Mohon tunggu...
Soetardjo Roslan
Soetardjo Roslan Mohon Tunggu... -

jahe gepuk wedang ronde hangat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dibalik Permainan Tabu Antara Sudirman Said dan “Jaringan Gelap” KPK

26 Maret 2018   20:43 Diperbarui: 27 Maret 2018   16:39 8444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar Pranowo - Sudirman Said (hukum.rmol.co --edited)

Di masa kepemimpinannya di Kementerian ESDM, ternyata menjadikan Sudirman Said lebih dekat ke Jusuf Kalla, sementara Ari Soemarno eks Boss-nya dulu terlalu kesulitan mengendalikan Pertamina semua diserahkan pada Sudirman Said.  Langkah pertama uji kesetiaan Sudirman Said pada Jusuf Kalla ada mulusnya perjanjian kerjasama Pertamina dengan kelompok Jusuf Kalla, yaitu dibangunnya terminal penerima gas alam cair (LNG Receiving Terminal) di Bojonegara, Banten.  Disinilah kemudian Jusuf Kalla merasa nyaman dengan peran Sudirman Said yang bisa mengeksekusi kepentingan proyek proyeknya. Proyek itu sekaligus menyatukan kepentingan Rini Soemarno, Ari Soemarno dan JK.

Sudirman Said lantas banyak mengamankan proyek-proyek Jusuf Kalla, baik di PLN maupun di Pertamina, kalau mau dibuka berapa banyak perusahaan perusahaan yang berafiliasi dengan Jusuf Kalla dan ada peranan Sudirman Said di PLN dan Pertamina. Dalam beberapa waktu kerja Sudirman Said dengan Jusuf Kalla membuat nyaman JK, namun ada sisi yang mengganjal JK yaitu ia belum bisa sepenuhnya menguasai Golkar. Padahal JK ingin mengulangi kesuksesan 2004, dimana ia memenangkan Pilpres 2004 bersama SBY dimana dia tidak dicalonkan oleh Golkar, namun dengan kemenangannya itu ia justru menguasai Golkar, di tahun 2014 dengan cara yang sama ia melakukan politik penguasaan Golkar, tapi sayang kemudian Golkar dikuasai oleh pihak yang berseberangan dengan dirinya : Setya Novanto.

Setya Novanto (SN) sendiri adalah bagian tak terpisahkan dari Aburizal Bakrie (Ical), pesaing Jusuf Kalla. Namun karena Ical sendiri harus menjaga Prabowo, maka SN ditempatkan untuk mendekat pada Jokowi, disinilah JK merasa tidak nyaman bila SN merapat ke Jokowi. Watak lobbying SN yang lihai mampu menawan hati Jokowi, sehingga hubungan antara Jokowi dan SN dijembatani oleh Luhut Binsar Panjaitan (LBP) orang yang paling dipercaya Jokowi. LBP sendiri tampaknya tidak ingin kehilangan kendali atas Golkar dan menjadikan dirinya rival dari Jusuf Kalla.

Jusuf Kalla melihat adanya Setya Novanto dan LBP menghalangi ambisi politiknya dari sanalah JK kemudian meminta kembali Sudirman Said untuk melakukan operasi politik menjatuhkan SN dan LBP.  Permintaan JK untuk mencari jalan agar Setya Novanto bisa disingkirkan dari Golkar ternyata membuat Sudirman Said bergembira, karena ia punya laporan data rekaman koleksi KPK antara Setya Novanto, Reza Chalid dan Maroef Syamsudin direktur PT Freeport Indonesia, di saat itulah Sudirman Said merasa bisa menghantam Setya Novanto atas pesanan JK sekaligus menggebuk Riza Chalid sesuai keinginan Ari Soemarno dan menjadi PR lama yang belum terselesaikan.

Publik harus tahu data rekaman ini adalah milik KPK yang diserahkan pada Sudirman Said dalam operasi pendongkelan Novanto dan menghantam Luhut dan ini adalah permainan tabu KPK. Operasi pembeberan Sudirman Said atas rekaman ini bukanlah operasi politik suci membantai koruptor, tapi sebuah operasi politik murni perebutan kekuasaan, dan Sudirman Said menggunakan data rekaman KPK untuk tujuan tujuan perebutan kekuasaan. Banyak yang mengira data rekaman itu milik Maroef, padahal data rekaman yang dibeberkan ke publik adalah data rekaman KPK yang tujuannya hanya satu : “Penyingkiran Novanto dan Melabur hitam nama Luhut Binsar Panjaitan” dalam pertarungan di ring satu Istana dan konflik internal Golkar. Bila kemudian Sudirman Said terbukti menggunakan data rekaman KPK itu untuk tujuan tujuan politik maka disinilah KPK sudah diceburkan Sudirman Said pada lembah kelam sejarah.

Setelah kejadian ini, muncullah kegaduhan luar biasa. Beruntung Presiden Jokowi sudah memasukkan Rizal Ramli yang awalnya digunakan untuk menjadi pesaing Rini Soemarno di Kabinet, justru tanpa sengaja Rizal Ramli membeberkan pada publik  bahwa pertarungan antara Sudirman Said dan Setya Novanto juga Riza Chalid yang dilibatkan disini, adalah pertarungan antar Mafia geng Sudirman Said melawan Geng Mafia kubu SN. Disini Rizal Ramli mengambil jarak dan menjadi pengamat atas pertarungan Jusuf Kalla melawan beberapa kelompok yang melingkari Presiden dan analisa analisa Rizal Ramli menjadi referensi penting publik dalam menilai situasi saat konflik Sudirman Said melawan Setya Novanto memanas. Akhirnya terjadilah tragedi Reshuffle jilid 2 dimana Sudirman Said dicopot karena Presiden sudah mencurigai Sudirman Said sedang memainkan proyek proyek energi sebagai sebuah “Jaringan Mafia” bukan sebagai “bentuk kerja tulus” dalam membangun Republik, serta Rizal Ramli dicopot dengan alasan “pembuat gaduh”, sudah menjadi tipikal Jokowi bila melakukan eksekusi politik, ia harus mencopot dua hal yang kelihatannya berseteru dalam hal ini Sudirman Said vs Rizal Ramli. Padahal Presiden sendiri tau sasaran politiknya bukanlah Rizal Ramli, tapi Sudirman Said dan Anies Baswedan yang sudah membawa kepentingan kepentingan politik tertentu dari Jusuf Kalla. Kelak dugaan Presiden benar, bahwa dua nama ini sedang merancang sebuah kekuatan baru dengan menggunakan jaringan politik agama dan jaringan KPK sebagai alat dalam merebut kekuasaan, dan Pilkada DKI 2017 membuktikan kekuatan Jusuf Kalla ini dalam membantai Ahok dan menggiring Ahok ke dalam penjara.

Setya Novanto adalah orang paling lemah dan gampang dibikin menjadi sebuah isu besar korupsi, ia seorang hedonis sejati, dan memang tidak jujur dalam perjalanan kehidupan berpolitiknya. Ia menjadi penguasa anggaran DPR sejak awal kekuasaan SBY. Hubungan SBY dan Novanto amatlah dekat, bahkan ada hotline langsung dari SBY ke Novanto, disinilah harus dicari titik temu hubungan Novanto dan SBY yang dekat dalam desain besar kasus-kasus korupsi dimasa SBY.

Kecurigaan media seperti TEMPO terhadap kelakuan Novanto dikenal cukup lama, bahkan publik sudah tau perseteruan antara Novanto dan TEMPO dimasa masa kekuasaan SBY, kerap kali TEMPO menurunkan berita tentang Novanto, namun dengan “Operasi Khusus Pembelian Majalah” pada jam lima pagi diseluruh agen agen besar sampai lapak kecil,  nama Novanto aman. Mungkin hanya wajah Novanto-lah yang paling banyak menjadi Cover bagi Majalah TEMPO sepanjang sejarahnya, namun ketika wajah Novanto itu naik maka majalah TEMPO habis lenyap. Di masa SBY, Novanto adalah belut yang sangat licin ia menjadi pemain anggaran dan success fee atas anggaran-anggaran yang berhasil dicairkan, namun ia selalu lolos dari incaran politik, operasi-operasi pencarian logistik untuk Golkar dari kubu Novanto selalu aman, dari permainan-permainan politik di Kafe Tee Box menjadi saksi bagaimana desain desain permainan anggaran selama masa SBY dijalankan dengan efektif. Disinilah perlahan Novanto menjadi orang paling kuat dari Golkar sejak awal tahun 2000-an. Cara terbaik ia mendapatkan success fee  dari hasil nilepnya adalah menaruh aliran dana ke beberapa saham-saham perusahaan sehingga jaringan korupsi ini tidak terlihat, dan dari Novanto pula-lah nama Nazarrudin muncul, Nazar adalah “anak kecil” yang mencoba bermain politik tanpa mengerti arti ideologis politik bagi dia politik adalah alat untuk mencari duit, hubungan Nazar dan Setya Novanto terjalin sejak awal 2000-an dan kerap bertemu di Hotel Dharmawangsa, saat Novanto masih tinggal di Apartemen Dharmawangsa. Saat itu Nazar masih bernaung di PPP, Nazar bisa dikatakan adalah “anak ideologis” Novanto dalam urusan perduitan dalam dunia politik. Hubungan Nazar-Novanto juga unik untuk dijadikan perenungan besar “Pertarungan apa yang sedang dimainkan dalam konteks info-info KPK?”

Novanto adalah seorang pendiam, akuntan sejati, royal namun penuh perhitungan. Ia selalu lolos dalam incaran incaran kasus korupsi, bahkan dari serangan rekaman Sudirman Said “Papa Minta Saham” dengan mengadakan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang kemudian jadi bahan olok-olok publik dengan menyandingkan Presiden Jokowi berhadapan para pelawak yang diundang ke Istana. Publik mengira bahwa Jokowi mengundang pelawak itu seakan akan mentertawakan lakon MKD dengan sebutan terkenal “Yang Mulia”. Namun sesungguhnya pesan politik Jokowi dalam mengundang pelawak-pelawak itu menertawakan aksi Sudirman Said menggunakan rekaman KPK  sebagai sebuah usaha awal menggusur Presiden Jokowi dengan LBP sebagai sasaran tembak pertamanya. Terbukti usaha itu gagal, dan cukup ditertawakan.

Novanto akhirnya bisa dicopot dan digantikan Ade Komarudin (Akom) politisi Golkar dari kubu Jusuf Kalla, untuk sementara kubu JK memenangkan pertarungannya di internal Golkar. Namun kejutan mendadak terjadi, SN akhirnya bisa menjadi ketua DPR kembali, dan agenda utama SN adalah merapat ke Jokowi dan memerintahkan setiap kantor cabang memajang wajah Jokowi 2019.  Namun Jokowi tampaknya tau bahwa ia harus menghindari banyak jebakan, dalam masa-masa bulan madu Golkar dengan Jokowi muncullah nama Airlangga Hartarto, politisi yang tidak high profile, namun masih ‘bersih’ ketika Novanto ditangkap KPK dengan aksi aksi konyolnya, Jokowi sudah menggandeng Airlangga Hartarto dan memberikan konsesi bagi Novanto dengan menempatkan “anak didik” kesayangan Novanto, Idrus Marham menjadi Menteri di dalam kabinet Jokowi. Dan jilid berikutnya Novanto sudah masuk terlempar ke kandang Sudirman Said lewat jaringan gelapnya di KPK. Disinilah Novanto harus menyelamatkan dirinya dari gempuran orang-orang Sudirman Said.

Tekanan Psikologis Novanto dan Tembakan Tembakan Politik Sudirman Said

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun