Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Humaniora | Warga Senior, Bebankah?

18 Agustus 2022   07:21 Diperbarui: 18 Agustus 2022   07:27 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal-hal seperti itu, bisa saja terjadi dimasa-masa yang akan datang. Mungkin akan mengaku pejuang angkatan '66, penumbang Orde lama.

Angkatan '74, pelurus jalannya Orde Baru. Angkatan '98, penebang rezim atau menurunkan "Bapak Pembangunan", Pendiri rezim reformasi.

Mengaku-aku, memang berbeda dengan diakui. Juga berbeda dengan rekayasa pengakuan.

Ditenggarai, kini makin sering terjadi "Bisnis Pengakuan - Pemberian Gelar Kehormatan" . Penyelenggara / penjual jasa seperti itu bisa berupa institusi kemasyarakatan, entitas komunitas warga dari geografis tertentu.

Di tenggarai, tak jarang juga terjadi secara barter dengan lembaga, entitas dari negara lain maupun di dalam negeri. Biasanya untuk gelar "Doctor Honoris Causa".

Saling memberikan gelar-gelar pengakuan, berdasar sudut pandang akademis.

Sesuatu yang dianggap secara politis, menumbuhkan citra positif dan bermanfaat membangun kekaguman di benak masa pendukung, maupun kelompok yang disasar untuk dijadikan simpatisan.

Ujung-ujungnya, diharap berguna untuk dijadikan sarana akses, ke jabatan politis. Kekuasaan. Baca: akses ke sumber-sumber keuangan !

Lalu apa hubungannya dengan para sepuh yang ditulis di awal tulisan ini ?

Masalah dasarnya, bukan sesuatu yang luar biasa. "Pengakuan" dan "pendapatan" adalah faktor kritis bagi setiap orang.

Di masa pengusaha dimanjakan dengan "Upah Minimum Regional", yang sering dibaca atau dirasakan para pekerja sebagai "penindasan terhadap pekerja".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun