Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membandingkan Partisan Partai Politik vs Pendukung Kesebelasan Sepak Bola di Indonesia

31 Maret 2023   03:41 Diperbarui: 31 Maret 2023   06:22 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SosBud  |  Membandingkan Partisan Partai Politik Dengan Pendukung Kesebelasan Sepakbola Di Indonesia

Soetiyastoko

Pendukung atau penggemar sepakbola adalah pasar bagi industri, mereka adalah kandidat konsumen bagi iklan-iklan. 

Baik yang berupa logo dan slogan promosi produk yang ditampilkan di stadion, di kaos pemain, di spanduk-spanduk.

Termasuk yang disisipkan di tayangan media cetak, radio, televisi dan aplikasi virtual lainnya.

Baca juga: Lantai 7

Sepakbola, tak terbantahkan adalah salah satu lokomotif penarik gerbong iklan yang luar biasa.

Di sisi lain, iklan juga terbukti bagian dari sumber kehidupan sebuah tim sepakbola.

Termasuk bisa jadi sumber keuntungan bagi pemilik kesebelasan. Selain dari penjualan ticket penonton di stadion.

Sementara itu partai politik dan ulah para politisi-nya, adalah  sumber berita bagi berbagai plaform media jurnalistik.

Memberitakan tayangan seputar partai politik dan politisi. Memberikan dua efek. Satu sisi bagi partai dan politisi yang sangat membutuhkan publikasi agar tetap bergaung dikalangan pendukung, supaya tetap populer. Serta bermanfaat mempertahankan soliditas pendukung. Dari upaya perebutan pihak lain.

Syukur bila dapat berdampak positif, yaitu menambah simpatisan atau pendukung partai dan para kader.

Sementara itu bagi pemilik media, sudah tentu berita politik, talkshow politik adalah lokomotif iklan.

Sedangkan "iklan" adalah "salah satu sarana tempur" bagi dunia industri, untuk mendapatkan pasar (baca : konsumen).

Semakin banyak audience, rating naik, iklan-pun antri. Tak perlu dicari. Tak perlu potongan harga.

Jika dalam dunia politik praktis, pemilihan umum ada sebutan, "Pemilih Karena Tertarik Pada Program",  "Masa Mengambang", "Pemilih Pertama", "Simpatisan", "Partisan" dan "Kader/Anggota Partai & Tercatat dlsb.".

Sebutan-sebutan  tersebut lebih merujuk pada "kohesi/tingkat keterikatan emosional hingga keterikatan logis  oleh ketertarikan pada janji kampanye dan program.

Bisa juga karena ketertarikan pada pesona pribadi.

Dalam dunia sepakbola, keterhubungan penonton/pendukung-nya, memiliki kemiripan  dengan yang terjadi di dunia politik/partai/politisi.

Masa mengambang dalam politik, mereka ini mirip dengan penggemar permainan sepakbola yang sesungguhnya.

Mereka berpihak pada kesebelasan yang menyuguhkan tontonan/ permainan sepakbola yang bagus. Bukan pada kesebelasannya belaka. Tidak ada atau minim acuan emosional.

Tidak ada ketertarikan emosional terhadap partai atau kesebelasan sepakbola dari manapun. Dasar ketertarikannya amat rasional. "Pada kualitas permainan kesebelasan" yang gamblang dan terlihat. Atau program dan kualitas nyata kader partai.

Amat berbeda dengan pendukung fanatik. Sesungguhnya, kalangan yang fanatik mereka hanya menyukai satu kesebelasan tertentu saja. 

Dalam hal ini, ikatan emosional amat kuat. "Pokok-nya, kesebelasan-ku yang paling hebat.  Pokoknya, ada duit atau tak ada uang harus nonton. Pokok-nya, bagaimama-pun cara main-nya, harus menang".

Sikap seperti ini mudah ditularkan bahkan diturunkan antar generasi diberbagai lingkup sosial atau komunitas yang terkait.

Termasuk segala "pokok-nya" yang lain. Jelas amat emosional dan sama sekali tidak logis".

Selain kualitas-kualitas keterhubungan antara kesebelasan dengan penonton  atau pun partai politik/politisi dengan pemilihnya ; bisa digambarkan dengan diagram sumbu x & y.

Sumbu x adalah nilai logika, sumbu y emosional. Semakin tinggi nilai emosional, semakin besar potensi kerusuhannya dan sebaliknya, jika nilai logikanya tinggi.

Itu analisa di luar stadion, di luar masa kampanye/pemilu.

Menjadi berbeda di saat hari H di lokasi. Ada faktor psikologi masa dan sosial. Termasuk ekses dari interaksi antar pendukung yang berbeda.

Tingkat kearifan dan kesabaran banyak pihak, berkontribusi pada jalannya kontestasi tontonan-permainan olahraga & pemilu dan partai/politisi.

Tidak mudah mengendalikan kontestasi dengan polarisasi masa.

Ini termasuk wilayah sosial psikologis dan keberagamaan  (kepatutan, etika, moral) dan pendidikan.

Polarisasi politik pada pemilihan Presiden RI 2014  & pemilihan Gubernur Jakarta  2017. Tragedi Stadion sepakbola Kanjuruhan. Rivalitas pendukung Persija vs Persib, Persebaya vs Arema. Sudah kita baca dampaknya.

Situasi atau kondisi emosional dan minim logika, adalah salah satu indikator kualitas mentalitas bangsa. Rawan terprovokasi, menyulut kerusuhan masal.

Ini bukan peristiwa sederhana. Memerlukan penanganan jangka panjang yang terukur dan direncanakan dengan seksama.

Ini masalah besar dalam ber-Bangsa dan ber-Negara. Ini kualitas kita.

Harus ditangani lintas kementrian agama, kementrian sosial, kementrian pendidikan, kepolisian. Selain kementrian dalam negri dan olahraga. Termasuk lintas bidang keilmuan dan profesi.

Tidak bisa diselesaikan secara parsial. Apalagi emosional dan represif !.

Masalah ini bisa dijadikan salah satu program yang lebih "mendarat", dalam upaya revolusi mental. Diharapkan bisa dijadikan bahan kampanye pemilu.

Ini adalah bagian penting sosialisasi ideologi Pancasila, agar tidak berhenti hanya sebagai slogan. Tapi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari kehidupan diri pribadi, keluarga, RT/RW hingga ber-Bangsa, berpolitik.

Semoga, aamiin.

***

Bumi Puspita Asri, Pagedangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun