Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cinta, Antara Rasa dan Kalkulasi

6 Oktober 2024   21:15 Diperbarui: 6 Oktober 2024   21:25 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi.

Cerpen  |  Cinta: Antara Rasa dan Kalkulasi

DikToko
(Soetiyastoko)

Cut Rina Masitoh dan Untung Raharjo telah mengarungi perjalanan cinta yang panjang. Sejak Cut Rina duduk di bangku kelas 3 SMP dan Untung di kelas 1 SMA, di kota Bandung, cinta itu sudah mulai tumbuh.

Hubungan mereka yang saat itu masih sangat muda tentu saja tidak disetujui oleh kedua keluarga. Orang tua mereka merasa mereka belum cukup dewasa untuk memahami arti cinta sebenarnya, dan keduanya diminta untuk fokus pada pendidikan.

Namun, Cut dan Untung diam-diam tetap memelihara cinta mereka. Mereka berkomunikasi secara sembunyi-sembunyi, memupuk harapan akan masa depan yang indah.

Tahun-tahun berlalu, cinta mereka semakin matang, dan ketika Cut dan Untung telah lulus kuliah serta bekerja, hubungan mereka akhirnya disetujui oleh keluarga. Setelah bertahun-tahun berjuang bersama, kini mereka berencana untuk menikah.

Untung, yang bekerja sebagai seorang insinyur di sebuah perusahaan multinasional, sudah menyiapkan lamaran. Ia membayangkan masa depan yang akan mereka bangun bersama, rumah yang akan mereka isi dengan tawa anak-anak, dan kehidupan sederhana yang penuh kebahagiaan.

Namun, beberapa minggu sebelum hari lamaran tiba, sesuatu yang tidak pernah ia duga terjadi.

Cut tiba-tiba memutuskan hubungan yang sudah mereka jalin selama lebih dari sepuluh tahun.

"Rina, kenapa?" suara Untung lirih, matanya mencari jawaban dari wajah yang pernah ia cintai sepenuh hati.

"Apa yang salah? Bukankah kita sudah mempersiapkan semuanya?"

Cut Rina Masitoh menghindari tatapan Untung. "Ini bukan soal apa yang salah atau benar, Untung. Aku hanya merasa... ada yang lebih baik untuk masa depanku."

Rasa sakit menghantam dada Untung seperti ombak besar atau banjir bandang yang datang tanpa peringatan.

"Lebih baik?" Ia hampir tak bisa berkata-kata.

"Kita sudah bersama selama ini, melewati semua rintangan. Apa yang bisa lebih baik daripada itu?"

Cut Rina menghela napas panjang, menahan rasa bersalah yang terus menggerogoti dirinya. "Aku akan menikah dengan Zulfikar," ucapnya akhirnya.

Nama itu terdengar asing bagi Untung, namun dalam hatinya, ia tahu bahwa nama itu adalah akhir dari segalanya.

Zulfikar adalah seorang duda muda yang ditinggal mati oleh istrinya dalam kecelakaan tragis di jalan tol. Ia adalah pengusaha sukses yang meneruskan bisnis keluarganya, jauh lebih mapan dibandingkan Untung.

"Dia duda, Rina. Dan kau bilang kau mencintaiku. Apa arti dari semua waktu yang kita habiskan bersama?" suara Untung bergetar, penuh emosi.

"Aku tak pernah berkata aku tak mencintaimu, Untung," jawab Cut lembut, namun tegas. "Tapi cinta saja tak cukup. Pernikahan bukan hanya tentang perasaan. Aku harus berpikir panjang dan logis, tentang masa depan, tentang stabilitas. Aku butuh seseorang yang bisa menjamin hidupku dengan pasti, seseorang yang bisa memberikan kepastian ekonomi. Zulfikar... dia bisa memberikan itu. Sehingga aku bisa konsentrasi mengurus anak."

Untung menatap Cut dalam-dalam, berusaha memahami, namun yang ia rasakan hanyalah kekosongan yang semakin besar. Setelah bertahun-tahun mencintai, memimpikan hari bahagia mereka, semuanya kini hancur dalam sekejap.

"Kau memilih jalan ini karena kalkulasi, Rina? Apakah hidup ini sesederhana hitung-hitungan?"

Cut tidak menjawab. Hatinya sendiri perih, tapi ia sudah membuat keputusan. Baginya, pernikahan memang lebih rumit dari cinta semata.

Hari lamaran yang seharusnya menjadi awal baru bagi Cut dan Untung, kini menjadi hari yang penuh kehampaan bagi Untung. Rasa patah hati menggerogoti dirinya. Ia sempat terpuruk, mempertanyakan keadilan hidup, dan meragukan arti dari semua yang pernah ia perjuangkan.

Bertahun-tahun kemudian, Untung berhasil bangkit. Ia menemukan seseorang yang bisa ia cintai, meski rasa cinta itu tak seintens yang pernah ia miliki untuk Cut. Kehidupannya berjalan baik, tapi luka dari kisahnya dengan Cut tak pernah sepenuhnya sembuh.

Cut Rina Masitoh, masih sering hadir dalam pikirannya, "Kok, bisa begitu ? Ternyata selama itu aku, belum benar-benar kenal dia, ..."   Untung tertegun.

Sementara itu, Cut menjalani kehidupannya dengan Zulfikar. Pernikahan mereka berlangsung megah, dan Cut hidup nyaman sebagai istri dari seorang pengusaha. Namun, jauh di lubuk hatinya, ada perasaan hampa yang tak bisa ia hindari. Ia tahu bahwa pernikahan ini bukanlah hasil dari cinta, melainkan keputusan yang diambil atas dasar logika dan kalkulasi.

Sesekali Cut bertanya pada dirinya sendiri  "Untung, kau sedang apa ? Aku tak ingin kangen seperti ini pada-mu" , mutiara itu tiba-tiba muncul di pelupuk matanya.

Beberapa tahun berlalu, kehidupan Cut dan Untung telah berubah sepenuhnya. Keduanya berjalan di jalur yang berbeda.

Namun, ada satu hal yang tak bisa dihapus oleh waktu---kenangan akan cinta mereka yang dulu, cinta yang diakhiri oleh perhitungan akan masa depan.

-------

Kesimpulan:

Cinta sering kali dianggap sebagai perjalanan yang hanya melibatkan perasaan, namun kenyataannya, cinta dan pernikahan sering kali berada pada dua jalur yang berbeda. Pernikahan bukan hanya tentang cinta, tetapi juga melibatkan logika, perhitungan, dan pertimbangan masa depan. 

Keputusan yang diambil oleh Cut dalam cerpen ini adalah gambaran dari realitas bahwa banyak hal dalam kehidupan tidak bisa hanya didasarkan pada perasaan semata, tetapi juga harus disesuaikan dengan kondisi nyata dan kebutuhan hidup.

-------

Saran:

Islam memandang pernikahan sebagai ibadah yang sakral, di mana . Sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum: 21)

Ayat ini mengajarkan bahwa  antara pasangan suami istri  bukan hanya cinta yang diutamakan, tetapi juga rasa tenteram, kasih, dan komitmen yang saling menguatkan antara pasangan suami istri.

-----------

Pagedangan, Minggu 06/10/2024 20:25:55

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun