Mohon tunggu...
Sonti Soraya Sinaga
Sonti Soraya Sinaga Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

a full time officer, sometimes a traveller

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Danau Toba, Saya Pulang..

20 Januari 2016   14:56 Diperbarui: 20 Januari 2016   15:03 1303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pulau Samosir

Keluarga saya adalah keluarga Batak Toba yang leluhurnya berasal dari Pulau Samosir ini. Banyak nama daerah di Pulau Samosir dan beberapa daerah lain di Kabupaten Toba dan Tapanuli Utara sama dengan beberapa marga-marga dalam Batak Toba, karena memang dari sanalah kami berasal.

Setelah melewati Tele tibalah kami di Pulau Samosir. Kami melewati kota Pangururan, yang merupakan ibukota Kabupaten Samosir. Dari sana kami menuju Tamba terlebih dahulu. Dulu waktu saya masih SD, saya ingat sekali pernah ke Tamba, kami naik kapal kecil bermesin ke sana. Tapi sekarang sudah ada kapal feri yang bisa menyeberangkan mobil dan motor. Tamba adalah sebuah desa biasa di Kabupaten Samosir, yang kebanyakan penduduknya hidup dari bertani, jadi banyak sekali sawah dan kebun di sana. Tamba ini tidak berada di Pulau Samosir, tetapi jalan darat menuju tempat itu jelek sekali dan sangat berliku, sehingga waktu tempuhnya lebih lama dibanding menyeberang dari Pulau Samosir lewat Danau Toba. Kami tidak lama di Tamba, hanya melihat tanah warisan nenek untuk abang saya, dan bertemu dengan orang yang bekerja di tanah tersebut.

Dari Tamba kami bergerak ke Urat. Kami melewati Mogang dan Palipi. Yang saya ingat ketika melintasi tempat itu adalah mendiang ayah saya. Ya, Samosir adalah kampung halaman ayah saya, beliau lahir dan besar di sana. Tamba adalah kampung halaman mendiang opung boru (sebutan untuk nenek dalam keluarga Batak Toba), Urat adalah kampung halaman mendiang opung doli (sebutan untuk kakek dalam keluarga Batak Toba). Ayah saya dulu sering bercerita kalau beliau bersekolah di Mogang ketika SD dan di Palipi ketika SMP.

Saya senang sekali dengan pemandangan yang kami lewati sepanjang jalan ini, sawah yang luas di sisi kiri dan kanan, namun di sisi kiri dilatarbelakangi dengan perbukitan, dan di sisi kanan dilatarbelakangi dengan Danau Toba yang indah. Dan di beberapa titik bahkan jalanan bersisian langsung dengan Danau Toba. Pemandangan yang sungguh menyejukkan mata.

Dan sekitar pukul 5 sore kami tiba di Urat. Tepat di hari kami tiba di sana, ada sebuah acara perayaan 75 tahun perkumpulan marga saya, jadi Urat ramai sekali hari itu hingga 2 hari kemudian, karena acara digelar selama 3 hari. Tapi tujuan kami ke Urat bukan untuk menghadiri acara itu, tetapi hanya melihat rumah warisan opung saya. Dulu waktu masih kecil, kami terbiasa berjalan kaki ke rumah opung dari jalan utama, kami harus berjalan kaki selama sekitar 2 jam, karena harus mendaki bukit, melewati lembah, menyebrang sungai, melintasi persawahan dan menuruni bukit lagi hingga tiba di halaman rumah opung yang sangat luas itu. Tapi sekarang jalan ke sana sudah cukup bagus, sehingga mobil bisa masuk. Kami cukup menuruni bukit terakhir dengan berjalan kaki sekitar 15 menit untuk sampai di halaman rumah opung.

Waktu saya masih kecil, saya tidak pernah memikirkan betapa melelahkannya perjalanan itu, mungkin karena saya adalah anak kota yang senang melihat sawah, kebun dan padang rumput yang luas tempat kerbau makan, atau mungkin karena waktu itu saya sedang dalam masa liburan sekolah, jadi yang terbawa hanya perasaan senang. Sekarang baru saya berpikir, itu jauh sekali.

Rumah opung saya adalah tipikal rumah pedesaan yang berbentuk rumah panggung dengan pemandangan sawah dan kebun yang luas di segala sisinya. Jadi sore itu kami sempat berjalan keliling sebentar di persawahan di sekitar rumah opung sambil mengenang masa kecil kami ketika menghabiskan waktu liburan sekolah di sana. Sayangnya kami tidak bisa masuk ke dalam rumah, karena memang rumah itu sudah kosong dan pengjaganya sedang tidak ada di rumahnya, sehingga kami tidak bisa mendapatkan kunci rumah.

Pukul 6 sore kami kembali ke jalan utama dan singgah sebentar ke acara perayaan 75 tahun kumpulan marga (Jubileum 75 tahun PPTSB) di monumen peringatannya (Toga Sinaga). Monumen Toga Sinaga ini berada di atas bukit, sehingga kami perlu menaiki ratusan anak tangga untuk tiba di sana. Tempat ini ramai sekali, sampai saya berpikir, betapa banyaknya ‘saudara’ semarga saya, padahal saya yakin, ini belum semuanya datang.

[caption caption="Pemandangan ke Danau Toba dari Toga Sinaga di Urat"]

[/caption]

Malam itu kami menginap di rumah salah satu kerabat di Palipi. Seperti keluarga Batak Toba kebanyakan, saat tiba di rumah kerabat saya itu, kami bersalaman dan berkumpul sebentar lalu makan malam bersama dan tidur beramai-ramai di ruang tamu beralaskan tikar. Sederhana, tapi menyenangkan karena sudah lama sekali tidak melakukan hal yang seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun