Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjaga Kewarasan, Depresi Bukanlah Lubang Melainkan Terowongan Sinar Terang

21 Agustus 2023   18:42 Diperbarui: 21 Agustus 2023   18:48 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku: Kupikir Segalanya Akan Beres Saat Aku Dewasa karya Kim Haenan dan Park Jongseok. Foto: Sofiah.

Topik kesehatan jiwa kerap dibahas untuk meminimalisir quarter life crisis atau stress musiman dalam setiap diri seseorang. Pengaruh teknologi yang tidak terbendung arahnya pun menjadi pemicu seseorang mengalami insecurity. Jika hal ini terjadi, kemurungan akan menghampiri jiwa seseorang. Parahnya lagi jika tidak tertangani akan menimbulkan depresi.

Lalu apa korelasi murung dan depresi? Ini akan berkaitan dengan panic disorder yang bisa menghambat aktivitas diri seseorang. Kemudian, butuh effort untuk membangkitkan kembali sel-sel dopamin guna menjaga kewarasan.

Data ini dihimpun melalui buku bergenre self improvement "Kupikir Segalanya Akan Beres Saat Aku Dewasa" karya Kim Haenam dan Park Jongseok. Kemudian, melalui Kompas Editor's Talk: Memaknai Kesehatan Mental, Memberdayakan Kehidupan di Era Digital pada Jumat, 11 Agustus 2023.

Tangkapan layar zoom meeting Kompas Editor's Talk. Foto: Sofiah.
Tangkapan layar zoom meeting Kompas Editor's Talk. Foto: Sofiah.

Buku "Kupikir Segalanya Akan Beres Saat Aku Dewasa" ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2021 lalu. Penulis kondang asal Korea Selatan ini mengklaim melalui karyanya, pembaca dapat mengetahui "Hal-hal yang perlu diketahui di masa muda" semakin menarik perhatian pada sampul belakang "Saat aku dewasa, kupikir aku tidak akan sakit. Saat aku dewasa, kupikir aku akan menjadi lebih kuat. Saat aku dewasa, kupikir akan tidak akan terluka."

Haenam dan Jongsoek sengaja menorehkan permasalahan yang ada di muka bumi ini ke dalam bukunya dengan tujuan agar dapat bersama-sama dapat menemukan dari pertanyaan, "Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Pertanyaan itu akan semakin menjadi-jadi saat seseorang mengalami quarter life criris dalam hidupnya. Hal-hal kecil yang terjadi terasa berat untuk dijalani yang mana akan memengaruhi mood seseorang yang berefek pada kemurungan yang tidak bisa dihindari dalam diri atau hidup.

Kemurungan ini bisa terjadi saat seseorang mengalami pekerjaan tidak sesuai yang diharapkan, terluka karena seseorang, rumah tangga tidak sesuai yang diharapkan, dan lainnya. Jika kemurungan ini berlangsung lama maka harus hati-hati sebab bisa kehilangan hasrat untuk melakukan apa pun dan berujung depresi.

WHO pun menetapkan depresi urutan keempat dari sepuluh penyakit menakutkan di dunia. Oleh karenanya, penulis menyebut betapapun kuatnya orang itum betapa kaya dan menakjubkan, tetapi orang itu bisa depresi. Orang itu bisa jadi saya.

"Depresi bukanlah lubang tetapi terowongan. Diakhir terowongan itu, sinar terang menunggu. Oleh karenanya, betapapun menderita dan terganggunya anda, jika anda tidak kehilangan semangat, suatu saat hari itu pasti akan datang. Hari dimana anda merasakaan perasaan secara jelas, berpikir, dan berperilaku sesuai pikiran anda, berdiri dengan dua kaki, dan merasakan kaki anda menyentuh lantai, dan melanjutkan perjalanan anda yang tertunda," tuturnya.

Lebih dari itu, buku ini mengisahkan mengenai bagaimana perjalanan seseorang dalam menghadapi ekspektasi orang tua, permasalahan dengan pekerjaan, dan keluarga. Bahkan, perasaannya sendiri tak terurusi karena ambisi dari pada hal di atas.

Seorang anak akan sukses jika masuk kuliah hukum dan dokter, padahal itu ambisi sang ibu. Itu harus dilakukannya agar ia tidak menjadi anak durhaka, sehingga ia harus belajar, ikut privat, agar dapat bertahan di peringkat satu. Padahal, sejak SMP ia ingin menjadi reporter olahraga. Ia pun terpaksa menjalaninya, agar tidak menjadi beban sang ibu lantaran ayahnya kerap minum.

Saat ia menjadi dokter jaga bagian kejiwaan, salah satu pasiennya berumur 14 tahun dirawat di UGD lantaran mengalami gangguan pernafasan dan psikologis. Ia menangani dan menganilisis. Tak butuh lama, hanya 15 menit saja hasil analisis menunjukan bahwa remaja tersebut mengalami tekanan dan stress berat karena sedang musim ujian. Parahnya, begitu sang ibu mendekati, gejalanya akan timbul seperti berteriak, membaik, dan begitu seterusnya.

Saat sesi konsultasi dengan ibu dari gadis remaja itu, si ibu menyangkal bahwa itu hanya kepura-puraan sang anak. Lalu, menolaknya untuk rawat inap dan membuat gaduh rumah sakit. Kisah ini terdapat dalam bab Ambisi Orangtua dalam Sky Castle: Jangan Membebankan Ambisi Anda Pada Mimpi Anak Anda.

"Depresi, hasil yang baik adalah kebetulan, hasil yang buruk adalah kesalahanku," katanya dalam bab Pikiran Orang Depresi Mengalir Seperti Aliran Kegelapan (2021:6).

Orang yang depresi memiliki dua tolak ukur di dunia ini. Pertama, karena memiliki keluwesan dan fleksibilitas dalam berpikir, mereka dapat mengukur hasilnya dengan cukup baik. Kedua, mereka juga orang-orang yang menjadi batang besi dan memiliki standar yang sulit diubah, sehingga akan sangat melelahkan untuk diukur. Dengan begitu, perlunya mengumpulkan kembali energi.

Mengapa begitu? Penulis menyebut diantara orang yang terlihat bahagia atau energik, terdapat orang yang khawatir. Dia seperti udara karet yang terisi udara penuh, bergerak dengan gesit dan bertenaga, sulit untuk menangkap arah geraknya. Mental dan jasmani dituntut seimbang. Diperparah dengan perubahan perasaan ektrem yang muncul secara periodik yang seketika menjadi roller coaster.

Sebelum terlalu jauh menyelami buku ini, penulis pun meminta pembaca untuk melakukan tes diagnosis mandiri manic disorder dan tes diagnosisi mandiri depresi. Jika teman-teman pemasaran, maka buku ini jawabannya dari Depresi Berat Dibalik Topeng Kebahagiaan.

Kemudian, menjadikan Kesedihan Orang Yang Selamat caranya dengan melawan kesedihan yang dialami dan mencoba berbagi kepada teman dibanding memendamnya sendiri. melalui proses ini dapat mengetahui batasan arti kehidupan dan pertemanan agar tidak melulu memikirkan Bagaimana Cara Menenangkan Hati Yang Lelah Bagai Ingin Mati?

Simplenya, pastikan memiliki kedekatan dengan orang, meskipun jumlahnya hanya satu. Sehingga, saat dirimu sangat lelah dan menelepon teman, perlahan sakitmu akan berkurang.

Berikutnya, Untuk Kau yang Selalu Murung dan Sengaja Tidak Bahagia, ingat selama 365 hari hal apa yang terjadi padamu? Senyum dan pundakmu yang sedikit tertekuk dan naik menjadi penanda redupnya hidup. Kerasnya dunia yang kau emban itu pun dibarengi kekhawatiran dan skeptis yang berkepanjangan.

Bahkan setiap terbangun engkau akan mengucap "Pagi yang indah!" begitu juga ketika seseorang basa-basi menyapa. Engkau hanya akan mengernyitkan dahi sambil berlalu seolah harimu ceria. Begitulah yang terjadi.

Ada pula orang yang menganggap ketidakberuntungan adalah hal yang biasa dan menikmati penderitaan. Ini disebut penyakit moral masocism. Kendati begitu, ia akan sangat merasa bersalah dan sangat sadar atas segala hal yang dilakukannya, sehingga ketika melakukan kesalahan ia merasa sangat bersalah. Ini bisa terjadi pada siapa saja yang berujung depresi dan menganggap hidup adalah beban.

Hal tersebut akan membuat seseorang tidak menyisakan apapun. Lazimnya, tak berniat berangkat kerja namun tetap dilakukannya. "Sembilan puluh persen mayarakat Korea Selatan pernah mengalami hal ini di pagi hari. Ini adalah campuran dari bentuk depresi ringan seperti maladaptasi dan stress mendadak," katanya dalam Bab Burn Baby Burn (2021:69).

Maka, hadiahi diri anda dengan meditasi, atau lakukan hobi yang sudah lama tertunda. Meskipun singkat, Haenam dan Jongseok menyebut itu adalah waktu istiirahat yang  benar-benar berarti bagi anda, seperti liburan yang benar-benar liburan. Dan tidak menjadikan dirimu tidak beristirahat walaupun sedang istirahat.

