"Dinni, kamu ini hebat yaa, kerja keras, cerdas, cepat naik jabatan," ujar salah seorang temannya suatu ketika.
"Ah, aku hanya berusaha melakukan yang terbaik," jawab Dinni rendah hati.
Temannya tidak tahu bahwa di balik kesuksesan karier Dinni, ada beban berat yang harus ditanggungnya. Dia bukan hanya seorang manajer sukses, tapi juga seorang istri dan ibu yang harus mengurus rumah tangga tanpa banyak bantuan.
Kembali ke Masa Kini
Dinni melanjutkan pekerjaannya di dapur. Sesekali ia melihat ke arah jam dinding, memastikan semuanya selesai tepat waktu. Ketika nasi sudah matang di rice cooker dan masakan hampir selesai, Dinni bergegas ke kamar untuk mengganti pakaiannya dan segera memasukkan cucian kotor ke mesin cuci. Sambil menunggu cucian selesai, ia kembali ke dapur, mengecek masakan yang hampir matang.
"Rina, Rio, bantu Ibu siapin meja makan," panggil Dinni kepada anak-anaknya. Namun, seperti biasa, tidak ada respons.
Anak-anaknya yang sudah beranjak remaja, masih terlalu asyik dengan kegiatan mereka masing-masing. Mereka tampak tak peduli dengan pekerjaan rumah tangga yang seharusnya bisa mereka bantu. Dinni menahan keinginannya untuk marah. Dia tahu bahwa membesarkan anak-anak adalah tantangan tersendiri, dan mereka butuh waktu untuk belajar.
Doddy yang masih duduk di sofa, tiba-tiba mendengar bel pintu berbunyi. Dia tidak bergerak, hanya menoleh ke arah Dinni. "Din, ada yang nge-bell tuh. Mungkin laundry."
Dinni mengusap keningnya yang mulai berkerut. Tangannya yang sedang mencuci piring berhenti sejenak.
"Mas, tolong bukain pintu. Aku lagi cuci piring."
Doddy mendengus pelan, tapi akhirnya bangkit dari sofa dan membuka pintu. Kurir laundry berdiri di depan, menyerahkan pakaian yang telah dicuci. Setelah menerima pakaian, Doddy kembali ke tempat duduknya di sofa, meletakkan kantong laundry di sampingnya tanpa berpikir untuk melipat atau menyimpannya.