Di ruang ICU rumah sakit swasta Semarang, Rinjani terbaring dengan alat bantu pernapasan. Dokter sudah hampir menyerah.
"Kondisinya sangat kritis. Jika ada yang ingin diucapkan, sekaranglah waktunya," ujar dokter Seno pada Rahadian.
Rahadian hanya mampu berbisik di telinga istrinya. "Rin, anak-anak kita sedang pulang. Bertahanlah. Demi aku, demi mereka."
Di tengah ketidaksadarannya, Rinjani merasa dirinya melayang. Ia melihat Rahadian menangis, dokter yang sibuk, dan tubuhnya sendiri yang tampak rapuh. Namun tiba-tiba, ia terhisap ke dalam ruang penuh cahaya hangat dan damai.
"Belum waktunya, ..." suara lembut terdengar. "Anak-anakmu datang membawa doa dan cinta. Kembalilah, tugasmu belum selesai."
***
Pertemuan Penuh Haru
Saat Janira dan Jinari tiba di rumah sakit, keajaiban terjadi. Rinjani membuka matanya. Napasnya masih lemah, tetapi senyumnya mulai merekah. "Janira... Jinari... Kalian pulang?"
Tangis bahagia pecah di ruangan itu. Rahadian memeluk kedua putrinya erat.
"Ibu, kami ada di sini. Kami bawa cinta dan doa untuk kesembuhan Ibu," ucap Jinari sambil menggenggam tangan ibunya.
Sejak saat itu, kondisi Rinjani perlahan membaik. Dalam hitungan bulan, kanker yang selama ini menggerogoti tubuhnya mulai menyusut. Lima bulan kemudian, ia dinyatakan sembuh total.