"Pada masa sekarang, kita tidak boleh kehilangan atau melupakan jati diri. Jika kita menyerah atau malu terhadap diri kita, itu artinya kita kehilangan potensi dan kesempatan kita. Anda tidak boleh melupakan usaha dan jati diri anda dan hidup terseret oleh penilaian orang lain secara pasif. Kebahagiaan kita ada pada diri sendiri, bukan orang lain," jelasnya pada Bab Orang yang Tidak Hidup untuk Kebahagiaannya Sendiri (2021:92).

Sementara itu, Ketua Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia 2018-2022 Eunike Sri Tyas Suci dalam zoom meeting Kompas Editor's Talk membahas mengenai Kesehatan Jiwa pada Remaja. Ia bahkan membandingkan peraturan pemerintah (Permen) tentang Kesehatan Jiwa. Penyebutan kesehatan mental menurut UU yang tepat adalh kesehatan jiwa.

Menurut UU Tahun 2014 Pasal 18 yakni Kesehatan Jiwa disingkat Keswa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan stress, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Ada perbedaan dengan UU Kesehatan Jiwa No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dimana sisi spritualnya telah dihapus.

"Saya tidak tau mengapa dianulir. Seperti apa sih yang namanya sehat secara spritual. Kemenag juga tidak begitu terlalu fokus dengan ini. Kemudian, kesehatan jiwa pada UU yang lama diantaranya sehat jiwa, masalah kejiwaan, dan gangguan jiwa. Masalah kejiwaan jika tidak ditangani dengan serius maka efeknya ODMK dan ODGJ," katanya kepada para peserta zoom meeting.

Tyas menimpali, bahkan saat ini ia tidak begitu paham istilah ODMK dan ODGJ pada UU yang baru ini masih digunakan atau tidak. Dirinya, menginginkan agar regulasi UU Kesehatan yang baru dapat dijelaskan secara rinci.

"Kesehatan jiwa itu masalah tumbuh kembang. Budaya Korea yang masuk ke Indonesia mengkiblatan remaja. Di Korea, bagian bunuh diri di sana paling tinggi, tentunya ini yang harus diperhatikan. Apakah ini akan berpengaruh bagi remaja Indonesia?" katanya.

Anak-anak usia SD masih dekat dengan orang tua atau golden time. Jangan sampai orang tua lepas tangan pada masa golden time ini.

"Curhat adalah gerbang menurunkan kesehatan jiwa. Ini agar lebih senditig terhadap kualitas gidup. Setiap remaja pasti berbeda dalam menangani kualitas hidup. Medsos selalu menampilkan yang bagus, orang tidak perlu kehidupan pribadi. Padahal setiap hidup memiliki masalah," terangnya.

Tyas juga membahas mengenai stress. Menurutnya ada dua jenis yakni eustress (stress yang baik) dibutuhkan kemampuan tata kelola yang baik dalam mengelola stress dan distress (stress negatif) perilaku dan pemikiran sudah tertanggu. Ada self hurt atau melukai diri.

 "Masalah kesehatan jiwa itu relasi antar mnusia baik dalam keluarga, tempat kerja, maupun ruang lingkup sosial. Jika bicara remaja, katakanlah pada tahun 2000-an. Orangtua nya hidup di jaman apa? Maka ortu 2000-an juga harus tau ortunya ditahun berapa," kata Penulis yang juga Dosen dan Psikolog Sosial, Nani I R Nurachman.

Dari perjalanan masyarakat Indonesia, dilanjutkannya pernah mengenal lost generation, trauma, inter generalition trauma. Ini bisa sebagai bentuk refleksi. Jika bicara tentang refleksi dan dikaitkan dengan remaja yang bersibuk diri dengan tekonologi digital.

"Jika berbicara tentang berpikir ini mengacu multi tasking maka multi thinking. Bagaimana orangtua membuat panduan dan mewariskan kepada anak-anak tentang hidup sehat," ucapnya.

Saat ini pemerintah benar-benar memperhatikan kesehatan jiwa karena berakaitan dengan SDM. Pendekatan multikultural pun menurutnya sangan dibutuhkan.

Dalam sesi ini juga dihadiri oleh Head of Into The Light Indonesia Ida Ayu Prasasti, Wartawan Desk Humaniora Harian Kompas Evy Rachmawati, serta Peliput desk Humaniora Harian Kompas Deolisa Arlinta, dan moderator acara Wartawan Desk Humaniora Harian Kompas Sekar Gandhawangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun