"Mas ...." suara Ratih terdengar mendesak.
"Iya, Mas dengar. Em ... Â bisa jadi alat itu salah, Sayang. Bagaimana kalau di test lagi ...."
"Mas, ini bukan kehamilan pertamaku. Jadi tidak usah meragukanku ...."
"Lalu?"
"Lalu? Jawaban apa itu, Mas?" Ratih frustasi, mendengar tanggapan Haris.
"Maumu Mas harus bagaimana? Menikahimu? Mau jadi istri kedua?"
Tangis Ratih pun pecah, ketika memulai mencintai Haris ia lupa jika Haris masih beristri. Ratih begitu menikmati rayuan-rayuan Haris, hingga ia menyerahkan kehormatannya sebagai janda, di tempat ini.
"Tenang dulu, Ratih! Biarkan Mas berpikir! Kalau kamu nangis, Mas jadi bingung ...."
"Bingung? Mana bukti rayuanmu dulu, Mas? Mana??" Ratih histeris, bahunya berguncang.
Haris memeluk dan menciumi wajahnya. Membisikkan kata-kata cinta di telinga Ratih. Tangis Ratih reda, ia membalas ciuman panas Haris. Dan mereka kembali menikmati rayuan dosa, di gubug yang jauh di tengah kebun.
"Mas akan cari jalan untuk kita berdua, Ratih harus tenang dan percaya ya! Mas mencintai Ratih, itu yang harus Ratih ingat!"