Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kesederhanaan Tak Mubazir, Kekayaan Sesungguhnya

10 November 2024   09:37 Diperbarui: 10 November 2024   09:40 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap hari, Rahmad dan Rinda, sebagai komisaris perusahasn menyibukan diri dengan bekerja, memonitor jalannya perusahaan.
Membaca laporan itu pasti, apalagi membaca buku dan mengikuti perkembangan sosial politik. Terutama yang berkemungkinan berdampak pada bisnis.
Mereka juga sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Termasuk membina Panti Jompo dan Panti Yatim-Piatu.

Namun, gaya hidup mereka yang sederhana tidak selalu diterima baik oleh lingkungan sekitar.  Bahkan dianggap memgusik tatanan strata sosial yang elitis. Glamour.

Di antara teman-teman dan keluarga, ada yang memandang rendah dan terang-terangan menggunjingkan kesederhanaan mereka. Sampai ada yang menyebut cari perhatian bin "caper".

Suatu hari di sebuah pertemuan komunitas papan atas, seorang kolega Rahmad, bernama Jimmy, tak segan melontarkan cibiran saat melihat Rahmad datang dengan mobil tua kesayangannya. "Mas Rahmad ini, ya... mobil tua seperti itu masih dipakai juga. Padahal kita semua tahu, Mas Rachmad mampu beli mobil yang lebih bagus. Lihat teman-teman yang lain, selalu pakai mobil tahun terbaru."

"Bang Rahmad , Bang Rahmad sadar kalee ... Membeli mobil baru itu berarti berpartisipasi  menggerakan roda ekonomi negara. Itu sumbangsih kalangan kita, lho ",  sahut yang lain.

Rahmad hanya tersenyum. "Mobil ini masih sangat nyaman, Jim. Rasanya tidak ada alasan untuk menggantinya, kan? Lebih baik uangnya digunakan untuk hal lain yang lebih bermakna."

Jimmy menggeleng, tak habis pikir. Di belakang Rahmad, Jimmy mengomel pada rekan-rekan lain, "Kalau aku sih enggak bakal mau tampil seadanya seperti itu kalau memang kaya. Aneh sekali, ya?"

Tapi meski mendengar gunjingan itu, Rahmad tetap bersikap biasa saja. Dia sadar, hidup mereka telah menjadi bahan perbincangan. Tapi baginya, apa yang mereka jalani justru memberi rasa bahagia yang tidak tergantikan.

Suatu malam, Rahmad dan Rinda menghadiri seminar di sebuah hotel berbintang. Mereka memilih tempat duduk di barisan tengah, berdampingan dengan beberapa peserta lain yang berpakaian lebih formal dan mewah.

Usai seminar, seorang peserta, Ibu Melda, mendekati mereka. Setelah perbincangan sosial yang  mengalir sopan, tiba pada kalimat tak terduga, "Saya dengar kalian berasal dari keluarga yang mapan. Tapi kenapa tidak tampil sesuai status?" katanya penasaran.

Rinda tersenyum, "Kami merasa lebih nyaman seperti ini, Bu. Menurut kami, yang terpenting bukan apa yang terlihat di luar, tapi apa yang kita niatkan di dalam hati. Maaf, Bu Melda ... Maaf, bagi kami hidup bukan tentang pertunjukan diri. Itu bukan ajaran agama yang kami yakini"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun