Wajah-wajah berdaster itu, mimiknya seperti apa, yaa ? Â Demi mendengar kebaikan ibu Arumi dan pak Wahidin.
Melongo, takjub, heran, tak percaya ?!
Yang pasti mereka terdiam.
Tiba-tiba penggosip terganas itu ngomong keras,
"Pantas, situ bela mati-matian, dikasih hutang sih !
Bu Marintan, ngibul itu yang logis dan kira-kira dong. Biar lebih enak di dengarnya, .... Betul apa betul ibu-ibu ?!"
Ibu Aas kali ini amat merasa puas, bisa ngomong seperti itu
Marintan, tiba-tiba mendidih, lebih dari seratus derajat celsius.
Saking panasnya, kemarahannya segera menguap.
Dengan lembut dan nada rendah dia pun berucap,
"Pak Gundul dan ibu-ibu semua, tolong disampaikan kepada yang membutuhkan rumah kontrakan. Masih ada delapan rumah baru yang siap huni.
Rumah-rumah itu miliknya Pak Margo, kakeknya ibu Arumi."
Pada waktu yang sama dengan ibu Marintan bicara, ibu Intan menghitung harga belanjaan yang harus dibayarnya.
"Harga sewanya lebih murah dari pasaran dan sudah dipasang AC di setiap kamar, betulkan ibu Niniek ?"
"Betul, bu Marintan, waktu rumah saya direnovasi tiga bulan, saya nyewa rumahnya Pak Margo. Malah, bentuk renovasinya kami mencontoh rumahnya  pak Margo.
Itu lho, ibu-ibu, rumah-nya yang sekarang di sewa Bu Aas.