Jleb ! Ibu Melda tersentak mendengar jawaban Rinda, tapi kini jadi tampak kagum.
"Hebat sekali prinsip kalian. Saya kira, hanya sedikit orang kaya yang memiliki keberanian untuk hidup seperti kalian." , mata ibu Melda kembali menjelajah, mengamati tas  dan pakaian yang dikenakan Rinda.
Sementara itu, di sudut ruangan lain, seorang peserta pria yang mendengar percakapan tadi mencibir,
"Memang hidup sederhana bagus, tapi kalau sudah punya harta, kenapa mesti sembunyikan? Buat apa kaya kalau akhirnya tidak dinikmati?"
Komentar itu sampai juga di telinga Rahmad, namun dia hanya tersenyum dan memutuskan untuk tidak menanggapinya.
Setelah acara usai, mereka kembali ke rumah dan membicarakan apa yang mereka alami hari itu. Sejatinya kejadian yang seperti itu, bukan baru kali ini saja.
"Banyak yang masih tidak memahami, ya, Mas?" Rinda tersenyum kecil sambil menyiapkan teh untuk mereka.
Rahmad tertawa, "Iya, mungkin memang begitulah. Mereka punya pandangan bahwa kekayaan adalah sesuatu yang harus selalu ditunjukkan. Dijadikan atribut status sosial. Kita mungkin terlihat aneh di mata mereka."
Rinda memandangi Rahmad dengan lembut.
"Kita tidak perlu validasi dari mereka, Mas. Yang penting, kita menjalani hidup dengan bahagia, dan berusaha memberi manfaat bagi orang lain."
Rahmad mengangguk. "Dan aku senang, kita memiliki waktu untuk terus belajar dan memberi. Karena itulah kekayaan yang sesungguhnya bagi kita."