Cerpen  |  Layak-kah Ridho Illahi Sujud di Tengah Kehancuran ?
DikToko
Soetiyastoko
Kabut pagi masih menggantung saat Tamini Ridho memarkir mobilnya di halaman gersang sebuah penjara.Â
Pintu besar dari besi berderit pelan ketika seorang lelaki paruh baya berjalan keluar.
Ridho Illahi, ayahnya, kini bebas setelah tiga belas tahun mendekam di balik jeruji besi.
Tiga belas tahun, waktu yang cukup untuk menumbuhkan seorang anak menjadi dewasa, cukup pula untuk menghancurkan kehormatan seorang manusia.
Tamini keluar dari mobil, mengenakan gamis sederhana dan kerudung berwarna lembut. Ia memandang ayahnya sejenak, lalu melangkah mendekat. "Mari, Pak," katanya singkat, tanpa senyum. Ia hanya memberikan anggukan kecil, membantu ayahnya membawa tas yang telah usang.
Ridho yang kaget dengan tampilan putrnya,tersenyum tipis, mencoba mengurai kecanggungan.Â
"Kamu tumbuh besar, Min. Ayah hampir tidak mengenalimu."
Tamini hanya mengangguk, lalu membuka pintu mobil.
"Kita bicara di jalan saja, Pak."