Mohon tunggu...
Sofyan Utiarahman
Sofyan Utiarahman Mohon Tunggu... Guru - Master Trainer MGPBE, Fasilitator, Narasumber Kependidikan, Motivator, Instruktur Nasional, Penulis Pemula

Sofyan Utiarahman. Pecinta aksara. Peselancar Media. Menulis dan belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tengge-Tengge

5 Juni 2022   23:10 Diperbarui: 5 Juni 2022   23:37 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bonggo berberdiam sejenak. Tidak menyangka Kude menanyakannya. Ada perasaan malu dan geli dalam hatinya. Ya benar, sudah kelas satu SMP, masih bermain tengge-tengge.

" Tengge-tengge permainan tradisional. Kita harus melestarikannya"

 "Permainan itu sarat dengan nilai-nilai kehidupan. Kejujuran, kebersamaan, dan kesetiakawanan." Kata-kata Bonggo tegas. Laksana guru mengajarkan muridnya.

Sepeda memasuki halaman rumah kecil berdinding pitate. Beratap rumbia. Mahkota bunga bermekaran meneduhkan pandangan. Taman dipagari dengan bilah bambu. Dicat dengan warna-warni kontras. Halamannya bersih. Rumah kecil, indah dan tertata.

Keduanya turun berurutan. Kude memarkir sepeda dengan tertib. Kebiasaan yang tidak pernah ia lupa. Maklum, sepeda pemberian ayahnya selalu dijaga. Sebagaimana ia menjaga dirinya sendiri.

Di halaman rumah tampak gambar kotak-kotak. Ada lima kotak dan garis setengah lingkaran. Gambar itu simetris. Deni memang suka menggambar. Saat masih sekolah di SD, ia pernah mengikuti lomba menggambar. Dan mendapat juara.

Mereka menggunakan batu berbentuk pipih untuk undian. Siapa yang lebih dulu memulai permainan tradisional itu. Ternyata Bonggo yang mendapat giliran. 

Dilemparkannya batu pipih itu ke kotak pertama. Kemudian ia melompat-lompat dengan bertumpu satu kaki. Kaki lainnya terangkat ke belakang. Tiba di bagian sentral kotak, kedua kakinya mendarat. 

Kemudian mengambil batu yang berada di kotak. Sangat hati-hati. Tidak boleh membantu dengan tangan lain. Dan tidak boleh menyentuh garis. 

Ups, dapat. Batu digenggamnya, lalu melompat-lompat lagi kembali ke tempat semula. Begitu seterusnya. Sangat sederhana permainan itu. Dapat memupuk kejujuran dan kehati-hatian.

"Ayo, berhenti sejenak," sahut Pende Tini, sambil membawa air minum dan gorengan ubi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun