Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjaga Kewarasan, Depresi Bukanlah Lubang Melainkan Terowongan Sinar Terang

21 Agustus 2023   18:42 Diperbarui: 21 Agustus 2023   18:48 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan setiap terbangun engkau akan mengucap "Pagi yang indah!" begitu juga ketika seseorang basa-basi menyapa. Engkau hanya akan mengernyitkan dahi sambil berlalu seolah harimu ceria. Begitulah yang terjadi.

Ada pula orang yang menganggap ketidakberuntungan adalah hal yang biasa dan menikmati penderitaan. Ini disebut penyakit moral masocism. Kendati begitu, ia akan sangat merasa bersalah dan sangat sadar atas segala hal yang dilakukannya, sehingga ketika melakukan kesalahan ia merasa sangat bersalah. Ini bisa terjadi pada siapa saja yang berujung depresi dan menganggap hidup adalah beban.

Hal tersebut akan membuat seseorang tidak menyisakan apapun. Lazimnya, tak berniat berangkat kerja namun tetap dilakukannya. "Sembilan puluh persen mayarakat Korea Selatan pernah mengalami hal ini di pagi hari. Ini adalah campuran dari bentuk depresi ringan seperti maladaptasi dan stress mendadak," katanya dalam Bab Burn Baby Burn (2021:69).

Maka, hadiahi diri anda dengan meditasi, atau lakukan hobi yang sudah lama tertunda. Meskipun singkat, Haenam dan Jongseok menyebut itu adalah waktu istiirahat yang  benar-benar berarti bagi anda, seperti liburan yang benar-benar liburan. Dan tidak menjadikan dirimu tidak beristirahat walaupun sedang istirahat.

"Pada masa sekarang, kita tidak boleh kehilangan atau melupakan jati diri. Jika kita menyerah atau malu terhadap diri kita, itu artinya kita kehilangan potensi dan kesempatan kita. Anda tidak boleh melupakan usaha dan jati diri anda dan hidup terseret oleh penilaian orang lain secara pasif. Kebahagiaan kita ada pada diri sendiri, bukan orang lain," jelasnya pada Bab Orang yang Tidak Hidup untuk Kebahagiaannya Sendiri (2021:92).

Sementara itu, Ketua Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia 2018-2022 Eunike Sri Tyas Suci dalam zoom meeting Kompas Editor's Talk membahas mengenai Kesehatan Jiwa pada Remaja. Ia bahkan membandingkan peraturan pemerintah (Permen) tentang Kesehatan Jiwa. Penyebutan kesehatan mental menurut UU yang tepat adalh kesehatan jiwa.

Menurut UU Tahun 2014 Pasal 18 yakni Kesehatan Jiwa disingkat Keswa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan stress, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Ada perbedaan dengan UU Kesehatan Jiwa No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dimana sisi spritualnya telah dihapus.

"Saya tidak tau mengapa dianulir. Seperti apa sih yang namanya sehat secara spritual. Kemenag juga tidak begitu terlalu fokus dengan ini. Kemudian, kesehatan jiwa pada UU yang lama diantaranya sehat jiwa, masalah kejiwaan, dan gangguan jiwa. Masalah kejiwaan jika tidak ditangani dengan serius maka efeknya ODMK dan ODGJ," katanya kepada para peserta zoom meeting.

Tyas menimpali, bahkan saat ini ia tidak begitu paham istilah ODMK dan ODGJ pada UU yang baru ini masih digunakan atau tidak. Dirinya, menginginkan agar regulasi UU Kesehatan yang baru dapat dijelaskan secara rinci.

"Kesehatan jiwa itu masalah tumbuh kembang. Budaya Korea yang masuk ke Indonesia mengkiblatan remaja. Di Korea, bagian bunuh diri di sana paling tinggi, tentunya ini yang harus diperhatikan. Apakah ini akan berpengaruh bagi remaja Indonesia?" katanya.

Anak-anak usia SD masih dekat dengan orang tua atau golden time. Jangan sampai orang tua lepas tangan pada masa golden time ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun