3. Hambatan yang bersifat individual. Sejak awal, perempuan dibesarkan dan dikondisikan untuk merasa tidak percaya diri dan canggung dalam isu-isu legislatif. Hal ini membuat perempuan merasa tidak yakin dan tidak tertarik dengan isu-isu legislatif. Perhitungan lainnya adalah tingkat pendidikan perempuan yang rendah dan kebutuhan perempuan untuk mendapatkan data dan inovasi, termasuk pemahaman tentang kerangka kerja politik.
4. Peraturan dan Batasan Dasar Sikap jantan dalam kerangka kerja politik kita, dengan hak pilih yang tidak adil dan aktivitas positif tanpa arahan atau sanksi khusus gender, menekan dukungan dinamis perempuan dalam isu-isu legislatif dan lingkaran terbuka. Biasanya merupakan batasan untuk bekerja sama. Sebagai contoh, kerangka kerja pengajaran nasional tidak memberikan data yang cukup tentang pengajaran yang setara gender, sebagaimana dibuktikan dengan banyaknya jumlah bacaan khusus gender yang dapat diakses oleh anak-anak sekolah. Kerangka kerja pengaturan kemajuan yang bias gender dari atas ke bawah dan perlunya pemahaman tentang masalah orientasi seksual oleh otoritas pemerintah dan para pembuat pendekatan di tingkat pusat dan lingkungan. Memajukan kualitas pemerintahan yang demokratis membutuhkan peningkatan perwakilan perempuan dalam majelis untuk membentuk pendekatan yang lebih berpusat pada kesepakatan dan kesetaraan jenis kelamin.
Pelaksanaan UU No. 8/2012 masih menimbulkan masalah di beberapa tingkatan; pertama-tama, pada tingkat substansi, undang-undang ini tidak secara tegas mengatakan adanya sanksi bagi partai politik yang tidak memenuhi kuota 30% perempuan dalam daftar calegnya, yang seolah-olah mengesahkan adalah pemuatan partai politik yang gagal memenuhi standar di media massa. Namun, dikhawatirkan sanksi ini tidak akan mampu membentuk dampak penghalang ketika pemungutan suara terbuka tidak menganggap kekecewaan tersebut sebagai masalah. Di sisi lain, pengesahan ini tidak berdampak pada penguatan komitmen partai politik untuk memenuhi porsi 30%. Selain itu, di tingkat partai masih banyak partai politik yang kesulitan untuk memenuhi standar 30% perempuan dalam daftar calon anggota legislatif (caleg), setidaknya ada 10 partai yang mampu memenuhi 27%. Partai politik lainnya melakukan pelanggaran dengan membuat daftar caleg yang tidak sesuai dengan sistem zipper yang disyaratkan oleh UU Pemilu. Ketiga, di tingkat perempuan, masih banyak kandidat perempuan yang tidak layak terkait dengan persyaratan peraturan, banyak perempuan yang tidak memiliki dukungan massa, kemampuan terkait uang, dan pertemuan politik yang kurang (UNDP, 2010).
Selain beberapa hambatan yang telah disebutkan di atas, ada hal penting juga yang sebenarnya dapat menjadi alasan perempuan tidak ingin atau tidak dapat berkecimpung dalam politik, yakni persepsi masyarakat terhadap pemimpin perempuan. Persepsi ini tentunya dibentuk dan dipengaruhi oleh sosial budaya juga psikologis masyarakat. Berdasarkan penelitian ditunjukan bahwa pandangan masyarakat terutama kaum laki-laki seringkali disetir oleh stereotip tradisional, norma sosial serta pengalaman pribadi.
Stereotip tradisional menggambarkan perempuan sebagai makhluk lemah, kurang kompeten, emosional sehingga tidak memiliki jiwa kepemimpinan seperti laki-laki. Perempuan dinilai tidak bisa mengutamakan akal dibanding perasaan dalam mengambil keputusan. Kemudian oleh norma sosial masyarakat, tertanam bahwa sejatinya pemimpin itu adalah laki-laki. Sehingga perempuan yang memiliki ambisi untuk berpolitik menjadi khawatir dan ragu akan penolakan dari masyarakat.
Terdapat juga bias yang terselubung, penelitian menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terhadap politisi atau pemimpin perempuan lebih kritis dari pada terhadap pemimpin laki-laki. Meskipun mereka memiliki kualifikasi yang sama, masyarakat akan lebih mudah mengkritik kebijakan-kebijakan dan perbuatan pemimpin perempuan, bias ini juga dapat terlihat dalam aspek penampilan, gaya kepemimpinan dan sebagainya. Ini juga relevan dengan persepsi masyarakat mengenai bagaimana pemimpin harus berperilaku, dalam konteks kepemimpinan seperti sikap tegas, agresivitas dan keberanian bagi laki-laki akan terlihat positif namaun untuk perempuan seringkali dilabeli sebagai "tidak feminin" atau agresif sehingga memengaruhi reputasi mereka.
Beberapa faktor ini menambah alasan bagi kaum perempuan untuk unjuk diri dan terjun terjun dalam aktivitas politik. Strategi yang sangat harus diusahakan adalah strategi advokasi pada masyarakat umum. Advokasi bagaimana sebenarnya secara hak, perempuan telah merdeka untuk melakukan apaun yang mereka inginkan. Strategi advokat untuk mendukung dan menyuarakan kepemimpinan perempuan. Mengadakan kampanye untuk mengenalkan pada masyarakat mengenai persamaan hak, kesetaraan kesempatan, kemudian mengenalkan masyarakat pada tokoh-tokoh perempuan dalam politik yang kepemimpinannya membawa jasa yang bermakna dan bernilai bagi masyarakat sekitarnya. Dengan begitu harapannya masyarakat seminimalnya tidak menolak atau memandang rendah pada perempuan-perempuan hebat yang ingin menjadi perwakilan masyarakat dan ingin memimpin untuk membawa masyarakat pada keadaan yang lebih baik.
Faktor-Faktor Pendorong Peningkatan Partisipasi Politik peremuan diantaranya yaitu :
- Pendekatan Positif: Pelaksanaan pengaturan pembagian jenis kelamin di partai politik dan parlemen dapat menjadi tokoh utama dalam memperluas minat politik perempuan di Indonesia. Pengaturan ini memberikan kesempatan bagi perempuan untuk mengambil bagian dalam isu-isu legislatif dan mencapai posisi yang lebih tinggi. Pendidikan Seks dan Kesadaran Seks: Peningkatan pendidikan politik dan kesadaran seks di dalam masyarakat juga merupakan faktor pendorong. Program-program pendidikan yang menekankan pentingnya korespondensi seks dan peran perempuan dalam isu-isu legislatif dapat memberikan landasan yang lebih kuat bagi kepentingan politik perempuan.
- Kembali ke Lembaga Swadaya Masyarakat: Banyak organisasi non-pemerintah yang berpusat pada penguatan perempuan dan mendukung dukungan politik perempuan. Organisasi-organisasi ini mendukung penguatan perempuan dalam isu-isu legislatif melalui persiapan, dukungan, dan pendampingan, serta memberikan tahapan-tahapan pada keinginan-keinginan tertentu.
- Perubahan Sosial dan Sosial: Perubahan sosial dan kemasyarakatan yang lebih luas juga merupakan pendorong. Kampanye kesadaran orientasi seksual dan instruksi terbuka dapat mengubah sikap dan pandangan masyarakat terhadap perempuan dalam isu-isu legislatif dan menawarkan bantuan untuk mengatasi standar-standar patriarkis yang menghindarkan perempuan untuk mengambil bagian dalam isu-isu legislatif.
- Pengorganisasian dan Pendampingan: Sistem dukungan yang solid dan program pendampingan menawarkan bantuan kepada para perempuan untuk saling mendukung dan mengembangkan bakat politik mereka. Memberikan nasihat dan dukungan kepada perempuan yang menghadapi pertemuan politik dapat menawarkan bantuan agar mereka merasa lebih yakin dan terdorong untuk mengambil bagian dalam isu-isu legislatif. Memperluas dukungan politik perempuan di Indonesia membutuhkan prosedur yang berhasil yang dapat dihubungkan dengan berbagai situasi politik. Langkah utamanya adalah memajukan pendidikan politik dan kesadaran politik. Perempuan harus mendapatkan pendidikan politik yang komprehensif yang mencakup informasi tentang kerangka kerja politik, hak-hak politik, dan kemampuan untuk maju. Kampanye kesadaran juga harus dilakukan untuk memperluas pemahaman tentang pentingnya kepentingan politik perempuan di kalangan masyarakat umum, termasuk di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Instruksi politik yang baik merencanakan perempuan untuk mendapatkannya dan mengawasi elemen-elemen politik dan memperkuat kepastian mereka untuk mengambil bagian. Langkah saat ini adalah bagi para perempuan untuk membuat sistem pendukung di antara rekan-rekan yang dinamis secara politis dan berbagi pertemuan, sumber daya, dan strategi. Dalam perluasan, kita juga dapat memperkuat posisi perempuan dalam isu-isu legislatif dengan bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat yang berpusat pada penguatan perempuan dan dukungan politik. Sistem dan aliansi ini sangat penting bukan hanya untuk memberikan dukungan etis dan praktis, tetapi juga untuk memberikan akses pada celah dan data yang relevan.Â
Dalam melakukan ekspansi, perempuan harus memanfaatkan inovasi dan media sosial dengan baik. Media sosial dapat digunakan untuk menyebarkan data, mengumpulkan kembali, dan mengadvokasi isu-isu penting yang mempengaruhi perempuan. Media sosial juga dapat digunakan untuk mengorganisir kampanye dan mengamati perkembangan politik secara real-time. Dengan melaksanakan langkah-langkah penting ini, perempuan Indonesia dapat memperkuat partisipasi politik mereka, mengatasi batasan-batasan yang ada, dan menciptakan lingkungan politik yang lebih komprehensif dan adil. Upaya bersama ini tidak hanya akan meningkatkan keterwakilan perempuan dalam isu-isu legislatif, tetapi juga menawarkan bantuan untuk membangun pemerintahan yang lebih bermanfaat dan responsif terhadap kebutuhan semua warga negara. Memperluas dukungan politik perempuan akan membawa sudut pandang yang tidak terpakai dan pengaturan yang inventif ke dalam pembuatan kebijakan, yang pada akhirnya akan memajukan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Memperluas dukungan politik perempuan akan membawa sudut pandang modern dan inovasi dalam pembuatan kebijakan. Upaya bersama ini tidak hanya akan meningkatkan keterwakilan perempuan dalam isu-isu legislatif, tetapi juga menawarkan bantuan untuk membangun pemerintahan rakyat yang lebih bermanfaat dan responsif terhadap kebutuhan semua warga negara. Memperluas dukungan politik perempuan akan membawa sudut pandang yang tidak terpakai dan pengaturan yang inventif ke dalam pembuatan kebijakan, yang pada akhirnya akan memajukan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Referensi
Candraningrum, Dewi. 2013. Ekofeminisme; Dalam Tafsir Agama, Pendidikan, Ekonomi dan Budaya. Yogyakarta: Jalasutra.
Creswell, John W. Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. California: Sage publications, 2007.