Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Sandal, Bruno Salim, dan Misteri Waktu

3 Januari 2025   08:24 Diperbarui: 3 Januari 2025   08:24 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pak Haji itu memang begitu," Amir akhirnya berkata, memecah keheningan. "Terlalu cepat menuduh, tapi minta maafnya susah."

Hasan mengangguk. "Benar, Mir. Sandal saja bisa bikin beliau lupa diri. Tapi memang begitu kelas tabiatnya. Dia sering bilang dirinya paling paham agama, paling berilmu. Tapi ya, lihat sendiri tadi."

Firman tersenyum. "Kita semua punya kekurangan, Bang. Tapi saya jadi ingat, sering kali manusia merasa punya waktu untuk memperbaiki kesalahan. Padahal, waktu itu berjalan tanpa henti."

Hasan menatap Firman dengan penasaran. "Apa maksudmu, Fir?"

Firman duduk di sebelah Hasan. "Kadang kita berpikir, nanti saja minta maaf, nanti saja berubah. Tapi nyatanya, kita tidak pernah tahu kapan kesempatan itu hilang. Saya sering membaca hadis, Rasulullah bilang, orang sombong itu tidak akan masuk surga. Tapi ya, kita juga harus introspeksi diri. Jangan sampai kita sama seperti itu."

Amir berhenti menyapu, menatap Firman dengan kagum. "Kamu benar, Fir. Saya ini tiap hari kumandangkan adzan, tiap pagi sapu masjid, tapi kadang lupa juga buat merenung. Kita sibuk mengejar yang sementara, lupa sama yang penting."

Hasan tersenyum. "Pak Haji Bruno itu mungkin terlalu sibuk dengan gengsinya. Dia memang pintar, tapi kadang merasa dunia ini hanya tentang dia."

Firman mengangguk. "Itu sebabnya kita harus saling mengingatkan. Pak Haji Bruno juga manusia, sama seperti kita. Bedanya, marah kalau diingatkan"

Amir menatap jam dinding di masjid. "Waktu itu memang misteri, ya. Kita pikir masih panjang, tapi tahu-tahu sudah habis. Kalau bukan kita yang mengendalikannya, waktu yang akan mengendalikan kita."

***

Sementara itu, di luar masjid, Bruno berjalan pelan, matanya clingak-clinguk  mencari. Masih merasakan sisa rasa malu dan kesal. Dia tahu dirinya salah menuduh Firman, tapi gengsinya menutup hati untuk meminta maaf. Di dalam hati, ia bertanya-tanya: Mengapa ia begitu mudah kehilangan kontrol hanya karena sandal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun