Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menikmati Kopi Ijo di Lereng Gunung Wilis, Bonus Air Terjun

22 Desember 2022   18:05 Diperbarui: 22 Desember 2022   18:14 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan foto: Kopi Ijo yang dijual di Cafe Prongos, kawasan lereng Gunung Wilis, Kediri, Jawa Timur. Foto: Sofiah


Finally, I have done. Kataku kepada temanku usai ujian di salahsatu kursus bahasa Inggris di Pare, Kediri, Jawa Timur. Jika melihat ke atas, langit mulai berwarna abu-abu dan angin pun berembus. Pertanda, cuaca tak begitu bersahabat.

Aku pun mulai kena serangan panik lantaran ini list beberapa pekan yang lalu untuk bisa healing ke alam bebas sambil melihat bintang. Hiyaaaak macam betul aja ya kan haha

Ini di luar dugaan. Pikirku, aku bakal dapat undian ujian diawal ternyata nomor dua terakhir. Sehingga, memakan waktu lama di situ. Belum lagi, aku mengajak anak gadis orang yang notabenenya anak rumahan. Syukurlah, sang kaka mengizinkannya lantaran harus menginap di moment kemping ceria yang menurut aplikasi google maps memakan waktu 1 jam 36 menit.

Kalau boleh jujur, aku pun sebenarnya takut karena waktu keberangkatan benar-benar menuju senja. Pasti sampai di sana maghrib. Dan benar saja itu terjadi.

Sampai lupa, bagi anda warga Kediri, pasti sudah tidak asing lagi dengan wisata Besuki yang menyajikan panorama perbukitan dan bonus air terjun. Kawasan yang berada di bagian timur lereng Gungan Wilis ini semakin menarik perhatian wisatawan dari berbagai daerah untuk kemping ceria. Ketinggiannya berkisar 125 MDPL.

Wisata Besuki Ndolo, diambil via atas. Foto: Sofiah
Wisata Besuki Ndolo, diambil via atas. Foto: Sofiah


Aku bersama rekanku, Risma, namanya, terus mengikuti arahan google maps begitu melewati kota Kediri dengan titik awal Pare. Di perjalanan, kami pun saling menebak jika ada orang yang menggendong ransel dipastikan menuju Ndolo.

Hari semakin gelap. Jalanan semakin sunyi dan mulai terlihat pepohonan besar, hutan pinus, dan rindang dengan bonus tanjakan dan turunan. Pokoknya paket komplit deh. Catatan: usahakan kalau ke sana jangan sore, apalagi cewe. Ya, kalau rame-rame atau nekat gapapa tapi pastikan kendaraan sudah diservis.

Lanjut, sebagai yang dituakan dan suka main ke alam, aku pun sok cool meski sebenarnya takut karena jalanan sunyi dan yang lewat truk besar. Namun, aku harus tenang agar si dede panggilan akrab, tidak ikut cemas. Aku pun menyarankan untuk tidak membalap trul tersebut, namun lama-lama gas ajalah, imbuhku.

Jujur saja, aku sebenarnya kasihan, sudahlah aku yang ngajak, dia pula yang bawa. Karena hanya kami berdua di jalan, aku pun mencoba mengarahkan dede menepi ke warung pinggir jalan untuk memastikan lokasi. Air mineral pun jadi andalan wajib untuk sesi tanya jawab.

"Mba, Ndolo masih jauh ga dari sini?" tanyaku.

"Oh, yang daerah Prongos itu ya? Yang biasanya orang kemah?" ujarnya.

"(Waduh, mana kutau)," kataku dalam hati. Tapi, yang keluar malah, "Iya mba yang itu. Masih jauh tah mba?"

"Masih ke atas lagi sana. Pokoknya ikuti aja jalan ini, nanti ada tu di pinggir jalan ramai parkir, tenda, dan lainnya," urainya. Lalu menambahkan, "kalau di sini ada tapi ya jarang. Bagusan di sana view nya."

"Oo gitu ya mba. Makasih ya mba," kataku sambil mengambil air mineral dan uang kembalian. Lagi-lagi yang terbesit dalam pikiranku, "matilah aku bawa anak gadis orang pula ni. Semoga ga kenapa-napa."

Benar saja, ada jalan yang membingungkan. Kalau tidak salah saat memasuki taman. Apakah harus mengikut atau mengikuti dua sepeda motor yang tak jauh dari pandangan kami? Meski awalnya takut, kami pun memutuskan dua sepeda motor itu yang ditunggangi para pemuda.

Drama lainnya, saat memasuki kawasan wisata, mengapa pemotor di depan membelak-belokan motornya ke kanan dan kiri. "Drama apalagi ini," gumamku. Pikirku, orang jahat kan. Rupanya, jalanan lumayan tajam ke atas. Sehingga, harus diakali agar kendaraan bisa naik.

Angin mulai menusuk tulang. Cahaya lampu berkelipan mulai terlihat. Begitupun jembatan akses ke Ndolo. "Akhirnya, sampai juga," seru kami.

Begitu sampai parkir gerimis mulai mengundang. Ada-ada saja. Lalu, ditempat registrasi, petugas bertanya, "sebelumnya udah daftar lewat ig atau wa, mba?"

"(Mati)," kataku dalam hati dan yang keluar hanya," belum mas. Gatau kalau harus daftar dulu."

"Yaudah sebentar ya, kami carikan dulu barangkali masih ada yang kosong tendanya," pintanya sambil ke sana kemari mengusahakan agar kami dua wanita dapat berkemah dan bermalam di Ndolo.

Petugas sempat bilang, kalau di seberang juga penuh. Tidak ingin membuat kami khawatir dan cemas, petugas cowo yang cekatan itu pun tak berapa lama mendapat tenda dan menanya kami ingin mendirikan tenda dimana.

Perlahan, senyum tipisku pun keluar di tengah rintik hujan Ndolo. Sambil menyelesaikan registrasi sebanyak Rp70 ribu. Dimana sewa tenda semalam Rp60 ribu dan parkir motor Rp10 ribu.

Kami pun memilih di baris pertama paling pojok yang dekat dengan tempat jaga. Di belakangnya ada toilet umum dan kamar mandi umum. Leganya, bisa dapat tempat yang sesuai hati.

Cafe Prongos begitu mentereng di wisata Besuki, Ndolo. Foto: Sofiah
Cafe Prongos begitu mentereng di wisata Besuki, Ndolo. Foto: Sofiah

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, kami pun menjelajahi warung dan kafe yang ada di Ndolo. Tentunya, ini memudahkan para wisatawan atau pengunjung untuk memanjakan diri, jika tidak ingin repot-repot masak. Ingat! Barang berharga dibawa ya guys yaaa.

Ok, lanjut. Biar ga ngantuk, tidak ada salahnya mencoba menu andalan yang disediakan penjaja di Ndolo. Ya, tentunya aku pesan kopi dan si dede pesan chocolatos.

Kopi Ijo, namanya. Pas banget diseruput di area perbukitan di tengah api yang dinyalakan di seberang warung dekat dengan tepi jalan sambil duduk santai di kursi ban mobil. "Pweeeeeh," kalau kata orang Kediri.

Saat kutanya kenapa kopi ijo kepada penjual. Mas nya, cukup ketus menjawab. "Ya kopi khas sini. Nanti, kalau dikasih tau ya menyebar resepnya," katanya.

"Saya pengen tau aja mas, bahan dasarnya apa dan kenapa disebut kopi ijo. Ga ke resap dan pengolahannya," kataku memelas.

"Oh gitu toh. Jadi, kopi ijo itu dari kacang hijau. Khas sini," terangnya.

Perlahan kusesap kopi ijo yang disuguhkan dalam wadah berbahan dasar paper cup berwarna putih bertuliskan Cafe Prongos "Nyari duit cuma hobi." Waaah, tagline semakin menarik dengan imbuhan @viewjembatanjomblo haha

Tidak perlu khawatir tentang harga. Paper cup tersebut terisi penuh dengan kopi yang dibandrol Rp5 ribu. Rasanya, tidak begitu pahit, menurutku. Tetap nyaman di lambung, nyatanya pagi-pagi perutku tidak berkontraksi. Biasanya kalau tidak cocok minum kopi, pasti pagi hariku setelah bangun tidur akan bermasalah.

Kami sengaja tak memesan makan, lantaran si dede sudah membawa bekal yang ia siapkan sendiri. Ada telur dan ikan bandeng. Sedaaap sekali rasanya dan ingin mengulang moment itu lagi jika ada kesempatan.

Mengingat hari kian larut, kami memutuskam untuk kembali ke tenda. Awalnya sunyi tak ada yang berisik. Hanya terdengar sayup-sayup suara gitar dari pos penjaga. Aku mencoba ke sana, lalu Risma pun mengikuti. Sengaja, bergabung dengan wisatawan berbeda daerah adalah jalan ninja dari setiap perjalanan. Sekaligus mengenalkan padanya arti sebuah perjalan. Jiaaah macam betul ajalah aku nih ya haha

Tak lupa menyolokkan cas, lantaran hp ku low bat. Meski tak banyak berisi, namun jadilah untuk menyimpan daya dan mengabadikan moment di pagi hari.

Dede izin balik ke tenda. Tak berapa lama, ia datang dan berbisik, "Dompet dan uangku gada."

"Ha?! Seriusan?" kataku sambil lari menuju tenda. Asli, panic attack hamba, karena uang gajinya dibawa semua. Lalu, memeriksa.

Rupanya, ia salah letak. Syukur deh. Mengetahui hal itu, aku yang meninggalkan hp di pos lalu berlari mengambil dan bergegas ke tenda. Menyudahi malam dengan drama dan nyanyian.

Anehnya, tidurku tidak nyenyak. Entah lantaran karena gerimis takut banjir atau karena kedinginan yang padahal badanku telah dilapisi dua pakaian dan jaket serta selimut.

Sesekali aku menggigil lalu mengoleskan minyak telon kemudian tidur dengan posisi meringkuk. Jika sudah berasa dingin, aku dekatkan badanku ke dede supaya terasa hangat. Maafkan aku yang lasak yaaaa

Penghuni baru di depan tenda kami yang didominasi bocil teramat berisik. Mereka asik mendendangkan lagu yang diiringi dua pemain gitar. Padahal disekitar tenda lain adem ayem dan tenang. Mungkin, inilah yang dinamakan harus menyatu dengan alam dan siapapun.

Tidur ayamku pun mengantarkan pada fajar yang telah ditandai dengan kumandang adzan. Kamar mandi dan toilet umum mulai ramai. Pengunjung yang muslim menjalankan ibadah subuh.

Pagi yang buta tak menyurutkan pengunjung untuk menyaksikan munculnya sang surya. Ada dua lokasi yang bisa dijadikan objek untuk mengabadikan . Pertama, di sebelah kiri pintu registrasi paling pojok. Bisa melihat sambil duduk di atas semenisasi.

Diambil dari bawah, pojok. Foto: Sofiah
Diambil dari bawah, pojok. Foto: Sofiah


Kedua, dibagian atas kamar mandi umum. Sehingga, mengharuskan pengunjung mengeluarkan energi. View, nya dijamin bagus. Deretan perbukitan akan tampak berjejer rapi, seolah matahari tepat berada di tengah-tengahnya.

Tempat ini cocok banget buat teman-teman yang tidak banyak punya waktu luang dan sekadar ingin melepas penat atau menghabiskan waktu di akhir pekan dengan kemping ceria. Selain itu, sinyal pun masih aman meski tidak terlalu bagus. At least, masih bisa  buat kamu yang instagramable.

Foto: Sofiah
Foto: Sofiah

Foto: Sofiah
Foto: Sofiah


Tidak ingin menyia-nyiakan waktu di kawasan Pegunungan Wilis, kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan ke Air Terjun Ndolo. Tentunya, berkemas terlebih dahulu dan hanya meninggalkan jejak langkah kaki serta kenangan eaak

Segera mungkin kami mengarah ke parkiran motor dan memanaskan mesin terlebih dahulu. Mesin yang langsung dibawa begitu saja tidak bagus dan busa menyebabkan mogok. Apalagi habis terkena gerimis semalam suntuk.

Jalan menuju air terjun pun tak kalah ekstrim. Tikungan tajam disekitar Ndolo, membuat siapapun harus tetap berhati-hati. Jika tergelincir, pinggir jurang guys.

Tak butuh waktu lama, sekitar 10 menit sampailah di parkiran. Mengingat masih terlampau pagi, hanya ada beberapa kendaraan bermotor dan mobil yang parkir.

Tak perlu khawatir tersesat, teman. Cukup mengikuti tangga yang disediakan oleh pengelola wisata. Jika biasanya trek air terjun bakal menanjak dan becek, berbeda dengan Air Terjun Ndolo yang trek nya menurun. Sehingga, akan terasa ketika kita telah menikmati air terjun.

Itu terbukti, saat kami sesekali menjumpai pengunjung yang telah memanjakan mata di air terjun yang tersembunyi. "Huah huah huah," begitu kira-kira suara yng keluar dari pengunjung sambil menghela nafas dan berpegangan tangan di tangga.

"Semangat pak," kataku dengan imbuhan, "masih jauh tah pak?"

"Iya ini harus semangat. Apalagi kalian masih muda. Masih lumayan jalannya," terangnya.

"Wah, baik pak," kata kami bersamaan. Tak berapa lama kami pun jumpa rekannya lalu bilang, "tadi hampir ga sampai. Jauh kali," sebutnya.

"Tenang. Bagus, air terjunnya," katanya lagi.

Bahkan ada pengunjung yang terang-terangan ga sampai bawah. "Capek," katanya.

Waduh, gumamku. Iya juga si, lumayan menguras tenaga guys. Deburan air terjun sayup-sayup memanggil kami untuk segera lihat. Namun, tak kunjung sampai. Kami pun memilih mengistirahatkan diri di bangku berbahan besi yang berwarna merah untuk cas energi.

Air Terjun Ndolo. Foto: Sofiah
Air Terjun Ndolo. Foto: Sofiah

Setelah di rasa cukup, perjalanan pun kami lanjutkan. Yeaaaay, finally, we did it. Dengan nafas yang cukup terengah-engah, namun eksotisme Air Terjun Ndolo sungguh memukau dan memanjakan hati dan pikiran.

Karena saat tiba ada dua pemuda di sana, kami memilih untuk istirahat sejenak di bangku yang telah tersedia. Mendokumentasikan perjalanan.

Rasanya ingin mandi. Dingin bukan alasan, namun tidak ada baju ganti. Jadi, kami hanya membiarkan telanjang kaki dan basah celana selutut. Seneng banget rasanya. Gamau balik. Namun, Senin menjadi realita kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun