Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Mencari Jalan Pulang

6 September 2024   23:45 Diperbarui: 6 September 2024   23:52 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dulu Ayahmu sudah bilang, Nak. Ayahmu itu *seperti pembalap* yang dibayar untuk menang dengan mobil milik orang lain.

Dia punya strategi, pengalaman, dan selalu mengutamakan perhitungan. Itu yang analogi-nya: membuatnya selalu berhasil berada di tiga besar di setiap perlombaan. Tapi, kamu memilih jalurmu sendiri."

Mario menggeleng pelan, wajahnya memerah menahan malu dan penyesalan.

"Aku terlalu yakin, Bu. Aku pikir bisa mengalahkan pasar dengan memberi harga murah terus-terusan, supaya pelanggan tetap datang. Tapi ternyata mereka malah berpikir kalau harga murah itulah harga sebenarnya. Saat aku coba naikkan, mereka pergi."

Mobil mereka sudah memasuki parkiran AEON lantai 4. Nitta menghentikan mobil dan menatap putranya dengan tatapan penuh kasih.

"Nak, Ibu ingin kamu mengerti satu hal. Kebahagiaan itu bukan berarti memiliki kehidupan yang sempurna. Tidak ada kehidupan yang sempurna. Apa yang kamu alami ini adalah bagian dari proses."

Mario terdiam, mendengarkan dengan seksama.

"Kamu harus menggunakan air matamu untuk menyirami toleransi. Maksud Ibu, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Kegagalan ini adalah bagian dari pelajaran. Dan kehilangan bisnis yang kamu rasakan sekarang---hilangnya usaha, hilangnya kepercayaan diri---itu semua untuk menguji kesabaranmu, agar kamu lebih kuat nanti."

Mereka berdua berjalan menuju food court, tempat yang sepi siang itu. Alunan musik instrumental dari sebuah lagu Indonesia terdengar lembut, dimainkan dengan saxophone bersautan dengan biola yang mendayu.

Nitta menarik kursi, duduk berhadapan dengan Mario, dan menunggu makanan datang. Sate Padang Mak Syukur, makanan kesukaan Mario, akan segera tiba.

"Kegagalan, Nak," lanjut Nitta, harus kamu terima untuk mengukir ketenangan hati.
Penderitaan yang kamu alami ini, meski terasa berat, akan menjadi landasan untuk kenikmatan yang lebih besar di masa depan.
Kamu akan lebih menghargai setiap langkah keberhasilan kecil nantinya.
Dan kesulitan yang kamu hadapi? Itu akan membuka jendela kecerdasanmu, membuatmu lebih bijak dan teliti di kemudian hari."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun