Cerita ini hanya fiktif belaka. Dimana tokoh dan alurnya hanyalah settingan semata. Selamat membaca.
***
Namanya Misha Maria, perempuan sebatang kara yang tinggal bersama Bibinya. Misha memiliki Tubuh tinggi perawakan nya seperti Wanita Timur tengah dan Melayu, ayahnya memang pedagang Arab yang menikah dengan Ibunya asli orang Melayu. Berbekal informasi pekerjaan ke Timut Tengah Misha memberanikan diri menginjakan kakinya di Negeri tandus itu. Teman-teman Disana Biasa Memanggil nya Maria, karena Nama Maria cocok baginya yang berwajah Jelita, ujar salah satu sahabatnya begitu Misha bertanya kepada mereka.
Semilir angin nampak menerpa wajah gadis itu, di hari jumat ini dirinya dapat membebaskan diri dari pekerjaan yang menyita waktunya, tak terasa sudah lima tahun lamanya dirinya tinggal dan menetap di negara orang, negara yang terkenal Negeri para sultan dan terkaya di dunia. Sorot matanya menutup sekejap hingga bulu mata lentik itu menutup dengan rapat, sungguh cantik bukan perawakan perempuan berwajah melayu dan Timur tengah itu.
"Maria, ayolah pulang. Hari sudah petang" ujar Patricia salah satu warga Asia tenggara yang kini dekat dengannya.Â
"Apakah Puteri Zaine sudah tiba?" tanyanya dengan nada gusar.
"Baru tadi siang? Ada apa Maria? Mengapa kau mencemaskan nya? Apakah ada seseuatu yang aneh dengan Majikan mu itu" tanya Patricia dengan pertanyaan beruntun. Terlihat Misha terdiam sesaat.
"Tidak hanya saja... Sudahlah ayo segera pulang. Aku tak ingin melihat dia marah lagi" jawabnya meninggalkan Patricia yang termenung dalam sepi.
Rumah megah bak istana, lantai marmer yang selalu mengkilat, dekorasi yang terbuat dari kristal dan beberapa material pilihan membuat rumah ini nampak seperti kerajaan di negeri dongeng, Misha melangkah menghampiri kamar majikannya itu, Putri Zaine salah satu putri bungsu dari seorang Biliuner di Dubai. Ayahnya memiliki lima istri dan Ibunya lah istri terkahir. Hidup Zaine layak nya puteri negeri dongeng apa yang diinginkan selalu dipenuhi, hingga jenuh  tinggal di negeri yang memiliki peraturan ketat bagi wanita, dirinya memutuskan  kuliah di Luar negeri. Hingga Nasib nya menjemput untuk tinggal kembali ke Negeri ini.
"Maria! Masuklah" ujarnya. Misha melangkah mengetuk pintu sebelum memasukinya, terlihat wanita itu tengah mengemas barang barang nya kedalam koper.
"Aku akan Ke suatu tempat, ikutlah dengan Ku! Cepat kemasi barang-barang Mu!" Lanjutnya.
"Bagaimana dengan Tuan Karim. Nyonya Karim, apakah Beliau mengizinkan Puteri pergi?" Ujar misha takut.
"Tak usah kau pedulikan Mereka, ikutlah denganku. Aku majikan mu saat ini" ujarnya dengan nada kesal. Misha pergi dengan cepat meninggalkan putri Zaine yang tengah sibuk dengan koper miliknya.
"Apa yang akan kau lakukan Maria? Apakah kau akan kabur? Bukankah tuan Karim dan Isterinya akan Pulang sebentar Lagi?" Patricia mengingatkan . Ketika matanya melihat Misha yang terus menata baju ke tas besar miliknya.
"Benarkah..Jika ada apa-apa dengan ku, tolong hubungi Nomor Ini. Aku percaya pada Mu Patricia!" Ujarnya bangkit.
"Apa ini hubungan nya dengan Puteri Zaine?jika iya kumohon jangan pergi demi dia Maria! Dia akan kabur dengan pria pilihan nya dan menolak untuk Di jodohkan dengan Pangeran Dari Abu Dhabi, Demi Tuhan. Jangan ikut dengannya!" Patricia memohon. Misha terdiam sesaat mendengar pernyataan Patricia, sebelum suara Sang puteri berteriak memanggil nya.
"Maafkan Aku Pat, Terimakasih atas kebaikan Mu selama ini. Aku berjanji akan Baik-baik saja!" Ujarnya berlalu.
BandaraÂ
Misha berdiam diri memilin kain Abaya yang dirinnya kenakan dengan tangan gemetar. Dirinya takut akan tindakan sang Puteri yang memintanya untuk ikut, hingga beberapa menit setelah pengecekan Pasport dirinya berhasil masuk. Puteri Zaine terlihat diam sama-sama diam dengan kebisuannya, mungkin banyak sekali masalah yang bersarang di pikirannya.
"Kau tahu Maria! Aku muak tinggal dengan mereka. Hingga aku memilih pergi untuk hidup di luar Negeri, hingga kini mereka menyuruh ku kembali" ujarnya.
"Mengapa demikian Puteri?" Tanyanya.
" Hanya kau orang yang dekat dengan Ku selama Ini, kumohon jangan beritahu siapa pun. Atas tindakan ini, berjanjilah Jika sewaktu waktu kita tertangkap!" Lirih nya. Misha hanya terdiam mendengar kan ucapan sang puteri.
