Cut Rina Masitoh menghindari tatapan Untung. "Ini bukan soal apa yang salah atau benar, Untung. Aku hanya merasa... ada yang lebih baik untuk masa depanku."
Rasa sakit menghantam dada Untung seperti ombak besar atau banjir bandang yang datang tanpa peringatan.
"Lebih baik?" Ia hampir tak bisa berkata-kata.
"Kita sudah bersama selama ini, melewati semua rintangan. Apa yang bisa lebih baik daripada itu?"
Cut Rina menghela napas panjang, menahan rasa bersalah yang terus menggerogoti dirinya. "Aku akan menikah dengan Zulfikar," ucapnya akhirnya.
Nama itu terdengar asing bagi Untung, namun dalam hatinya, ia tahu bahwa nama itu adalah akhir dari segalanya.
Zulfikar adalah seorang duda muda yang ditinggal mati oleh istrinya dalam kecelakaan tragis di jalan tol. Ia adalah pengusaha sukses yang meneruskan bisnis keluarganya, jauh lebih mapan dibandingkan Untung.
"Dia duda, Rina. Dan kau bilang kau mencintaiku. Apa arti dari semua waktu yang kita habiskan bersama?" suara Untung bergetar, penuh emosi.
"Aku tak pernah berkata aku tak mencintaimu, Untung," jawab Cut lembut, namun tegas. "Tapi cinta saja tak cukup. Pernikahan bukan hanya tentang perasaan. Aku harus berpikir panjang dan logis, tentang masa depan, tentang stabilitas. Aku butuh seseorang yang bisa menjamin hidupku dengan pasti, seseorang yang bisa memberikan kepastian ekonomi. Zulfikar... dia bisa memberikan itu. Sehingga aku bisa konsentrasi mengurus anak."
Untung menatap Cut dalam-dalam, berusaha memahami, namun yang ia rasakan hanyalah kekosongan yang semakin besar. Setelah bertahun-tahun mencintai, memimpikan hari bahagia mereka, semuanya kini hancur dalam sekejap.
"Kau memilih jalan ini karena kalkulasi, Rina? Apakah hidup ini sesederhana hitung-hitungan?"