Mario menunduk, merasa hatinya mulai tenang. "Tapi, Bu... kenapa rasanya sulit sekali bangkit?"
Nitta tersenyum lembut.
"Tidak ada yang mengatakan akan mudah, Nak.
Tapi ingat satu hal: jangan pernah menyerah. Hidupmu belum selesai. Jangan berhenti mengasihi orang-orang yang kamu cintai, Â pegawai-mu, karena mereka adalah alasanmu untuk terus berjuang.
Jangan menyerah untuk menjadi bahagia, karena kehidupan ini, meski penuh liku, adalah pertunjukan yang menakjubkan.
Dan kamu, Mario, adalah ciptaan-Nya yang luar biasa. Kamu memiliki potensi besar yang mungkin belum kamu sadari."
Mario memejamkan mata, merasakan berat beban di pundaknya sedikit demi sedikit berkurang. Kata-kata ibunya meresap dalam hatinya.
"Kamu tahu, Mario," lanjut Nitta sambil tersenyum kecil, tangannyaemegang pundak Mario.
"Kehidupan ini analogi-nya 'seperti balapan' yang dijalani Ayahmu.
Kadang kamu berada di posisi terakhir, kadang kamu di depan. Tapi yang terpenting, kamu tetap di lintasan, tetap bertanding."
Mario mengangguk perlahan. "Terima kasih, Bu. Mungkin memang sudah saatnya aku belajar dari kegagalan ini."
Makanan mereka datang, dan sejenak percakapan berubah menjadi ringan, berputar pada kenangan-kenangan kecil yang dulu sering mereka bicarakan.
Di tengah suasana foodcourt yang sepi, Nitta melihat Mario yang mulai sedikit tersenyum. Ada sinar harapan yang muncul di matanya, meskipun kecil.
--------