Mohon tunggu...
Sultoni
Sultoni Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik AMATIRAN yang Suka Bola dan Traveling

Penulis lepas yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial politik, kebijakan publik, bola dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aroma Politis di Balik Dukungan Parpol Atas Usul Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa

21 Januari 2023   00:50 Diperbarui: 21 Januari 2023   10:38 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ribuan kepala desa berunjuk rasa didepan gedung DPR/MPR RI menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa pada Selasa (17/1/2023). Foto : JawaPos.com

Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun dalam satu periode masa jabatan yang disusulkan oleh kepala desa se-Indonesia melalui beberapa organisasi profesi kepala desa memasuki babak baru.

Pada Selasa, 17 Januari 2023 yang lalu DPR-RI telah resmi memasukkan revisi terbatas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa kedalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2023.

Revisi terbatas undang-undang  yang mengatur soal desa tersebut akan dilakukan khususnya pada pasal yang terkait dengan masa jabatan kepala desa yakni pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang mengatur tentang masa jabatan kepala desa untuk mengakomodir tuntutan kepala desa.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tersebut resmi dimasukkan dalam Prolegnas 2023 oleh DPR setelah puluhan ribu Kepala Desa se-Indonesia melakukan unjuk rasa di gedung DPR/MPR-RI Senayan, Jakarta.

Yang menarik menurut penulis adalah mencermati sikap dari partai politik yang seolah seirama bak paduan suara dalam menanggapi usul soal wacana  perpanjangan masa jabatan Kepala Desa tersebut.

Yah, beberapa partai politik khususnya parpol yang ada di parlemen saat ini memang terlihat kompak satu suara mendukung wacana usulan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa tersebut dari 6 tahun menjadi 9 tahun untuk satu periode masa jabatan kepala desa.

Partai-partai politik yang telah menyatakan sikap mendukung usulan revisi terbatas UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa khususnya yang berkenaan dengan masa jabatan kepala desa yakni PKB, PDI-P, Gerindra, Golkar dan PPP.

Jumlah partai pendukung revisi Undang-Undang Nomor 6 tentang Desa tersebut kemungkinan besar masih akan terus bertambah seiring dengan semakin dekatnya Pemilu 2024.

Yang menjadi pertanyaan, apakah dukungan yang diberikan oleh partai-partai politik atas usul perpanjangan masa jabatan Kepala Desa tersebut adalah murni karena berdasarkan kajian keilmuan yang mendalam atau karena ada unsur politis tertentu menjelang Pemilu 2024?

Sebab sebagaimana kita ketahui bersama, Kepala Desa dan masyarakat pemilih yang ada didalamnya adalah merupakan sebuah komoditas politik yang sangat "seksi" ditahun politik seperti saat ini.

Kepala desa sebagai kepala pemerintahan terendah di Indonesia jelas mempunyai massa riil di bawah yang tentu saja akan memengaruhi hasil Pemilu 2024.

Oleh karena itulah, bila aspirasi ini dikabulkan oleh pemerintah dan DPR sebelum Pemilu 2024, hal tersebut bisa diartikan sebagai sebuah "sogokan" bagi kepala desa untuk mengamankan kepentingan politik tertentu pada Pemilu 2024 mendatang.

Sebab, bila saja aspirasi itu murni demi kebaikan desa, maka aspirasi tersebut seharusnya dikaji dan dibahas terlebih dahulu secara mendalam setelah Pemilu 2024 selesai.

Apalagi, belakangan muncul semacam sebuah "ancaman" dari para kepala desa, yakni salah satu contohnya adalah dari para kepala desa di Madura, Jawa Timur sebagaimana yang penulis kutip dari CNNIndonesia.com.

Para kepala desa di Madura, Jawa Timur mengancam akan "menghabisi" suara parpol pada Pemilu 2024 mendatang jika tidak mendukung usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa melalui revisi terbatas terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya yang berkenaan dengan usul perpanjangan masa jabatan kepala desa.

Waduh, hehe..

Nah, penulis sendiri dalam hal ini menilai bahwa dukungan yang diberikan oleh partai-partai politik terhadap usulan wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa lebih terasa beraroma kepentingan politis menjelang Pemilu 2024 dari pada untuk membela kepentingan masyarakat desa secara keseluruhan.

Pasalnya menurut penulis, alasan-alasan yang dikemukakan oleh para kepala desa untuk memperpanjang masa jabatan mereka dari 6 tahun menjadi 9 tahun masih perlu dikaji kesahihannya secara keilmuan untuk menguji seberapa urgensikah usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa tersebut.

Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah soal upaya menghindari konflik pasca-pilkades yang terlalu panjang.

Penulis sendiri berpendapat jika konflik pasca pilkades tidak mampu diselesaikan oleh kepala desa terpilih dalam waktu lebih dari satu tahun, maka kemampuan si calon kepala desa terpilih tersebut dalam hal mengelola manajemen konflik di desa perlu dipertanyakan. Jadi tidak masuk akal menurut penulis jika kemudian si kepala desa terpilih malah justru menyalahkan masa jabatan kepala desa yang hanya 6 tahun.

Alasan lainnya adalah argumen bahwa waktu 6 tahun tidak cukup untuk membangun desa. 

Penulis berpendapat bahwa masa jabatan selama 6 tahun bagi seorang kepala desa sebenarnya adalah sebuah masa yang sangat cukup untuk merealisasikan visi dan misi dari seorang kepala desa jika memang sang kepala desa tersebut benar-benar ingin bekerja dan mengabdi untuk memajukan desa.

Yang menjadi masalah adalah substansi yang terjadi di desa bukan soal kurangnya waktu untuk membangun desa, tetapi minimnya kemampuan kepemimpinan kepala desa untuk melaksanakan pembangunan di desa akibat lemahnya SDM kepala desa.

Sebab, kepala daerah yang masa jabatannya hanya 5 tahun dan mempunyai wilayah kerja yang jauh lebih luas saja bisa berbuat untuk membangun daerahnya, lalu mengapa kepala desa yang menjabat 6 tahun dengan wilayah kerja yang jauh lebih kecil tidak bisa, aneh bukan?

Berkaca pada paparan diatas, penulis menilai bahwa usul perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun tidak boleh diterima dan didukung begitu saja oleh partai politik.

Agar tidak muncul asumsi publik bahwa partai politik hanya lebih mementingkan kepentingan politis Pemilu 2024 dengan memenuhi syahwat politik para kepala desa semata, maka seharusnya kajian keilmuan yang mendalam dengan meminta masukan-masukan dari para ahli dan pihak-pihak yang terkait tentang desa harus dilakukan oleh partai politik sebelum memutuskan apakah akan mendukung perpanjangan masa jabatan kepala desa atau tidak.

Selain itu, mengingat Pemilu yang hanya tinggal satu tahun lagi, maka menurut penulis akan lebih efektif jika pembahasan soal perpanjangan masa jabatan kepala desa dibahas pasca Pemilu 2024 selesai, agar tidak muncul aroma politis dalam pembahasannya serta partai-partai politik bisa lebih fokus untuk mempersiapkan diri menghadapi Pemilu 2024.

Soal usulan kepala desa se-Indonesia yang menginginkan adanya kenaikan penghasilan, tunjangan, jaminan kesehatan, uang pensiun dan yang lainnya penulis sendiri sepakat agar hal tersebut untuk disegerakan, karena memang menurut penulis beban kerja dari seorang kepala desa hari ini sudah sangat berat dan kompleks sehingga kesejahteraan mereka memang sangat perlu untuk ditingkatkan.

Sekian dari Jambi untuk Kompasiana. Semoga bermanfaat!

Pematang Gadung, 21 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun