Diseluruh dunia, program hamil (promil) hanya ada tiga yakni hamil secara ntural dengan dibantu dokter. Lalu, inseminasi (dokter menyiapkan sperma suami agar bisa diinseminasi ke dalam rahim istri). Terakhir, program bayi tabung.
Dari buku ini juga, salah satu pasien dokter, yang menikah pada 2002 dengan usia produktif, cewe 22 tahun dan cowo 25 tahun, setelah 18 tahun menikah baru mendapat momongan. Tidak ada menunda, namun berbagai cara telah dicoba dari yang tradisional, ke bidan, dokter kandungan untuk HSG, konsumsi vitamin, dan pada tahun keempat ternyata sang suami divonis mengalami azoospermia (kondisi dimana cairan ejakulasi yang dikeluarkan oleh pria tidak memiliki sel sperma. Artinya, kehamilan secara alami maupun inseminasi menjadi mustahil).
Tahun kelima, mertua bilang untuk opsi adopsi. Sehingga, mereka melakukan adopsi anak yang masih dalam kandungan ibunya. Demi kesehatan ibu dan jabang bayinya berbagai upaya dilakukan.
Setelah anak yang diadopsi berumur lima tahun, dan ibu pengadopsi berumur 32 tahun, bersama dg suaminya keduanya memutuskan untuk promil. Tidak lagi mendengar kanan-kiri namun riset dna mencari dokter.
Keduanya melakukan proses infertilitas untuk mengetahui promil apa yang cocok. Itu berlangsung selama enam bulan untuk bisa mengetahui hasil lengkap. Setahun setelah pemeriksaan lengkap, tepatnya 2014, opsinya yakni bayi tabung.
 Saat itu sel telur yang dihasilkan cukup banyak. Pada proses ini ia sempat mengalami kendala karena ada OPU lalu harus kuret dan menunggu tiga bulan. Selama program gorengan adalah hal yang tidak boleh dimakan dan setiap harinya harus makan 8 butir putih telur.
Tiga hari sekali ia pun harus periksa ke dokter untuk mengetahui perkembangan hormon. Perjuangan untuk menanam sel telur pertama selama enam bulan. Namun, Tuhan berkata lain. Gagal. Biaya yang keluar sudah Rp250 juta.
2015 mereka pun mencoba kembali menanam sel telur. Biaya yang dikeluarkan Rp150 juta. Hasilnya kembali gagal. Sedih bukan kepalang. 2016 mencoba kembali dengan biaya yang sama. Setelah 14 tahun menunggu hasilnya "Ibu hamil".
Wanita yang bekerja dan mengelola butik itu memilih meninggalkan pekerjaannya yang dibangun dari nol. Kebahagiaan yang datang itu harus diuji lagi.
Embrio yang ada di perutnya tidak berkembang bahkan jantungnya melemah. Sehingga, tidak bisa dipertahankan.
Ia kemudian memutuskan untuk berhenti program dan melakukan trip ke berbagai daerah dengan mengikuti kerja suami. Dua tahun setelah itu mereka menyiapkan diri untuk gagal agar lebih legowo.