Agus bebas tahun lalu setelah mendekam dalam penjara di Nusakambangan selama empat tahun karena terlibat Bom Cicendo pada tahun 2017.
Dikutip dari voaindonesia.com, pengamat sekaligus pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian Noor, Huda Ismail menjelaskan sekitar 8 hingga 10 persen dari jumlah mantan narapidana kasus terorisme terlibat kembali baik secara langsung atau tidak langsung dalam tindak pidana terorisme.
Noor Huda mengakui program deradikalisasi tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kepolisian, dan badan intelijen yang memiliki personel terbatas.
Keterbatasan sumber daya tambahnya, juga dianggap menjadi kendala besar untuk mengawasi secara saksama para mantan terorisme yang sudah kembali ke masyarakat.
Selain itu, Noor Huda juga mengatakan negara tidak bisa memaksa narapidana kasus terorisme mengikuti program Deradikalisasi atau bersifat sukarela.Â
Hal inilah juga, tambahnya, yang membuat program Deradikalisasi tidak berjalan ideal.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit menyebutkan Agus menolak mengikuti program deradikalisasi selama di penjara.
Sigit mengatakan Agus masuk ke dalam kelompok merah karena dia sulit untuk diajak bicara dan masih cenderung menghindar.
Selain hal tersebut diatas, proses masa transisi kehidupan dari para mantan napi terorisme dari penjara kembali kepada kemasyarakat juga perlu mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah.
Masyarakat harus diberikan pemahaman untuk bisa kembali berbaur dan menerima para mantan napi teroris kembali ke kehidupan bermasyarakat.
Atau dengan kata lain, pemerintah harus melakukan upaya mempersiapkan masyarakat sedemikian rupa untuk menerima kembali kehadiran mantan narapidana kasus terorisme di lingkungan mereka.