Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diam di Balik Derap Langkahnya

25 Agustus 2024   22:49 Diperbarui: 26 Agustus 2024   22:40 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dinni, kamu ini hebat yaa, kerja keras, cerdas, cepat naik jabatan," ujar salah seorang temannya suatu ketika.

"Ah, aku hanya berusaha melakukan yang terbaik," jawab Dinni rendah hati.

Temannya tidak tahu bahwa di balik kesuksesan karier Dinni, ada beban berat yang harus ditanggungnya. Dia bukan hanya seorang manajer sukses, tapi juga seorang istri dan ibu yang harus mengurus rumah tangga tanpa banyak bantuan.

Kembali ke Masa Kini

Dinni melanjutkan pekerjaannya di dapur. Sesekali ia melihat ke arah jam dinding, memastikan semuanya selesai tepat waktu. Ketika nasi sudah matang di rice cooker dan masakan hampir selesai, Dinni bergegas ke kamar untuk mengganti pakaiannya dan segera memasukkan cucian kotor ke mesin cuci. Sambil menunggu cucian selesai, ia kembali ke dapur, mengecek masakan yang hampir matang.

"Rina, Rio, bantu Ibu siapin meja makan," panggil Dinni kepada anak-anaknya. Namun, seperti biasa, tidak ada respons.

Anak-anaknya yang sudah beranjak remaja, masih terlalu asyik dengan kegiatan mereka masing-masing. Mereka tampak tak peduli dengan pekerjaan rumah tangga yang seharusnya bisa mereka bantu. Dinni menahan keinginannya untuk marah. Dia tahu bahwa membesarkan anak-anak adalah tantangan tersendiri, dan mereka butuh waktu untuk belajar.

Doddy yang masih duduk di sofa, tiba-tiba mendengar bel pintu berbunyi. Dia tidak bergerak, hanya menoleh ke arah Dinni. "Din, ada yang nge-bell tuh. Mungkin laundry."

Dinni mengusap keningnya yang mulai berkerut. Tangannya yang sedang mencuci piring berhenti sejenak.

"Mas, tolong bukain pintu. Aku lagi cuci piring."

Doddy mendengus pelan, tapi akhirnya bangkit dari sofa dan membuka pintu. Kurir laundry berdiri di depan, menyerahkan pakaian yang telah dicuci. Setelah menerima pakaian, Doddy kembali ke tempat duduknya di sofa, meletakkan kantong laundry di sampingnya tanpa berpikir untuk melipat atau menyimpannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun