(Kepada alm. Karim Mahmud Ahmad, Guru daerah terpencil khusus SDN 11 Dulupi)
Masih ku ingat senyum khasmu
lesung pipit kecil setengah dalam di pipi
kelopak matamu yang berhimpit
menutup bola indrapandangmu,
Tetap terpatri dalam hatiku
kau menerjang arus air yang dangkal
di atas perahu ketinting bermesin tunggal
dengan semangat juang tak pernah lelah
tunaikan tugas suci
anak negri
di daerah terpencil,
Cerita itu masih melekat
pada otakku yang belum pekat
kita tidur bersama dan bertukarcerita
di ruang kelas tak bercahaya
bermusik sayap nyamuk tak henti bergema
tentang kisahmu di sana,
Masih terkenang ketika kita berkemah
di lapangan hijau Jambura
bertepuk tangan ria
bersulam senyum dan tawa
asap tak henti mengepul di udara
kokok jantan bersahutan bersuara
detak jarum berkitar tak terasa,
Gigihmu tiada tara
Hadirkan bupati di empat tiga
ramaikan acara
semua srata tumpah ruah di sana
menghibur siswa dan para jelata
Dalam sakitmu kau berjuang
mengajak istrimu untuk datang
ke pondokku di waktu petang
kita bercanda dan bergelak riang,
Tetap kukenang kesahajaanmu
yang selalu menghubungikuÂ
hanya untuk sebuah petuah dan petunjuk
walau aku tak lagi berdasi di kursi dudukku,
Masih kuingat tubuh lemahmu
ketika kau datang ke rumah pada lebaran tahun itu
dan kita bercengkrama damai dan angin syahdu
dan aku mengeluarkan cerutu dari bibirmu
kaupun tersenyum takcemburu.
Masih kuingat pertemuan kita terakhir
saat kau dampingi siswamu ujian akhir
di sekolah yang terletak di hilir
kita duduk santai di batu pinggir
bersama kawan-kawan yang berjejer berhilir
Kan kami ingat jasa-jasamu abadi utuh
bersama kawan-kawanmu setia penuh
dirikan pilar ilmu pada sisi terjauh
abadi penuh seluruh
(Paguyaman, 20 Mei 2013, mengenang Pak Karim sahabatku yang meninggal di momentum Hari Kebangkitan Nasional)