Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Rinjani: Cahaya yang Kembali di Tlogosari

20 November 2024   07:19 Diperbarui: 20 November 2024   07:21 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Layar Gawai, dok.pri

Cerpen  |  Rinjani: Cahaya yang Kembali di Tlogosari

DikToko
(Soetiyastoko)

Hujan deras mengguyur Semarang, membanjiri kota bawah. Termasuk jalan Parangkembang di perumahan Tlogosari.

Rumah sederhana milik Rinjani dan suaminya, Rahadian, tak luput dari genangan air. Di ruang tamu, Rahadian duduk termenung, menatap istrinya yang terbaring lemah, di atas ranjang besi  ber-kasur tipis. Dingin air yang merendam hingga betisnya, tak dihiraukannya.

Tubuh Rinjani semakin kurus, wajahnya pucat, dan nafasnya berat. Ia telah berbulan-bulan berjuang melawan kanker darah yang menggerogoti tubuhnya. Namun malam itu, kondisinya tampak semakin kritis.

Sementara itu, jauh di Inggris, kedua putri kembar mereka, Janira dan Jinari, yang sedang menempuh pendidikan S3 dengan beasiswa, merasakan kegelisahan yang sama.

***

Pergulatan Hati di Negeri Jauh

Janira dan Jinari, meski tengah disibukkan dengan penelitian mereka, tak bisa menahan kecemasan. Malam itu, Janira mendapat kabar dari ayahnya.

"Jin, Ayah bilang kondisi Ibu semakin buruk. Kita harus pulang," ucap Janira dengan mata berkaca-kaca.

Jinari memeluk kakaknya. "Aku tahu, tapi uang kita bahkan hanya cukup untuk makan dan transportasi harian. Kita tak punya tabungan, Jani."

Keduanya tenggelam dalam diam, hingga seorang teman mereka, Emily, datang membawa harapan.

_"Why don't you ask for help? Your mom needs you," ujar Emily. "Let me and others help you two."_

Setelah mendapat izin, Emily dan teman-teman Janira dan Jinari mulai menggalang dana. Dalam beberapa hari, terkumpul cukup uang untuk membeli tiket pesawat pulang ke Indonesia.

***

Sedekah yang Berbuah Harapan

Sebelum keberangkatan, Emily memberikan sebuah saran sederhana namun bermakna.

_"Why don't you give some of the money for charity? In Islam, it's called sadaqah. It's like planting seeds of hope and healing."_

Keduanya tersentuh. Meski uang mereka pas-pasan, Janira dan Jinari menyisihkan 5 poundsterling untuk bersedekah. Mereka mendonasikannya kepada penggalangan dana amal lokal, sembari memanjatkan doa tulus agar ibu mereka diberi kesembuhan.

"Saya harap ini cukup sebagai tanda cinta kami untuk Ibu," kata Janira lirih.

***

Keajaiban di Tengah Kritis

Di ruang ICU rumah sakit swasta Semarang, Rinjani terbaring dengan alat bantu pernapasan. Dokter sudah hampir menyerah.

"Kondisinya sangat kritis. Jika ada yang ingin diucapkan, sekaranglah waktunya," ujar dokter Seno pada Rahadian.

Rahadian hanya mampu berbisik di telinga istrinya. "Rin, anak-anak kita sedang pulang. Bertahanlah. Demi aku, demi mereka."

Di tengah ketidaksadarannya, Rinjani merasa dirinya melayang. Ia melihat Rahadian menangis, dokter yang sibuk, dan tubuhnya sendiri yang tampak rapuh. Namun tiba-tiba, ia terhisap ke dalam ruang penuh cahaya hangat dan damai.

"Belum waktunya, ..." suara lembut terdengar. "Anak-anakmu datang membawa doa dan cinta. Kembalilah, tugasmu belum selesai."

***

Pertemuan Penuh Haru

Saat Janira dan Jinari tiba di rumah sakit, keajaiban terjadi. Rinjani membuka matanya. Napasnya masih lemah, tetapi senyumnya mulai merekah. "Janira... Jinari... Kalian pulang?"

Tangis bahagia pecah di ruangan itu. Rahadian memeluk kedua putrinya erat.

"Ibu, kami ada di sini. Kami bawa cinta dan doa untuk kesembuhan Ibu," ucap Jinari sambil menggenggam tangan ibunya.

Sejak saat itu, kondisi Rinjani perlahan membaik. Dalam hitungan bulan, kanker yang selama ini menggerogoti tubuhnya mulai menyusut. Lima bulan kemudian, ia dinyatakan sembuh total.

***

Cahaya Baru di Tlogosari

Setelah sembuh, Rinjani menjalani hidup dengan cara yang berbeda.
Ia mulai mengisi hari-harinya dengan memaafkan, bersyukur, dan menyebarkan kebaikan.

Setiap malam sebelum tidur, ia mengevaluasi diri, seperti yang dulu ia lakukan selama proses penyembuhan.

Kini, rumah tipe 45 yang dipenuhi pohon pandan dan melati, di Jalan Parangkembang kerap didatangi warga Semarang. Mereka yang ingin belajar dengan mendengar ceramahnya.

Dalam salah satu ceramahnya, Rinjani berkata,

"Allah berfirman, 'Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.'
(QS. At-Talaq: 2).

Saya hidup kembali karena takwa dan doa, termasuk doa dari anak-anak saya dan kawan-kawan mereka."

Janira dan Jinari pun menjadi inspirasi, menceritakan kepada orang-orang bagaimana sedekah kecil dengan niat tulus telah membuka jalan bagi kesembuhan ibu mereka, Rinjani.

***

Kesimpulan

Kisah Rinjani menunjukkan kekuatan doa, cinta, dan sedekah. Hidup adalah anugerah yang harus disyukuri, dan emosi negatif hanya akan jadi penghalang bagi kesembuhan dan kebahagiaan.

Saran:

1. Sedekah dengan Tulus:

Meski kecil, sedekah yang dilakukan dengan niat baik dapat membawa keajaiban.

2. Doa dan Ikhtiar: 

Jangan pernah meremehkan kekuatan doa dan usaha bersama.

3. Evaluasi Diri:
Buang emosi negatif sebelum tidur agar hati dan pikiran tenang.

4. Dekatkan Diri pada Allah:
Segala ujian hidup adalah kesempatan untuk mendekat kepada-Nya.

Hidup adalah perjalanan menuju cahaya. Yaa Allah, kumohon pada-Mu
.... Jangan biarkan gelap menghalangi langkah kami, menuju-Mu.

_____

Pagedangan, Sabtu, 16/11/2024 23:46:24
Lantai, malam ini terasa sungguh dingin  rintik hujan masih berlangsung. Aku ingin tuntaskan Cerpen dititik ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun