Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Petuah Eyang (4 - Selesai)

29 Juli 2022   21:44 Diperbarui: 29 Juli 2022   21:47 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mama sudah lama memaafkannya, Maria. Tapi Mama juga manusia biasa yang mempunyai kelemahan. Mama tidak sanggup hidup bersama laki-laki yang telah berselingkuh dengan...kakak kandung Mama sendiri."

Aku mengangguk tanda mengerti. Kupeluk ibuku dengan penuh kasih sayang. Tiba-tiba kulihat Eyang berjalan tertatih-tatih menghampiri kami. Wajahnya semakin menua. Rambutnya dibiarkan memutih alami tanpa semiran lagi. Sejak peristiwa terbongkarnya aib Tante Karin dan ayahku itu, sepertinya Eyang mulai kehilangan gairah hidup.

"Ini buku tabungan Ibu. Ada sejumlah uang hasil penjualan rumah kita dahulu. Pakailah untuk membeli rumah buat tempat tinggal kita. Kalau ada sisa, ambillah semuanya untuk tabungan hari tuamu, Rina," ujar nenekku itu kepada Mama. Kami berdua terkejut. Tabungan itu adalah harta satu-satunya Eyang sepeninggal Eyang Kakung. Lalu pecahlah isak tangis nenekku itu.

Direngkuhnya kedua telapak tangan Mama dan diciuminya sambil berlinangan air mata. "Aku berdosa besar sudah menjodohkanmu dengan Teddy, Anakku yang baik. Aku juga seringkali pilih kasih terhadap Karin, kakakmu yang akhirnya justru menghancurkan keluarga kita.

Tuhan telah membukakan mata hatiku, Rina. Ternyata segala sesuatu yang kelihatan sempurna dari luar itu belum tentu benar adanya. Ampuni ibumu yang bodoh ini. Rina..., ampuni aku...," seru Eyang seraya menangis sesenggukan.

Mama memeluk ibu kandungnya itu dan menghiburnya dengan kata-kata yang menenangkan hati, sebagaimana kebiasaannya selama ini yang membawa kedamaian bagi orang-orang di sekitarnya. Eyang lalu berpaling kepadaku. Tangannya membelai-belai rambutku dengan penuh kehangatan. "Eyang juga telah bersikap tidak adil kepadamu selama ini, sama seperti aku memperlakukan ibumu. Maafkan nenek tua yang tidak tahu diri ini ya, Maria."

Aku mengangguk tanda mengerti. Kupeluk tubuh renta itu dengan perasaan campur-aduk. Bahagia dan lega rasanya akhirnya diterima Eyang dengan sepenuh hati. Lalu aku teringat Martha. Aku sungguh merindukannya. Pertemuan kami yang terakhir kali adalah ketika dia menceritakan pertengkaran kedua orang tuanya. 

Selanjutnya kami hanya berhubungan melalui pesan WA di ponsel. Luka yang menganga diantara kami berdua terlalu dalam sehingga membuat kami mungkin lebih baik menjaga jarak untuk sementara waktu.

"Maria...," ujar Eyang dengan suara terbata-bata, "Mulai sekarang tekunlah berdoa agar dirimu kelak memperoleh jodoh yang terbaik di mata Tuhan. Manusia bisa berusaha, tapi biarlah Tuhan menentukan yang terbaik menurut caraNya sendiri. Bibit, bebet, dan bobot yang baik itu sebenarnya cara yang dipandang tepat oleh orang-orang tua untuk menentukan jodoh yang terbaik bagi anaknya.

Tapi...pandangan tersebut seringkali justru...menyesatkan orang untuk melihat segala sesuatu hanya dari permukaannya saja...."

Aku tersenyum lega mendengar penuturan nenekku barusan. Tuhan akhirnya membukakan jalan bagiku untuk memperkenalkan Mama dan Eyang pada Edo, seniorku di kampus yang menjalin hubungan dekat denganku setahun terakhir. Selama ini aku tidak percaya diri mengajaknya datang ke rumah karena latar belakangnya yang tidak sesuai dengan kriteria Eyang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun