Majalah tanpa sampul depan yang terinspirasi dari majalah Reader’s Digest di Amerika Serikat itu mendapat respon positif dari masyarakat pembaca di Indonesia.
Dengan konten yang berbeda dengan media lain di era itu, yang berisi pengetahuan dan Dengan konten perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa awal penerbitan dan meningkat dengan beragam info lainnya, majalah Intisari telah bisa eksis dan laris di pasaran.
Setelah berjalan dua tahun mengawal Intisari, J.O. bersama P.K. Ojong mendirikan koran harian Kompas pada tahun 1965.
Di tengah hiruk pikuk politik yang memunculkan beragam media bersuara keras, Harian Kompas hadir dengan corak berita yang lebih adem dan ngayom.
Latar belakang seorang guru, telah membawa J.O. menampilkan Harian Kompas dengan berita yang aktual dan edukatif kepada pembaca.
Boleh dibilang Jakob Oetama adalah Kompas dan Kompas adalah Jakob Oetama.
Melalui Harian Kompas, J.O. bukan hanya ingin menyampaikan informasi yang riil terjadi dan netral, melainkan juga memberikan efek pendidikan bagi pembacanya.
Dengan gaya jurnalisme yang khas, Kompas mampu melewati masa-masa pergantian pemerintahan di Indonesia sampai lima dasawarsa.
Dari koran harian yang dianggap sepele hingga menjadi raksasa dengan pendapatan iklan tertinggi di antara media cetak lainnya.
Kompas yang memiliki moto “Amanat Hati Nurani Rakyat” tidak hanya berisi berita sosial dan politik, tapi juga memberi ruang untuk budaya dan seni.
Kompas juga bukan hanya untuk bacaan orang dewasa, tapi sekali seminggu menampilkan rubrik untuk kaum muda dan anak-anak.