"Aku Mencintai Emier. Seorang laki laki dari Kuwait, cinta kami tumbuh begitu kami menempuh pendidikan di Swedia. Kau tahu Aku akan di Jodohkan dengan pria Rekan Ayah Ku, yang mana Dirinya lebih cocok Ku sebut Ayah dari pada Suami. Ku mohon tetap lah diam jika ada orang lain yang bertanya akan kepergian Kita" Puteri Zaine berujar.Â
Setelah melakukan penerbangan dari Dubai ke Mesir Misha melangkah menyusuri area bandara. Didepannya sudah ada laki laki yang dirinya ketahui bernama Emier yang mana begitu Puteri Zaine tiba laki laki itu melambaikan tangan nya dan bergegas menghampiri nya.Â
"Kita tidak punya waktu Emier, segeralah pergi dari sini. Atau Ayah akan menemukan kita" ujarnya.
"Kau membawa orang lain? Bagaimana Bisa Zaine! Mereka akan mudah melacak Mu" ujarnya begitu mereka sudah berada di dalam mobil. Misha terdiam melihat perdebatan antara mereka berdua.
"Tidak akan ada yang bisa melacak Kami, secepatnya kita harus Pergi dari sini. Dan kita bisa menikah!" Sarkas Zaine cepat membuat Emier menghela napas lelah, memilih melajukan mobil nya.
Sudah genap satu bulan setelah dirinya bersembunyi baik Misha maupun Puteri Zaine berpindah pindah tempat, dari satu kota ke kota lain. Entah hari yang sial bagi Puteri Zaine atau dirinya. Rumah sewaan perempuan cantik itu sudah lebih dulu di sergap oleh beberapa pria berbadan tinggi beserta anak buahnya. Misha tahu betul bodyguard itu diamanatkan untuk menjemput Anak tuannya. Misha mendekati Puteri Zaine yang tengah berusaha memberikan beban pada pintu, nyatanya secanggih apapun pintu dihadapan nya akan kalah saing dengan kekuatan para bodyguard tuan Karim yang sudah memberi ancang-ancang mendongkrak nya dari Luar.
"Maria...pergilah, bawa Paspor Mu! Dan dokumen Mu yang Lainnya" titah Puteri Zaine dengan bergetar.
"Maafkan Aku Maria, karena Ku Kau jadi seperti Ini. Terimakasih sudah menjadi orang terdekat ku saat Ini. Semoga Kau dapat menemukan kebahagiaan Mu di Luar sana" titahnya. Misha menggelengkan kepala enggan membuat sang Puteri marah padanya.
"Cepat Maria pergilah, lewat jendela belakang!" Teriaknya.Â
misha melangkah tertatih tak mempedulikan langkah kaki nya yang sudah luka karena dirinya nekat pergi melalui jendela rumah. nyata nya takdirnya semakin dekat setelah kepergian puteri Zaine ke Dubai, seolah bagaimana takdir yang tidak berpihak kepada mereka berdua. Puteri Zaine harus kembali ke tanah airnya dengan keterpaksaan dan  Emier sudah lebih dahulu menghilang di tengah kegentingan sang puteri, Misha ingin memaki lelaki itu begitu tak bertanggung jawab nya meninggalkan Puteri Zaine di kota orang.Â
Satu minggu  Misha berjalan tanpa Arah, dirinya layaknya seorang gelandang yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain, kadang kalanya ada yang berbaik hati mau memberikan makanan padanya. Kini dirinya memilih pergi ke tepi sungai Nail sebagai pemberhentian terakhir dari perjalanan nya, setelah dua hari dirinya menyusuri sungai Ini. Sudah tidak ada tersisa untuk Misha pergi ke Dubai ataupun Ke tanah Airnya.
 Hanya tersedia tas kecil berisi dokumen penting yang ia bawa dan selembar baju yang ia kenakan sedari kejadian itu. Misha tersenyum melihat pantulan dirinya dalam balutan bayangan air Nil yang jernih, rasanya ingin ikut menceburkan diri ke dalam sungai itu hingga Berharap permasalahan hidupnya yang ia alami hilang dalam sekejap. Pikirannya masih terbesit akal sehatnya, hingga dirinya memilih menjauh dari pinggiran tepi sungai itu.
"Siapa Nama Mu? Wahai perempuan" Tanya laki-laki itu menatap misha yang masih menunduk.
"Saya Oemar. bolehkah saya tahu siapa Nama anda? Sedari kemarin saya melihat Anda berada disini" timpalnya. Misha menoleh kearah laki-laki itu. menatap manik mata hitam legam laki laki mesir di hadapannya.
"Saya Misha Maria. Bolehkan saya Meminta Bantuan Anda Tuan!" Ujarnya.
"Apa Itu" tanyanya.
"Tolong saya, bantu saya untuk kembali ke tanah kelahiran Saya" ujar Misha dan di angguki oleh Laki laki di hadapannya. Oemar Al Jabbar
"Setangguh apapun mencintai seseorang, Jika salah satu dari yang bersangkutan tidak berjuang. Cinta hanya akan hambar akhirnya. Seberat apapun masalah, jika berjuang dan tak pernah menyerah ada penyelesaian yang akan segera menanti"
Tamat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H