Mohon tunggu...
Soni Indrayana
Soni Indrayana Mohon Tunggu... Freelancer - Novelis dan penulis buku "Kitab Kontemplasi"

Penulis yang suka menulis semua genre.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Buyar di Urubamba

7 November 2021   19:48 Diperbarui: 7 November 2021   19:49 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lembah keramat di Urubamba ini benar-benar menghipnotis Res. Kibaran angin yang menghantam puffer jacket warna merah muda yang dikenakannya mengundang syahdu bertamu di relung hati. Ia mendongak ke atas tebing, melihat kapsul-kapsul berwarna abu-abu, tempat yang dijanjikan oleh Yan, lelaki yang baru saja menikahinya beberapa waktu lalu.

"Aku takut," ucap Res bersungut manja.

"Kenapa mesti takut? Ada aku, kok," ucap Yan ramah.

Res hanya merengut. Kepalanya ia tundukkan tapi matanya menatap Yan dengan tatapan manja penuh harap. Res tidak mau ada di sana, ia suka pemandangan lembah di Urubamba ini, namun ia tidak senang saat harus menaiki tebing dengan via ferrata. Seumur hidup, ia bahkan tidak pernah panjat tebing, apalagi ini.

"Pikirkan kenikmatan yang akan kita lakukan bersama di sana," ucap Yan. Ujung jari telunjuknya menunjuk penginapan kapsul yang tergantung di tebing, lebih 300 meter di atas mereka.

"Iya, tapi kan," ucap Res manja.

"Pakai pengamannya dengan benar, kamu bisa kok!" Yan mencoba menyemangati dengan memegang tangan Res.

Natalia, guide yang bertugas mengawal Yan dan Res memasangkan pengaman kepada mereka. Dengan ramah, ia menjelaskan prosedur dan standar keamanan dari perjalanan ini.

 "Don't be afraid, you both will enjoy this moment. It's unforgotable guys!" ucapnya dengan penuh semangat.

Wajah Res masih menampakkan kecemasan saat menaiki satu demi satu via ferrata. Tenaganya cukup terkuras karena dirinya yang memang tidak terbiasa melakukan aktivitas fisik yang berat. Yan? Sama saja.

-----

"Kalau saja kita menginap di Plaza de Armas seperti permintaan kamu, kita tidak akan menyaksikan pemandangan indah ini!" kata Yan sambil memeluk Res di atas ranjang yang menghadap ke bentangan lembah suci Urubamba. Langit senja dengan cuaca dingin di luar sana, membuat momen akan menjadi begitu berkesan.

Res tidak menjawab. Ia hanya diam menikmati rangkulan Yan dengan memegang tangan Yan yang hangat.

"Kenapa sampai sekarang kamu tidak menyentuh aku? Kamu, tidak suka ya, dengan aku?" Res masih cemberut. Mukanya terus saja merengut sejak tiba di Urubamba.

"Oh jadi ini yang bikin wajah kamu begitu sejak kemarin? Aku suka wajah merengut kamu!" ucap Yan sambil menyentuh hidung Res.

"Kamu bahkan tidak pernah melihat tubuhku!" kata Res yang berseru. Ia tidak menghiraukan pertanyaan Yan sebelumnya.

Yan menatap Res begitu lekat sampai wanita itu tersipu. Bagi Res, berada di dekat Yan selalu membuat jantungnya berdebar-debar meski kini Yan telah menjadi suami sahnya. Impiannya memang hanya Yan, hanya pria itu yang selalu ada di hatinya.

"Aku memang sudah berniat menyentuhmu di sini, Res." Yan kali ini serius ekspresi wajahnya.

Tangan Yan menyentuh kerudung Res dan melepasnya dengan pelan. Kemudian ia memindahkan sentuhan ke kancing baju Res, membukanya perlahan-lahan hingga tampak pakaian dalam dari istrinya itu. Ia dengan cepat melepas blouse Res dan memegang pinggangnya. Yan kemudian menarik ujung singlet Res dan menariknya ke atas. Melihat badan Res yang tidak lagi berbaju membuat Yan tersenyum.

Yan menggerayangi perut Res yang lunak, tampak tak pernah dilatih dengan beban. Ia memegangi perut Res yang kembang kempis seturut irama napas. Yan menaikkan tangannya sambil mendorong Res untuk lebih rebah di ranjang. Pemandangan bukit suci Urubamba di sore hari membuat suasana di tepi jurang itu menjadi benar-benar menarik.

Muka Res tiba-tiba memerah dan konsentrasinya merasakan sentuhan Yan buyar. Yan juga demikian, ia tiba-tiba diam dan senyumannya tertahan saat kedua tangannya berhenti di ketiak Res. Yan ingin tertawa, tapi ia tidak enak hati. Res semakin memerah mukanya.

"Kenapa?" tanya Res yang kemudian memalingkan mukanya dari tatapan Yan.

"Ketiak kamu ada bulunya, dan sedikit basah." Yan menahan tawa, tapi gagal. Ia mencoba menyembunyikan wajah dengan meletakkannya di perut Res.

Res tidak menjawab. Rengut di mukanya semakin tampak, bercampur malu dan kecewa. Kecewa yang ia tujukan pada dirinya sendiri. Res tidak enak hati, tapi ia juga ingin tertawa sebenarnya. Dia mencoba tingkah yang benar, meski dengan menatap kering ke arah pegunungan Urubamba.

"Ternyata ketiak kamu berbulu. Hahaha. Coba lihat lebih jelas." Yan menarik tangan Res ke atas, dan melihat bulu-bulu halus di ketiak Res.

"Iya terus kenapa? Kamu kecewa? Konyol?" Res tidak berani menatap Yan.

"Tandanya kamu wanita dewasa, itu saja untukku." Kali ini wajah Yan tidaklagi tersenyum.

Res menarik napas. Ia ingin berbicara. "Kita kan sudah berhari-hari berjalan keliling tempat, jadi wajar kalau ..."

Kata-kata Res terhenti saat Yan mengecup keras bibir Res. Ia tidak mampu bicara lagi.

"Aku suka bulu-bulu ini, tantik!" kata Yan.

"Tantik?" Res tertawa kecil.

"Kamu, kan, yang suka bilang 'tantik'?" Yan mencubit ketiak Res.

"Sakit!" Res menampar pelan pipi Yan. "Eh, tapi maaf, aku lupa dan tidak terpikir untuk membersihkan ketiak. Maaf ya, suamiku," ucap Res memohon maaf sambil tertawa kecil.

"Iya, Res sayang. Tidak apa-apa, kan aku suka kamu apa adanya." Mata Yan menatap lekat ke mata Res. Ia kemudian tertawa lagi. "Pasti kebiasaan kamu jarang bersihkan ketiak!"

Wajah Res yang sudah tersenyum kembali merengut. "Enak saja! Sejak SMA, aku sudah rajin membersihkan bulu ketiak. Tidak pernah ketiak aku berbulu dalam waktu yang lama. Juga tidak pernah lupa pakai deodoran!"

"Lalu kenapa lembab begini?" Yan lagi-lagi tertawa.

"Karena kamu di dekat aku! Aku jadi gerogi dan berkeringat lebih!"

Setelahnya mereka bercanda dengan syahdu. Sore yang indah di Urubamba menjadi momen tak terlupakan bagi Res dan Yan. Sebuah momen hangat, lucu dan tentunya momen terindah yang mereka rasakan sepanjang rentang hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun