya tetap terjaga sehingga kapan pun saya datang ke sana, saya bisa tetap merasa “pulang’.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H