Cut tidak menjawab. Hatinya sendiri perih, tapi ia sudah membuat keputusan. Baginya, pernikahan memang lebih rumit dari cinta semata.
Hari lamaran yang seharusnya menjadi awal baru bagi Cut dan Untung, kini menjadi hari yang penuh kehampaan bagi Untung. Rasa patah hati menggerogoti dirinya. Ia sempat terpuruk, mempertanyakan keadilan hidup, dan meragukan arti dari semua yang pernah ia perjuangkan.
Bertahun-tahun kemudian, Untung berhasil bangkit. Ia menemukan seseorang yang bisa ia cintai, meski rasa cinta itu tak seintens yang pernah ia miliki untuk Cut. Kehidupannya berjalan baik, tapi luka dari kisahnya dengan Cut tak pernah sepenuhnya sembuh.
Cut Rina Masitoh, masih sering hadir dalam pikirannya, "Kok, bisa begitu ? Ternyata selama itu aku, belum benar-benar kenal dia, ..." Â Untung tertegun.
Sementara itu, Cut menjalani kehidupannya dengan Zulfikar. Pernikahan mereka berlangsung megah, dan Cut hidup nyaman sebagai istri dari seorang pengusaha. Namun, jauh di lubuk hatinya, ada perasaan hampa yang tak bisa ia hindari. Ia tahu bahwa pernikahan ini bukanlah hasil dari cinta, melainkan keputusan yang diambil atas dasar logika dan kalkulasi.
Sesekali Cut bertanya pada dirinya sendiri  "Untung, kau sedang apa ? Aku tak ingin kangen seperti ini pada-mu" , mutiara itu tiba-tiba muncul di pelupuk matanya.
Beberapa tahun berlalu, kehidupan Cut dan Untung telah berubah sepenuhnya. Keduanya berjalan di jalur yang berbeda.
Namun, ada satu hal yang tak bisa dihapus oleh waktu---kenangan akan cinta mereka yang dulu, cinta yang diakhiri oleh perhitungan akan masa depan.
-------
Kesimpulan:
Cinta sering kali dianggap sebagai perjalanan yang hanya melibatkan perasaan, namun kenyataannya, cinta dan pernikahan sering kali berada pada dua jalur yang berbeda. Pernikahan bukan hanya tentang cinta, tetapi juga melibatkan logika, perhitungan, dan pertimbangan masa depan.Â