Catatan #pejuanggarisdua
"Faktor internal yang dimaksud di sini adalah suami dan istri. Bukan istri saja. Perlu digarisbawahi. Budaya di Indonesia yang didominasi patriarki, menjadi perempuan tumpuan prasangka. Kerap menjadi tertuduh tunggal penyebab tidak adanya keturunan," urainya. (2021:4)
___
Seneng banget rasanya, karena beberapa waktu lalu dapet giveaway dari buku kompas
Dan, taraaaaaa.. Setelah meluncur dengan selamat dan dibuka isinya sangat mengejutkan. Salahsatu judul bukunya "Catatan #pejuanggarisdua" wah kataku dalam hati (apakah ini pertanda karena aku akan menuju jenjang yang lebih serius) haha ok baiklah at least melalui buku ini aku mencoba memahami apa yang dirasakan oleh orang-orang di luar sana yang sudah menikah, khususnya perempuan yang dominan jadi korban karena telat memberi keturunan.
Tanpa panjang lebar kita kupas saja bukunya ygy asiik. Jadi, buku "Catatan #pejuanggarisdua" karya dr. Ivander Utama, F.MAS, Sp.OG, M.Sc ini diterbitkan oleh Buku Kompas pada 2021 lalu. Ada 191 halaman dengan ISBN 978-623-346-134-4.
Dari buku ini, aku yang belum menikah belajar banyak banget hal dan bisa menjadi pengetahuan bersama terkait sulitnya mendapat keturunan. Dalam buku ini, tepatnya halaman 4, dokter bilang, sulit hamil bisa disebabkan oleh berbagai baik yang datang dari luar maupun faktor internal.
"Faktor internal yang dimaksud di sini adalah suami dan istri. Bukan istri saja. Perlu digarisbawahi. Budaya di Indonesia yang didominasi patriarki, menjadi perempuan tumpuan prasangka. Kerap menjadi tertuduh tunggal penyebab tidak adanya keturunan," urainya. (2021:4)
Dalam beberapa kasus, terjadi pada pasangan setelah menikah menunda untuk memiliki momongan dengan beragam alasan. Ternyata, menunda juga bisa merembet ke berbagai hal. Katanya, pasangan yang nyaman menunda, setelah diperiksa ternyata memiliki kelainan oada calon mama, calon papa, atau malah keduanya.
Faktor internal lain yakni:
-Kualitas sel telur yang buruk (paling sering disebabkan oleh usia)
-Siklus haid yang berantakan
-Infeksi pada jalan lahir
-Kualitas sperma yang buruk (tetapi sering lupa atau tidak mau diperiksa)
-Kebiasaan merokok yang tidak kunjung berhenti
-Kualitas hubungan suami-istri, seperti disfungsi ereksi atau istri bersifat dingin (frigid)
"Masalah sulit hamil adalah masalah pasangan. Sejak awal pemeriksaan, fokus harus dilakukan pada dua pihak, laki-laki dan perempuan. Itu sebabnya saat membuat janji pemeriksaan sebelum memulai program hamil, saya selalu meminta pasien untuk datang berdua, supaya bisa sama-sama mendengar. Promil tidak hanya bisa berjalan hanya di satu sisi," tegas dokter (2021:14)
Diseluruh dunia, program hamil (promil) hanya ada tiga yakni hamil secara ntural dengan dibantu dokter. Lalu, inseminasi (dokter menyiapkan sperma suami agar bisa diinseminasi ke dalam rahim istri). Terakhir, program bayi tabung.
Dari buku ini juga, salah satu pasien dokter, yang menikah pada 2002 dengan usia produktif, cewe 22 tahun dan cowo 25 tahun, setelah 18 tahun menikah baru mendapat momongan. Tidak ada menunda, namun berbagai cara telah dicoba dari yang tradisional, ke bidan, dokter kandungan untuk HSG, konsumsi vitamin, dan pada tahun keempat ternyata sang suami divonis mengalami azoospermia (kondisi dimana cairan ejakulasi yang dikeluarkan oleh pria tidak memiliki sel sperma. Artinya, kehamilan secara alami maupun inseminasi menjadi mustahil).
Tahun kelima, mertua bilang untuk opsi adopsi. Sehingga, mereka melakukan adopsi anak yang masih dalam kandungan ibunya. Demi kesehatan ibu dan jabang bayinya berbagai upaya dilakukan.
Setelah anak yang diadopsi berumur lima tahun, dan ibu pengadopsi berumur 32 tahun, bersama dg suaminya keduanya memutuskan untuk promil. Tidak lagi mendengar kanan-kiri namun riset dna mencari dokter.
Keduanya melakukan proses infertilitas untuk mengetahui promil apa yang cocok. Itu berlangsung selama enam bulan untuk bisa mengetahui hasil lengkap. Setahun setelah pemeriksaan lengkap, tepatnya 2014, opsinya yakni bayi tabung.
 Saat itu sel telur yang dihasilkan cukup banyak. Pada proses ini ia sempat mengalami kendala karena ada OPU lalu harus kuret dan menunggu tiga bulan. Selama program gorengan adalah hal yang tidak boleh dimakan dan setiap harinya harus makan 8 butir putih telur.
Tiga hari sekali ia pun harus periksa ke dokter untuk mengetahui perkembangan hormon. Perjuangan untuk menanam sel telur pertama selama enam bulan. Namun, Tuhan berkata lain. Gagal. Biaya yang keluar sudah Rp250 juta.
2015 mereka pun mencoba kembali menanam sel telur. Biaya yang dikeluarkan Rp150 juta. Hasilnya kembali gagal. Sedih bukan kepalang. 2016 mencoba kembali dengan biaya yang sama. Setelah 14 tahun menunggu hasilnya "Ibu hamil".
Wanita yang bekerja dan mengelola butik itu memilih meninggalkan pekerjaannya yang dibangun dari nol. Kebahagiaan yang datang itu harus diuji lagi.
Embrio yang ada di perutnya tidak berkembang bahkan jantungnya melemah. Sehingga, tidak bisa dipertahankan.
Ia kemudian memutuskan untuk berhenti program dan melakukan trip ke berbagai daerah dengan mengikuti kerja suami. Dua tahun setelah itu mereka menyiapkan diri untuk gagal agar lebih legowo.
Usia sang istri pun 39 tahun. Dengan penuh harap ia mendapat momongan. Dengan penuh ikhtiar juga mereka pergi mencari dokter kandungan lain.
Sampailah kepada dokter si penulis "catatan #pejuanggarisdua" tepatnya di daerah Ciputan, Tangerang Selatan. Ia dengan senang hati diperbolehkan makan jenis protein apa saja, tidak harus dari telur. Itu yang membuatnya senang kepalang, karena bisa makan protein yang dibakar juga.
Mereka cukup senang karena program yang dijalani cukup santai tidak seperti sebelumnya. Dan akhirnya ada kehidupan di janinnya lagi.
Tak sampai di sini, saat usia kandungan enam bulan, suaminha terkena gejala struk. Dimana saat itu sudah masuk awal pandemi. Ia pun sempat diopname karena pendarahan.
Berbagai drama pun dialami pasangan yang akhirnya bisa memiliki momongan dengan kurun waktu 18 tahun. Sang buah hati lahir sepekan sebelum waktu yang ditentukan. Operasi caesar pun dilakukan.
Ia dan buah hati sempat dirawat di NICU. Suami pun kemudian melakukan operasi karena jantungnya tinggal 15% sehingga tidak mungkin harus terapi.
Sel telur yang masih ada dua pada sang ibu. Lalu, ia bertanya pada suaminya, apakah akan ikut program lagi. Sang suami, menjawab lihat nanti ya. Mereka sangat berbahagia karena telah memiliki buah hati setelah 18 tahun menunggu.
Cerita lain datang dari pasangan yang tinggal di daerah Banten dengan suami keturunan Arab. Sang istri berumur 34 tahun dan suami lebih muda enam bulan daripada suami.
Saat menikah, wanita 34 tahun itu menjabat sebagai manajer di perusahaan mentereng yang notabenenya bergerak di minyak dan gas. Sehingga, sesekali perlu mengecek kondisi di lapangan.
Bahkan, suatu ketika ia barusaja memiliki keturunan, kantor menginginkannya untuk datang, "yang kubutuhkan otakmu kok," begitu kata atasannya (2021:86). Ranjang pun telah disediakan agar ia bisa bekerja sambil berbaring.
Singkat cerita, lima tahun menjkah mereka pun memutuskan untuk mengikuti promil. Dimana usianya sudah mencapai 39 tahun. Usia yang tak lagi muda bagi seorang perempuan.
Setelah ke sana ke mari konsul dengan dokter kandungan, pasangan suami istri (pasutri) ini pun bertemu dengan dr. Ivander. Pada awal promil, ia mengatakan ingin normal terlebih dahulu sampai waktu yang ditentukan yakni satu tahun.
Satu tahun berlalu, ia meminta waktu sejenak pada dokter karena ada acara di Lombok dan tidak bisa ditinggalkan. Padahal usianya akan mencapai 40 tahun.
Februari 2016, mereka memutuskan promil dengan serius. Dokter mengatakan agar banyak makan protein. "Salmon, ya dok?" tanyanya. "Ngapain salmon, ikan kembung juga bagus," jawabnya.
Seperti biasa, sebelum tindakan semuanya dicek. Tepat pada hari ketiga saat menstruasi. Kala itu, ia mendapat 11 embrio diawal. Namun, saat hari ketiga tiba hanya 8 embrio.
Selanjutnya, dokter merekomendasikan menyuntik satu embrio padahal ia ingin dua. Sempat sedih karena ditepis dan beresiko besar.
Lalu, keputusan antar dokter dan kolega membuatnya tak berhenti tersenyum. Dua embrio sekaligus disuntik dan mereka pun tumbuh keduanya di rahim.
Ia pun rajin bertanya serinci-rincinya mengenai kondisi buah hati yang kembar itu. Dua bayinya lahir secara prematur, dengan usia kandungan 7 bulan 11 hari.
Tujuh tahun menikah, mereka diberi momongan kembar sekaligus. Meski hanya satu yang bisa diberi kolostrum dengan menggunakan selang. Sehingga, saat pulang ke rumah tidak bersamaan.
Suaminya pun harus bolak-balik ke NICU (RSIA) dan RSU. Setelah melahirkan, ia pun harus masuk HCU karena penyakit bawaan. Sehingga, ia seperti robot karena susah berjalan dan harus terapi.
Setahun setelah keluar dari rumah sakit ia mulai bisa kembali berjalan. Si kembar dirawat oleh suster. Ia pun tak bisa memberi ASI lantaran obat yang dicerna berpengaruh pada bayinya.
"Aku kerap mengingatkan teman-teman, bahwa sebagai perempuan, kita punya masa expired," catatan #pejuanggarisdua (2021:89).
Itulah dua dari enam cerita yang bisa aku bagikan dari buku Catatan #pejuanggarisdua karya dr. Ivander. Semoga bisa menjadi pengetahuan bersama tentang promil apa yang akan dijalankan bagi setiap pasangan. Untuk kisah lengkapnya, teman-teman bisa membeli buku ini di toko buku terdekat dengan tempat tinggal teman-teman ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H