Kepada Sang Guru Puisi,
Mentari saksi abadi kala tatapan kita berdua bersua
dari duarimba yang belum pernah salingkenalsapa
di sana
di belakang meja tulis berbidang tarahrata
mengulum lesung pipit menghantar seluruh makna
tergambar abadi paras-paras melontarkan aura memesona,
Kau kawinkan lektur kertas tebal itu ke atas tanganku
berhasrat kurasi dalam tilikan mahkota ilmu
menguak palung hati yang bermahkota cinta takpernahlayu
bolamata bulat serasa panah melesat laju
menembus kokohrusuk menancap pada sukmaku
gemuruh dada terdengar menderu penuh
sendu, merdu, seluruh rindu,
Alamseru saksi terpatri pasti
pada senja berdua akukau menanti
rintik-rintik yang takpernah berhenti
memaksaku tak mengingkari
tentang garis-garis pinggulmu yang meliuk lunglai
menarikan asmara semerbak beraroma filantropi
menyaburkan diri berparasut pelangi asmara aneka warni
memayungi jasad yang terpanggang cemburu lidah-api,
Suatu pagi dengan deru mesin bersampan
kau kirimkan satu, dua, hingga sepuluh pesan
mengharapkanku melangkah memadu muka bersuatangan
di atas geladak cinta kokoh beralas papan,
Hari ini, di tempat ini
kau corongkan ingatanlu saat kau di-bayi
kepadaku yang jauh di sini
merangkai aksara terpilih membingkai diksi
menjelma danawa elok menggenggam seuntai puisi
yang kan kau ingat di hari nanti,
Bekukan rima-rima apik ini
bersama tubuhku ilusi
abadi dalam peti cinta hati,
Kunanti.
#Bumitakpernahsepiolehilusicintasejati
#Pasar Rambutan,19042022
#Puisi Opan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H