Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Transmigrasi dan Transparansi Pembangunan Desa

18 Agustus 2023   14:49 Diperbarui: 18 Agustus 2023   14:59 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu jalan desa yang belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Foto: Sofiah.

Tulisan ini, aku buat pada 2017 lalu. Pada 2023 ini aku mencoba membuka folder lama di laptop yang akhirnya aku jahit kembali tulisan ini dengan keadaan sekarang.

PENDAHULUAN

Pada 1981, masa pemerintahan Presiden Soeharto menggalang program transmigrasi artinya memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk ke daerah lain di wilayah Indonesia. Tujuan mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di Pulau Jawa. Serta memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk memenuhi sumber daya di pulau-pulau lain, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Lalu pada 1983, pemerintah mulai membuka lahan hutan semak belukar, khususnya di Provinsi Riau. Dilanjutkan pada 1985 pemerintah membuka pemukiman transmigrasi. Dan dibuatah rumah pemukiman penduduk, parit, jalan, dan fasilitas-fasilitas lain seperti Kantor Desa, Balai Desa, serta Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), dan Sekolah. Hal itu dimaksudkan agar warga (Transmigran) yang mengikuti program transmigrasi dapat langsung tinggal dan menempati rumah serta memanfaatkan fasilitas yang ada.

Berbagai daerah di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur pada Oktober 1987 mengikuti program transmigrasi yang dibuat oleh pemerintah. Di daerah Jawa Tengah seperti Kebumen, Salatiga, Banyumas, Wonogiri serta Purbalingga. Sedangkan daerah Jawa Timur yaitu Bojonegoro.

Di daerah Kebumen, Jawa Tengah, warga mendapat arahan langsung dari Ketua Departemen Transmigrasi (Kadeptrans). Lalu untuk kelanjutannya diserahkan kepada Ketua Rombongan.

Sebagai anak yang terlahir dengan sebutan pujakusuma atau Puta-putri Jawa Keturunan Sumatera, aku pun penasaran bagaimana proses transmigrasi berlangsung. Meski sering mendengar dari orangtua tentang ini, namun semasa kuliah, seingatku 2017, aku mencoba menggali seluk beluk bagaimana terbentuknya Desa Pasir Luhur.

Pertama kalinya aku mencoba bertandang ke rumah Ketua Rombongan yang kebetulan tepat di muka rumahku. Darmin, namanya. Dengan logat Jawa yang kental ia utarakan, dadi nek arep mangkat kudu ana ketua rombongan, men ulih ngubungine kepanak. (Jadi, jika ingin berangkat harus ada ketua rombongan, agar mudah dihubungi).

Warga yang ingin mengikuti program tersebut datang ke rumah beliau, tepatnya di daerah Ampel Sari, Kecamatan Petanahan, Kebumen, Jawa Tengah dan bisa juga langsung di Kebumennya. Tidak hanya itu, informasi transmigrasi juga disampaikannya melalui suatu acara dan perkumpulan lainnya. Serta memantau perkembangan transmigrasi.

"Syarat transmigrasi seperti KTP, belum menikah dan sudah menikah diperbolehkan, tapi yang lebih diutamakan yang sudah menikah." Dan "Tidak ada penetapan berapa lama pendaftaran," ungkap pria 65 tahun pada enam tahun silam.

Janji pemerintah bagi yang mengikuti program transmigrasi antara lain jaminan hidup (10 Kg/KK dan 7 Kg/anggota KK), uang saku selama perjalanan Rp 57 ribu, uang akomodasi, dan alat-alat pertanian serta pakaian kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun