Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Petuah Eyang (2)

28 Juli 2022   21:22 Diperbarui: 28 Juli 2022   21:30 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kemarin malam aku tiba-tiba terbangun karena bermimpi buruk. Entah apa mimpiku itu, aku sendiri sudah lupa. Kemudian aku keluar kamar untuk mengambil air minum. Ketika melewati pintu kamar tidur orang tuaku, kudengar mereka sedang bertengkar hebat. 

Ternyata Papa mempunyai perempuan simpanan yang sekarang sedang hamil. Papa bermaksud untuk menceraikan Mama agar bisa menikahi perempuan selingkuhannya itu. Mama tidak terima dan dengan marah berkata bahwa tidak mungkin perempuan itu mengandung anak Papa karena...karena...Papa mandul...."

Martha menangis terisak-isak hingga tubuhnya bergetar hebat. Aku berusaha menenangkannya. Kupeluk tubuhnya dan kubelai rambutnya dengan penuh kasih sayang. Gadis berambut pendek yang dicat warna burgundy ini sudah kuanggap bagaikan adik kandungku sendiri. Sungguh, hatiku pun terasa sakit sekali mendengar berita buruk ini.

Setelah merasa agak tenang, Martha melanjutkan ceritanya,"Papa terkejut sekali dan Mama berteriak-teriak bahwa aku...aku bukan anak kandung Papa!"seru adik sepupuku itu kembali histeris. "Rupanya setelah tiga tahun pernikahan tak kunjung dikaruniai anak, mereka lalu berkonsultasi dengan dokter kandungan. 

Setelah menjalani berbagai pemeriksaan ternyata diketahui bahwa rahim Mama subur dan Papa-lah yang tidak bisa mempunyai keturunan. Mama sengaja menyembunyikan hal itu dan ia lalu tidur dengan laki-laki lain. Setelah dua kali melakukan hubungan intim, Mama lalu hamil dan lahirlah aku..."

Jantungku berdegup kencang sekali. Benar-benar tidak masuk akal. Bagaimana mungkin hanya dalam waktu satu malam, rumah tangga yang kelihatan begitu sempurna dari luar itu porak-poranda. Ya Tuhan, bagaimana perasaan Eyang jika mengetahui putri kesayangannya melakukan hal yang tercela seperti itu!

"Papa sangat marah. Dimaki-makinya Mama dengan kata-kata yang sangat kasar, yang belum pernah kudengar keluar dari mulutnya selama ini. Dia memaksa Mama untuk menyebutkan siapa lelaki yang telah mencemarinya itu. Semula Mama tidak mau memberitahunya. Dia hanya tertawa-tawa senang dan mengolok-olok Papa karena begitu mudahnya ditipu oleh dua orang wanita sekaligus dalam hidupnya, yaitu istrinya sendiri dan perempuan simpanannya. 

Papa menjadi murka. Kudengar...kudengar dia memukuli Mama sampai berteriak-teriak kesakitan. Aku...aku hanya termangu mendengarnya. Aku tidak bergerak masuk untuk menolong Mama. Aku merasa sangat kecewa dengan perbuatannya. Betapa tega dia menghancurkanku seperti ini!" teriak Martha histeris.

Ia merasa sangat terpukul."Karena merasa kesakitan dipukuli Papa, akhirnya Mama menyebutkan siapa laki-laki yang telah menghamilinya itu. Mendengar nama orang itu membuatku semakin gila rasanya."

Aku kembali memeluk Martha, akan tetapi kali ini dia mendorongku menjauh. "Martha, kenapa kamu?"

"Kak Maria tidak akan sudi menyentuhku lagi jika mengetahui siapa sebenarnya ayah kandungku!"

"Apa maksudmu?"

"Ayah kandungku adalah...Om Teddy...."

Mataku terbelalak, seakan-akan hendak melompat keluar dari tempatnya. Dadaku terasa sakit sekali bagaikan habis dihantam godam yang sangat berat. Napasku terasa sesak. 

Ya, Tuhan! Ayah kandung Martha adalah...ayahku sendiri! Dunia serasa runtuh dan jatuh berkeping-keping di hadapanku.

***

Martha menurunkan diriku kembali ke rumah dan dia pergi entah kemana untuk menenangkan hatinya. Sepeninggal adik sepupu yang kini berubah statusnya menjadi adik kandungku itu, suami Tante Karin yang biasa kupanggil dengan sebutan Om Guntur itu mendatangi rumahku dengan amarah yang berkobar-kobar. Ia bermaksud untuk mencari ayahku, laki-laki yang telah menghancurkan rumah-tangganya. 

Om Guntur tidak datang sendirian. Ia membawa Tante Karin dan diseretnya istrinya itu dengan kasar memasuki rumahku bagaikan anjing jalanan. Begitu Papa menampakkan batang hidungnya, pamanku itu langsung memaki-maki dan menyumpah-nyerapahinya.

Papa luar biasa terkejut, tidak menyangka bahwa perbuatan tercela yang dilakukannya bersama kakak iparnya belasan tahun yang lalu itu akhirnya terbongkar juga. Ia mengucapkan kata maaf berkali-kali, tetapi Om Guntur yang sudah seperti orang kesetanan itu justru menghajarnya bertubi-tubi. 

Oleh karena perasaan bersalahnya, ayahku sama sekali tidak membalas. Ia menerima dengan pasrah hukuman yang memang layak diperolehnya itu. Dan pria yang dahulu menjadi panutan bagiku itu tercengang tidak percaya begitu diberitahu bahwa Martha adalah anak kandungnya.

Rupanya Tante Karin benar-benar pandai menyimpan rahasia ini begitu lama. Pantas Martha secara fisik begitu mirip denganku. Ternyata dia adalah adik kandungku sendiri! Ibunya pun memberinya nama Martha, tokoh dalam kitab suci yang merupakan saudara kandung Maria, tokoh yang namanya disematkan pada diriku oleh Mama.

"Maria dan Martha...,"desisku menggigil. Betapa hebatnya tanteku selama ini memainkan perannya yang apik sebagai anak yang membanggakan bagi Eyang, saudara kandung yang baik bagi Mama, istri yang rupawan bagi suaminya, dan ibunda yang hebat di mata anaknya. Tak disangka kedoknya itu pada akhirnya terbongkar oleh pengakuannya sendiri!

Eyang terpana menyaksikan aib mengerikan itu dibeberkan di hadapannya oleh menantu pertamanya. Dengan sorot mata tak percaya, wanita tua yang rambutnya masih berwarna hitam legam karena rutin disemir itu berpaling kepada putri tercintanya dan bertanya dengan perasaan gundah, "Benarkah semua perkataan suamimu ini, Karin?"

Tante Karin yang wajahnya tampak memar akibat pukulan suaminya mengangguk lemah. Eyang terduduk lemas di kursi sembari memegang dadanya. Air mata mulai bercucuran membasahi mukanya.

"Kenapa...kenapa kamu melakukannya, Karin?"

"Semua ini karena Ibu yang selalu menuntutku untuk menjadi wanita yang sempurna! Cantik, pintar, terkenal, sukses dalam karir dan keluarga. Begitu aku mengetahui bahwa tidak mungkin bisa mempunyai keturunan dari Mas Guntur, aku takut Ibu akan kecewa dan tidak menyayangiku lagi. 

Segala bibit, bebet, dan bobot yang Ibu bangga-banggakan selama ini benar-benar membuatku tertekan! Akhirnya kuputuskan untuk merayu Teddy, suami pilihan Ibu untuk Rina yang terbukti berhasil membuahkan Maria...anak yang normal, cantik, dan pintar,"ungkap bibiku itu seraya memalingkan wajahnya ke arahku.

Ingin kutampar dengan keras rasanya perempuan yang dahulu kuanggap mempesona ini. Tega-teganya dia mengkhianati ibuku, adik kandungnya sendiri! Entah dimana hati nuraninya berada ketika dirinya berhubungan intim dengan ayahku, adik iparnya sendiri.

Aku sungguh merasa kasihan pada Mama. Selama pertunjukkan persidangan keluarga ini berlangsung, ibuku yang tidak pernah neko-neko itu hanya diam saja. Ia tampak berusaha mencerna baik-baik kenyataann pahit yang diungkapkan secara blak-blakan di hadapannya. Berulang-kali pandangannya berpaling ke arah Papa dan Tante Karin, menatap kedua pesakitan itu dengan sorot matanya yang tajam. 

Kemudian dia bergerak mendekati Papa dan menamparnya berkali-kali. Pria tampan yang telah membina rumah tangga dengannya selama dua puluh satu tahun itu hanya menunduk pasrah. Lalu Mama beralih ke arah kakaknya dan diludahinya wajah saudara kandungnya itu dengan penuh kebencian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun