Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Pesona Rimbang Baling, Dari Kekayaan Alam hingga Budaya

17 April 2023   22:18 Diperbarui: 17 April 2023   22:21 1615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesona Alam Rimbang Baling, terlihat Desa Koto Lamo dari perbukitan. Foto: Sofiah.

Rimbang Baling. Begitu namanya disebut langsung terbayang alam dan budayanya. Berbatasan langsung dengan provinsi yang dijuluki Ranah Minang, Rimbang Baling pun berada di hutan konservasi, dipenuhi dengan bukit, dan sungainya terjaga, bahkan ikan di sana hanya dapat dipanen setahun sekali atau saat hari besar saja.

Beberapa waktu lalu pada 10-12 Maret 2023 telah diselenggarakan festival Subayang di kawasan ini untuk mendukung Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBWI) dan Bangga Berwisata di Indonesia. Puncaknya pada Juni 2023 mendatang.

***

Perahu yang dijadikan untuk penyebrangan. Foto: Sofiah.
Perahu yang dijadikan untuk penyebrangan. Foto: Sofiah.

Sebelum adanya jalur darat, dalam kesehariannya warga masyarakat yang bermukim di sekitar hutan konservasi ini menggunakan piyau atau perahu. Adanya jalur darat pun mempermudah warga sekitar khususnya yang tinggal di Koto Lamo, Kampar Kiri, Kampar, Riau.

Meski begitu, itu hanyalah alternatif saja. Lantaran jalan yang masih tanah itu jika musim penghujan akan menyisakah lumpu atau becek. Belum lagi daerah ini perbukitan sehingga butuh waktu lebih dan tenaga ekstra jika ingin keluar dan atau masuk kampung.

Ini menjadi pengalaman berharga bagiku karena pada akhir 2017 dan awal 2018 berkesempatan ke Rimbang Baling dengan menggunakan dua moda transportasi sekaligus. Lawatan pertama, saya dan kelima temanku menggunakan sepeda motor. Lalu menyeberang dengan perahu getek dan dilanjutkan kembali dengan jalur darat.

Lawatan kedua, menggunakan mobil yamg kemudian diinapkan di Desa Tanjung Belit. Lalu, kami menyewa piyau besar yang dinamakan jonson. Sementara untuk piyau kecil dinamakan robin. Perahu-perahu disana digunakan untuk kegiatan sehari-hari masyarakat sekirat, bahkan juga sebagai mata pencaharian.

Perahu yang digunakan transportasi warga. Foto: Sofiah.
Perahu yang digunakan transportasi warga. Foto: Sofiah.

Sengaja kami menyewa piyau besar karena barang bawaan yang cukup banyak untuk kerjaan selama 10 hari. Kami tinggal di rumah warga yang kebetulan kaka tingkat di kampus. Disanalah kami bersosial dan menjalankan tugas yang berkaitan dengan alam.

Untuk harga sewa robin kala itu Rp300 ribu. Sementara, jonson Rp500 ribu.

Saya dan teman membantu dalam produksi feature dokumenter sebuah program televisi yang berkaitan dengan anak-anak di pedalaman. Rimbang baling kami pilih karena balutan budaya dan alam yang masih asri.

Percaya tidak percaya saat pertama kali melakukan survei, saya menjadi bagian dari taster meminum obat tradisional di sana. Saya sempat mengalami demam dan diberi obat dari tumbuhan berwarna ungu (lupa namanya). Ibu dari temanku mengambil di sekitar rumah lalu daun tumbuhan tersebut diremas-remas untuk diambil airnya. Rasanya sedikit aneh dan getir. Tapi, yasudahlah ya, namanya juga obat.

Kelapa muda pun diberikan padaku. Ternyata saya terkena cacar air. Perasaan udah campur aduk ini, mana lagi skripsian, ada proyek. Sudahlah. Beruntung, saat kembali ke Pekanbaru, si cacar ini segera pulih.

Sekembalinya ke Rimbang baling bersama tim, kami disuguhkan pemandangan alam yang luar biasa. Dari piyau yang berjajar rapi menunggu penumpang, kami pun menyusuri sungai yang begitu jernih nan hijau.

Jujur aku cukup takut jika berhadapan dengan air baik sungai maupun laut. Bunyi air yang dihasilkan cukup menyeramkan. Itu hanya sugestiku saja, lantaran tidak tinggal di daerah pesisir.

Istirahat menikmati susur sungai Subayang. Foto: Sofiah.
Istirahat menikmati susur sungai Subayang. Foto: Sofiah.

Semakin ke dalam, semakin bagus pula pemandangan. Dibalut perbukitan itu, suara alam menyatu dari air dan satwa yang berada di hutan. Apalagi kawasan ini merupakan hutan alam yang di dalamnya terdapat lembaga konservasi yakni WWF. Kami pun melewati camp WWF yang turut serta menjaga keasrian hutan ini.

WWF Indonesia merupakan salahsatu organisasi konservasi independen terbesar di Indonesia yang mulai kegiatannya sejak tahun 1962. Pada tahun 1998, WWF Indonesia resmi menjadi lembaga nasional berbadan hukum yayasan. Saat ini WWF Indonesia bekerja di 28 kantor wilayah di 17 provinsi di Indonesia, menjalin kerjasama dan bermitra dengan masyarakat, LSM, media, dunia usaha, universitas, serta pemerintah baik dia daerah maupun pusat. (www.wwf.or.id).

Di sepanjang tepian sungai banyak tumbuh rotan air - tidak mempunyai batang menjalar seperti rotan anyam. Daunnya mirip dengan palm hias. Namun, batangnya penuh dengan duri. Saat mencabut harus hati-hati. Karena yang diambil adalah pucuknya -- bisa untuk sebagai pengganjal saat lapar. Rasanya sepat dan pahit, namun sangat berkhasiat, yang mana bisa menyegarkan tenggorokan karena kandungan banyak kandungan airnya.

Aliran Sungai Subayang yang diambil dari jembatan di Desa Kota Lama. Foto: Sofiah
Aliran Sungai Subayang yang diambil dari jembatan di Desa Kota Lama. Foto: Sofiah

Seperti tersebut sebelumnya, di sini pula banyak terdapat lubuk larangan tempat ikan larangan berada. Ikan-ikan ini akan dipanen setahun sekali atau saat hari besar seperti lebaran. Jika ada yang berani maka akan terkena hukum adat dan sanksi. Namun, jika sekadar memancing biasa untuk lauk pauk, masih diperbolehkan. Begitulah Rimbang Baling.

Percaya tidak percaya hal semacam ini memang masih ada. Seperti pepatah "dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung". 'Tidak perlu cemas, meski demikian tidak ada larangan untuk mengambil ikan menggunakan pancing, dengan syarat, hanya ikan kecil yang di pancing," ucap Yurnalis (Istri ketua dusun II).

Selain memancing, masyarakat juga biasanya memolo ikan dengan cara berenang. Ada juga yang menggunakan tangguak (anyaman yang terbuat dari rotan atau bambu dengan berbagai bentuk dan ukuran). Warga menyebutnya menangguak.

Selain ikan, udang juga menjadi buronan warga sekitar untuk dijadikan lauk pauk. "Maka, nikmat Tuhanmu mana lagi yang kau dustakan."

Usai memolo ikan, anak-anak memanggang hasil tangkapan di Batu Kalang. Foto: Sofiah.
Usai memolo ikan, anak-anak memanggang hasil tangkapan di Batu Kalang. Foto: Sofiah.

Selanjutnya, kami menapaki Batu Kalang. Lokasi Batu Kalang, berbatasan dengan Desa Shanti. Untuk bisa sampai di sana, dapat mengenakan perahu dan juga motor. Terdapat parkir motor dan juga perahu. Namun, jika benar-benar susur Rimbang Baling alangkah elok mengenakan perahu.

Di Batu Kalang, pelancong bisa memancing dan memolo ikan sambil berenang. Hal itu pula yang biasa dilakoni kaka tingkatku bernama Ika Piyasta anak dari ibu Yurnalis.

Jernihnya Sungai Subayang di Batu Kalang. Foto: Sofiah.
Jernihnya Sungai Subayang di Batu Kalang. Foto: Sofiah.

Jika sekiranya tangkapan ikan telah mencukupi kebutuhan, bisa langsung dinikmati di pinggir sungai. Bisa dipanggang bahkan bisa juga dengan masak dengan beragam bumbu dapur seperti di rumah. Asalkan alatnya lengkap. Semakin menggoda kan teman. Daripada penasaran, cus langsung ke lokasi ya.

Hal yang menarik di Batu Kalang yakni bisa bermain arung jeram. Rasanya belum ke Rimbang Baling jika belum ke Batu Kalang. Bebatuan yang besar-besar memanjakan untuk merefleksikan syaraf-syaraf mata setelah bekerja bagai kuda hehehe. Nyanyiaan alam air, hutan, angin, dan aves terasa sampai ke kalbu.

Tangkapan layar Air Terjun Malancau dari Program Si Bolang.
Tangkapan layar Air Terjun Malancau dari Program Si Bolang.

Terakhir, yang wajib dikunjungi yakni Air Terjun Malancau (meluncur). Lokasinya berada di Desa Shanti -- Subayang. Berdasarkan cerita warga setempat, di sebut malancau berasal dari bahasa setempat yang artinya meluncur. Jika disusur dari Desa Kota Lama, lokasi air terjun ini cukup jauh. Berkisar satu jam lebih.

Sebenarnya masih ada satu desa yang perlu dikunjungi. Namun, karena akses tempuh yang cukup jauh dan tidak memungkinkan, maka perjalanan pun berhenti di sini. Desa ini berada di hulu yaitu Desa Subayang. Berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat. Bahkan, ada tagar untuk Rimbang Baling yakni #SaveRimbangBaling dari perusakan alam. Sehingga, muncullah lagu berjudul Rimbang Baling.

Melalui feature dokumenter dan program Kompasiana ini pula secara tidak langsung mengangkat tema Sustainable and Responsible Travel. Mengajak para traveler untuk tetap menjaga dan merawat alam agar generasi selanjutnya bisa merasakan kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah. Dari alam kita belajar bahwa yang ditinggalkan di sana hanya tapak. Sampah dan segala macamnya agar bisa dibawa pulang.

Di Indonesia Aja. Bangga Berwisata di Indonesia. Samber THR dan Samber 2023 Hari 17.

#DiIndonesiaAja

#SamberTHR2023

#THRKompasiana

#ADayInRamadan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun